Berbenah

8K 468 17
                                    

"Pakai tomat sayang?"

"Gak."

"Oke, seladanya mau ditambahin? Mas lihat kamu suka sama itu."

Shenin menggeleng, wanita itu kini mulai menguyah sandwich buatan sang suami. Tiga Minggu pasca mereka berbaikan, tapi sikap wanita itu masih tampak cuek. Berbeda dengan sang suami yang banyak perubahan dan mulai perhatian padanya. Bahkan kadang terlihat berlebihan.

"Aku mau ketemu Om Satrio," sebutnya.

"Ada apa? Saya ikut," ucap Adinata.

Wajah Shenin langsung menampakkan raut tak suka. "Keluargaku masih Keukeh buat kasih warisan Papa. Rasanya gak enak kalau aku repotin Om Satrio terus."

"Saya temani."

Wanita itu langsung melengos begitu menghabiskan sarapan paginya. Ia melangkah menuju kamar untuk bersiap-siap.

Di sisi lain, Adinata lekas menyelesaikan sarapan dan menghampiri sang istri. Ia tak mau jika istrinya bertemu berdua saja dengan Satrio, lantas ia langsung mengganti baju tanpa mandi.

"Yuk berangkat!" Ajak Adinata.

"Aku bisa sendiri."

"Apa gunanya punya suami?"

Shenin tak dapat menolak, sebab akan berbuntut panjang perdebatan pagi ini. Kakinya melangkah lebih cepat menuju parkiran, sang suami juga ikut mengimbangi langkah sang istri dan segera menaiki mobil.

Pria itu bahkan memasang seat belt untuk sang istri. Ia melirik istrinya sejenak, rambut sepanjang bahu milik istrinya membuat Shenin tampak lebih muda darinya. Matanya kemudian berpindah pada pada shirt dress sang istri. "Baju kamu kancing," perintahnya.

Alih-alih mengancingkan bajunya, Shenin malah semakin memperlihatkan kancing yang terbuka. "Gaya dress-nya menang begini. Bakalan lucu dan leher aku jadi kecekik nanti."

"Kalau gitu pakai jaket saya aja," kata Adinata berinisiatif. Ia lalu melepaskan jaket kulit yang dipakainya, sehingga hanya meninggalkan kaos putih. "Mata Satrio nanti jelalatan."

"Mau nganterin sekarang atau aku naik taksi?" Ancam Shenin.

Pria itu lantas menjalankan mobilnya, jaket kulit yang ia sodorkan pada sang istri kini malah terlempar ke jok belakang. Pun selama di perjalanan mereka hanya bisa diam. Sebab sang mood sang istri sepertinya belum benar-benar membaik.

Sampai di restoran tempat Shenin berjanjian dengan Satrio, wanita itu turun dari mobil dengan tergesa. Sang suami masih sibuk mencari tempat parkir.

"Maaf aku udah lama menghindar dari Om!"

"Dulu kamu bilang mau nyoba sama saya. Malah nikah sama duda itu," balas Satrio.

Shenin tersenyum canggung, ia segera menduduki kursi yang telah digeser oleh Satrio. "Aku kan waktu itu nyari yang pasti-pasti aja. Kalau dulu Om geraknya lebih cepat, aku bakal sama Om kayaknya."

Mereka kemudian tertawa canggung saat Adinata memasuki ruangan.

Seolah tak menganggap Adinata ada didekatnya, Satrio langsung saja mengeluarkan beberapa lembar dokumen penting. "Papa kamu itu peduli sama kamu. Bahkan sebelum meninggal, beliau sempat berpesan supaya saya memastikan kamu hidup bahagia."

"Tapi kayaknya bawa aku di kehidupan Papa itu malah menciptakan banyak masalah baru. Aku juga gak bisa nyalahin Mama yang sulit buat nerima aku jadi anaknya. Pun dengan berbagai reaksi keluarga besar yang tau latar belakang aku. Toh, itu juga aksi reaksi dari sebab dan akibat."

Wanita itu mulai membaca surat wasiat dari almarhum Papanya. Lalu menandatangani beberapa dokumen penting.

Satrio menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Shenin. Lalu menepuk pundak wanita itu. "Ini semua bukan salah kamu."

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang