Kita pacaran

18.6K 817 41
                                    

Bunyi bel pintu apartemen Shenin membuat wanita itu tersentak, ia menyibak selimutnya dengan malas. Pasti pesanannya, sebab hari ini ia berencana tak ingin keluar.

"Suprise!"

Shenin mengerjap, perasaan ia tidak ulang tahun saat ini. Tapi mengapa teman-temannya membawa kue? Aneh sekali perkumpulan wanita gila ini, terkadang Shenin lebih baik memilih tidak mempunyai teman.

Oh, lupakan itu!

"Ngapain kalian pada nemuin gue?" tanya Shenin.

"Buset, temannya pada kunjungan masih Lo tanya ada apa? Makanya aktifin hp, biar gak susah kalau dihubungi."

Eva berkata sembari membawa kue yang ada di tangannya, lalu menghempaskan tubuhnya di sofa empuk apartemen Shenin.

"Makan tuh, tadinya kita rencana mau rayain 7 tahun pertemanan. Tapi Lo lagi gak ada kabar, akhirnya beli kue dan nyamperin langsung ke apartemen. Apalagi Lo juga tinggal sendiri," kata Sara.

Memangnya ada apa kalau tinggal sendiri? Pasti teman-temannya sudah berpikir yang tidak-tidak, siapa yang ingin berniat jahat padanya? Ia hanya wanita kere dan pengangguran.

Evellyn melirik temannya. "Mereka pada takut kalau Lo berniat macam-macam di sini, kemarin sempat dengar berita anak kampus yang terjun dari lantai belasan buat akhiri hidup."

Ah, meski hidup ini terasa berat di jalani, tapi Shenin selalu merasa bisa melaluinya. Kan sayang, kalau ia memilih mengakhiri hidup karena merasa tak mampu. Padahal Tuhan telah mempersiapkan jodoh bagai Zayn Malik, mumpung pria itu sedang putus dengan pacarnya.

Shenin mengipasi wajahnya. "Ya kali, kalau gue mati ntar orang-orang yang gak suka sama gue pasti bakalan senang. Selagi gue hidup, gue pengen lihat mereka sengsara karena kehadiran gue di dunia."

Lalu wanita itu mencomot kue brownies, lalu mengunyahnya dengan pelan. Sebenarnya ia tak terlalu suka makanan manis, sebab merasa bahwa dirinya sudah manis. Tapi, alasan lebih tepatnya Shenin membatasi mengkonsumsi gula karena suatu alasan.

Sara menggeleng, ia kemudian menghela nafas panjang sembari memperhatikan gerakan Shenin.

"Jangan tanggung, bikin aja sekalian mereka pada murka. Misalnya dengan Lo balik ke rumah yang seharusnya udah jadi milik Lo. Kenapa harus mengalah?" balas Sara.

Tak semudah itu, Shenin hanya merasa bahwa dirinya merasa tak pantas. Sudah cukup selama ini ia hidup dengan penuh rasa bersalah yang ia tanggung seumur hidupnya, jadi dengan cara menolak semua pemberian almarhum sang Ayah ia berharap keadaan jauh lebih baik.

Shenin mengendikkan bahunya. "Gue gak terlalu suka dengan kemewahan, hidup cukup kayak gini lebih bikin gue merasa tentram dan nyaman. Jadi ya sudahlah."

Ia sama sekali tak berbohong, jika biasanya wanita lebih senang dengan hidup foya-foya dan bergelimang harta, maka berbeda dengan Shenin. Harapannya adalah ingin memiliki keluarga yang utuh dan jauh dari kata mewah.

Tapi sayang, sebab Adinata merupakan pria kaya.

Loh? Mengapa tiba-tiba otak Shenin jadi eror begini?

"Sebenarnya gue cukup salut, tapi sayang aja kalau masa muda dihabiskan dengan percuma. Maksud gue, ini memang hidup Lo dan pilihan Lo. Tapi kita gak tau ke depannya, jadi lebih baik habiskan waktu buat cari uang dulu. Soalnya biaya hidup makin lama, makin mahal."

Shenin tak peduli, selagi ia tak berfoya-foya, rasanya tabungan Shenin cukup untuk hidup 10 tahun ke depan. Lagipula ia tak sepenuhnya menganggur, sesekali tetap menggambil pekerjaan.

"Ganti topik, kayaknya pembahasan selalu tentang gue. Gantian dong, pembahasan yang lebih menarik. Misalnya apa alasan Leonardo buat pacaran sama Gigi?"

"Si anjir! Hal yang paling gak penting adalah mengkhawatirkan selebriti," timpal Eva.

Shenin hanya terkikik geli, kemudian suara bel pintu mengintrupsi pembicaraan mereka.

"Tadi gue pesan makanan, kayaknya sekarang udah datang. Tapi sorry banget karena gue mesan satu porsi," ucap Shenin.

Wanita itu membuka pintu apartemenny, tapi bukannya satpam atau kurir yang ia temui, malah seseorang yang sudah dua Minggu tak ada kabar.

"Pesanan kamu," kata Satrio sembari memberikan bungkusan makanan.

Shenin masih saja melongo, matanya beralih memandang lorong apartemen yang tampak sepi.

"Loh, sekarang udah ganti profesi jadi kurir makanan? Kok aku gak tau," ujarnya.

Bagaimana tidak? Setelah dua Minggu tak bertemu, akhirnya kembali bertemu dengan Satrio dengan cara seperti ini. Masa dalam waktu dua Minggu bisa memutar balikkan hidup Satrio?

Pria itu tergelak, tapi ia akhirnya mengangguk. "Kalau kurir makanan untuk kamu sama sekali tidak masalah. Jadi, boleh saya bertamu sekarang?"

Shenin melirik teman-temannya yang sedang sibuk bergosip, ia menggeleng dengan cepat. Selagi teman-temannya tak melihat Satrio, yang ada nanti pria itu malah habis diwawancarai oleh teman-temannya.

"Lain kali aja, Om. Soalnya lagi banyak teman-temanku. Nanti Om malah gak nyaman," jawab Shenin dengan santai.

Setelah mendengar jawaban Shenin yang tak sesuai harapannya, Satrio tampak kecewa. Padahal ia sengaja datang ke apartemen dan membawa pesanan Shenin.

Tapi, Satrio tak menyerah begitu saja.

"Bagaimana kalau kencan kedua? Kamu tertarik?" tawar Satrio.

Menarik memang, tapi Shenin belum bisa memutuskan sekarang. Ia tak mau menjadi wanita plin-plan dan menjalani hubungan dengan Satrio, padahal di hatinya masih ada Adinata. Rasanya Shenin tak tega menyakiti pria lain.

"Nanti aku hubungin," jawab Shenin.

Satrio mengangguk, pria itu tersenyum. Tak lama terdengar deheman kerasa dari pintu sebelah, tetangga Shenin alias Adinata yang tampak cool berdiri di depan pintu sembari memperhatikan gerak-gerik Satrio.

"Telfon saya nanti, sayang."

Shenin melotot, ia melirik Adinata yang tampak memerah. Akhirnya kejadian yang tak diduga itu terjadi, Adinata langsung melayangkan tangannya bermaksud hendak memukul Satrio.

Tapi, Shenin lebih dulu menyadari pergerakan pria itu sehingga ia bisa menahannya.

Shenin melirik sinis pria tua itu. "Om, kenapa selalu pakai kekerasan? Kayak gini itu tambah bikin citra diri Om semakin jelek di mataku."

"Kalian harus jaga jarak," balas Adinata.

Pria tua yang aneh, Shenin hanya bisa menghela nafas kasar karena merasa gemas dengan sikap Adinata yang aneh. Benar-benar aneh!

Tampaknya Satrio tak terima begitu saja, ia melayangkan pukulan untuk Adinata hingga pria itu terjatuh ke lantai.

"Anda selalu cari masalah dengan saya, pria tua yang kekanakan," balas Satrio.

Adinata berdiri, pria itu melirik sinis Satrio. "Anda yang cari masalah dengan cara mengajak pacar orang lain kencan. Sebenarnya yang cari masalah duluan itu siapa?"

"Hah! Pacar!"

Teman-teman Shenin yang sejak tadi diam menjadi penonton akhirnya buka suara. Mereka tercengang, laku melirik Shenin yang tak kalah tercengang setelah mendengar penuturan Adinata.

Satrio menggeleng, pria itu tertawa remeh. "Sejak kapan? Jangan terlalu percaya diri, coba tanya sama orangnya langsung."

"Om? Emangnya kita pacaran, kapan? Perasaan gak pernah sama sekali. Wah, emang gila Om ini!"

Adinata tersenyum, ia meraih pinggang Shenin dengan lembut. "Kamu lupa dengan ciuman itu, sejak saat itu kita berubah status jadi pacar," bisiknya.

Sontak tubuh Shenin membeku, entah siapa yang salah? Ia sama sekali tak mengerti dengan jalan pikiran Adanya yang aneh saat ini.


Maaapp lamaaa, sehat selalu ya...

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang