Sebuah Tawaran

16.5K 808 27
                                    

"Halo, om!" ucap Shenin dengan cengiran khasnya.

Satrio mengerutkan keningnya, pria itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Apakah saya om kamu?" tanya pria yang mengenakan kemeja formal itu.

Shenin menghentikan langkahnya, ia menggeleng. "Gak, ya udah. Panggil bapak aja deh," balas Shenin.

Satrio makin mengerutkan keningnya. "Saya juga bukan bapak kamu."

Nafas Shenin semakin naik turun tak teratur, wanita itu menatap Satrio dengan tatapan gemas. "Ribet banget, anjir! Gak mau dipanggil om atau bapak, terserah deh. Gue mau pergi dan gak ada urusan sama Lo," kata Shenin.

Tanpa peduli dengan pria di depannya, Shenin langsung melangkahkan kakinya. Tapi, lagi-lagi pergerakan Shenin terlebih dahulu dikunci oleh Satrio. "Saya bilang jangan pergi dari sini. Jangan kabur lagi dari saya, saya lelah menunggu kamu. Seharusnya kamu tahu itu, karena klien saya bukan hanya satu. Mengerti?" desis Satrio.

Terlalu ribet! Niatnya ingin bersenang-senang dan menikmati waktu sendiri, namun sekarang ia malah terperangkap ke kandang singa. Sialan! Mengapa hidupnya seperti ini? Pekik Shenin dalam hati.

Wajah Shenin memerah karena menahan kesal pada Satrio. Ia kemudian menoleh. "Ya udah, sih. Gak usah diurusin, gue juga bukan bayi. Ribet amat, hidup itu gak usah dibawa ribet. Mengerti?"

Alih-alih merasa marah, Satrio kemudian makin menarik tangan Shenin, hingga ia dan Satrio semakin dekat. Bahkan, Shenin bisa menghirup bau parfum Satrio. "Jangan pernah membantah saya. Saya hanya menjalankan amana ayah kamu, jadi tolong jangan kekanakan. Sikap kamu tak berubah sama sekali, padahal kamu sudah semakin dewasa. Untuk itu kamu harus ikut saya dan selesaikan masalah ini," jelas Satrio.

Sialan! Shenin memakai dalam hati. Ia ingin sekali pergi dari sini. Namun, cengkraman tangan Satrio terlalu kuat. Jangankan pergi, bergerak saja rasanya sulit.

"Kan gue udah bilang yang sejelas-jelasnya. Kalau gue gak bakal mau nerima itu, udahlah. Gue sebenernya bukan lari dari masalah, ini murni karena gue gak mau ribet aja. Om gak tau seberapa tertekannya gue menghadapi mereka," desis Shenin.

Hans yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua hanya dapat menggeleng, kemudian ia beralih memandang Satrio. "Om, kalau mau pesan kamar jangan dikekepin gitu. Kasian orangnya, langsung aja masuk kamar. Udah dibersihkan sama yang lain," katanya.

Sontak, Shenin langsung menatap Hans dengan tatapan sinis. Memangnya Shenin dengan semudah itu memberikan tubuhnya pada orang lain? Meskipun dia dulu sempat bertindak bodoh, tapi kini ia tentu tak mau lagi.

"Jaga mulut Lo, setan! Sembarangan ngomong aja, emang dikira gue cewek murah. Mau tidur sana sini!" bentak Shenin.

Hans langsung mengatupkan bibirnya, pria tampan itu kemudian tak lagi ikut campur pada urusan Satrio dan Shenin. Melihat wajah Shenin yang memerah dan seolah-olah ingin meledakkan kemarahannya, membuat Hans bergidik.

Kemudian pandangan Shenin beralih pada Satrio. "Udahlah lepasin gue aja, terserah dah itu. Mau diapain bagian gue. Capek tau hidup kayak gini, sebenarnya om pernah mikir sampai sana gak? Gue sengaja keluar dari rumah dan sewa apartemen kecil," kata Shenin.

Satrio mengangguk, kemudian ia menarik tangan Shenin. Awalnya Shenin tetap berontak, tapi setelahnya Satrio langsung menggendong tubuh Shenin dan membawanya pergi ke ruangan pria itu.

"Duduk di sana. Terserah kamu mau tetap tinggal di apartemen dan hidup seperti ini selamanya. Tapi, tolong tanda tangan ini untuk serah terima. Kalian keluarga, seharusnya ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Bukan seperti ini," ucap Satrio.

Pria kepala empat itu mengeluarkan kertas dari saku jasnya. Lalu, ia juga mengeluarkan pena. "Ini, silahkan."

Shenin menghela nafasnya, ia menatap Satrio dengan tatapan kesal. "Gak semua orang pantas disebut keluarga! Saya tidak mau dan jangan pernah paksa saya! Berapa kali saya bilang, jika saya tidak mau? Om kenapa harus paksa saya terus?" cecarnya.

Satrio terdiam, pria itu kembali melipat kertas dan menyimpannya di saku baju. Ia kemudian mengangguk, sebenarnya ia juga sudah lelah memaksa Shenin. Tapi, mau bagaimana lagi? Ini merupakan kerjaannya, ia juga harus menjalankan amanah dari Ayah Shenin.

Pria itu kemudian menoleh pada Shenin dengan tatapan intens. "Jadi, mau kamu bagaimana sekarang? Saya harus menjalankan amanah Ayah kamu. Memastikan kamu hidup sejahtera tanpa kesusahan. Apa yang bisa saya lakukan? Agar janji saya terlaksana, saya juga tidak bisa memaksa kamu terus."

Shenin terdiam, ia melipat kedua tangannya dan memikirkan sejenak. Sebenarnya bisa saja ia katakan tak perlu melakukan apapun padanya. Tapi, sifat Satrio yang lebih keras darinya pasti akan sangat sulit mengajak pria itu untuk berdamai.

"Mau memastikan hidup gue sejahtera? Yakin? Kalau nanti gue kasih usulan, mau dikabulkan?" tanyanya.

Satrio mengendikkan bahunya. "Tergantung. Jika kamu bilang beri pekerjaan atau yang mudah dan bisa saya kabulkan. Pasti, saya kabulkan juga," jawabnya.

Shenin mengangguk dengan semangat, ia kemudian tersenyum dan menatap Satrio dengan tatapan sensual. Lalu, berbisik di telinga pria itu. "Kalau gue bilang minta tolong nikahin gue? Bagaimana?" tanyanya.

Tubuh Satrio kaku, sialan! Siapa yang tak tergoda jika dipandang dengan tatapan sensual oleh gadis cantik? Bagaimana pun, Satrio pria normal dan cukup cepat bereaksi. Sekarang saja, tubuhnya sudah meremang dan rasanya di bawah sana sedikit sesak.

"Mintalah yang lebih masuk akal dari ini. Apa kamu sedang terburu-buru ingin menikah? Saya rasa gadis seperti kamu, cukup mudah untuk mendapatkan calon suami yang seumuran dengan kamu. Jadi, untuk itu saya minta yang lain saja," jawab Satrio dengan tenang.

Shenin menghela nafas, kini tak ada lagi tatapan sensual. Ia menatap Satrio dengan pandangan sendu. "Seharusnya begitu, tapi kayaknya gue gak ada ketertarikan lagi sama yang seumuran. Mau, ya? Paling tidak, tolong pertimbangkan dulu. Gue cukup cantik, gue juga mandiri anaknya. Terus, buat urusan masak gue cukup bisa jika sekedar masak telor atau mie instan. Terus, untuk urusan ranjang gue bisa jago. Tapi, harus dilatih dulu."

Mata Satrio langsung terbelalak, Shenin benar-benar sedang mempromosikan dirinya. Memang, Satrio sedang mencari calon istri karena orang tuanya terus saja mendesak. Tapi, tidak bisakah yang menawarkan diri wanita lebih matang dari pada gadis di depannya?

"Jangan terlalu ceroboh. Urusan nikah itu sesuatu yang kompleks. Kamu tidak bisa sembarangan mengajak orang random untuk nikah. Paham?" ucap Satrio.

Shenin menghela nafasnya, ia kemudian mengangguk. "Tapi, kita bisa tidak langsung nikah. Bagaimana kita mencoba dulu buat jalin hubungan? Anggap saja jika itu masa probation. Bagaimana tawarannya? Mau ya, Om? Jika ini berhasil. Kita bisa lanjut ke tahap berikutnya," tawarnya.

Satrio mendengkus, mengapa bisa berujung jadi seperti ini? Ia menghela nafasnya perlahan, oke salahnya diawal tadi. Harusnya Satrio tetap keukeh agar Shenin menyetujui keputusan awalnya.

Maap lama, makasih udah baca

Selamat baca dan sehat selalu ya

Makasih udah kasi ⭐

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang