Kencan Pertama

18.2K 820 34
                                    

"Om, kalau dilihat-lihat om cakep juga. Kayaknya terlalu aneh kalau om nunda nikah karena gak dapat pasangan," ucap Shenin.

Wanita itu memerhatikan wajah Satrio, kulit sawo matang dan berhidung mancung. Baginya cukup untuk kriteria standar Shenin, bahkan di atas standar. Jadi terlalu aneh jika Satrio belum menikah dengan alasan tak memiliki pasangan.

Satrio mengendikkan bahu. "Emang kamu mengira kalau saya jelek? Bukan berarti saya tampan, maka mencari pasangan akan lebih mudah. Tak semuanya bisa masuk dalam kriteria saya," jawabnya.

Shenin mengerutkan keningnya, wanita itu menegak minuman beralkohol. Meski ini sudah gelas kelima yang diteguk oleh Shenin, namun tak ada tanda-tanda agar Shenin berhenti meneguknya.

"Emangnya kriteria om sulit banget dicari? Nyari yang kayak mana emangnya? Yang mulus, putih dan langsing? Kalau itu aku ada rekomendasi," ujar Shenin.

Satrio menaikkan sebelah alisnya, pria itu seolah bertanya pada Shenin. Namun, seolah tahu pada jawaban yang akan dilontarkan oleh Shenin, maka Satrio langsung tergelak.

"Kamu sendiri?" tanya Satrio mengintimidasi.

Shenin langsung menggeleng dengan cepat, padahal kini ia sedang tak merekomendasi dirinya sendiri. Meski Shenin tahu bahwa ia langsing, tinggi dan kulitnya cukup cerah. Tentu ia kali ini tak akan terlalu percaya diri, jika Adinata saja tak mempan, maka mungkin Satrio juga sama.

"Bukan, tadinya aku mau ngelawak. Kalau kriteria om yang kayak gitu, bihun aja. Mana bisa dimakan lagi."

Satrio tergelak mendengar candaan yang dilontarkan oleh Shenin. Meski tak begitu lucu, namun dapat membuat Satrio tertawa. Pria itu kemudian mengulum senyum, lalu melirik Shenin dengan seksama.

"Padahal yang cukup mengherankan itu kamu, saya tidak ada melihat begitu kekurangan pada visual kamu. Lalu, hal apa yang membuat kamu malah jadi memaksa saya buat jadi suami kamu? Apa ini sebenarnya hanya sesi balas dendam kamu dari rasa kecewa karena pri tadi menolak kamu? Atau.."

Shenin berdecak, Satrio dapat membaca gelagatnya kali ini. Ya, memang awalnya begitu. Ia ingin memanasi Adinata saja, lalu setelahnya ia juga ingin melihat jikalau Adinata menyimpan perasaan padanya atau tidak. Lantas?

"Ah, Om Sat ini emang cenayang. Kok aku malah gak suka Om Sat bahas gini, meski aku awalnya yang buat mulai bahas. Tapi, benar kok awalnya karena itu. Terus maksudnya Om Sat, hal lainnya karena apa?" balas Shenin.

Pria itu kembali terkekeh mendengar pendapat Shenin, ternyata wanita itu memang apa adanya. Terlalu jujur bahkan.

"Baguslah, kamu tidak menyangkal ucapan saya. Berarti dugaan saya benar kalau pria tadi yang bikin kamu kelihatan putus asa. Hal lainnya ini berkenaan pada masalah warisan kamu," jawab Satrio.

Alih-alih menjawab, Shenin langsung mengalihkan topik lain mengenai menu makanan yang sama sekali tak menyambung dengan topik awal mereka.

"Kamu ternyata cukup ahli untuk mengalihkan pembicaraan kita. Tak apalah, saya juga tak masalah kalau kamu harus mengalihkan topik kali ini. Jadi sebenarnya apa juga yang membuat kamu berhenti di perusahaan sebelumnya?" tanya Satrio penasaran.

Shenin terdiam, ia berhenti karena tak ingin bertemu dengan mantannya saja. Berawal dari patah hati Shenin yang membuat ia kehilangan sedikit gairah dalam bekerja, lalu setelahnya Shenin cukup nyaman hidup tanpa terikat pada pekerjaan.

"Rebahan itu ternyata menyenangkan bagi aku. Cuma karena itu aja, terus aku juga gak punya goals yang begitu berlebihan. Maksudnya keinginan aku masih dalam tahap wajar, kalau aku sakit aku masih bisa menggunakan jaminan kesehatan. Atau, kalau sekedar buat beli skincare aku juga punya."

Kini Satrio mengangguk tanda mengerti. Pria itu juga cukup dapat memahami karakter dari Shenin saat ini. Ternyata wanita itu memang wanita yang terlihat apa adanya, hanya saja Shenin terlihat tak punya ambisi sama sekali. Berbeda dengan Satrio yang punya ambisi dan goals dalam hidupnya, ia juga ingin memiliki pasangan yang seperti itu.

"Oh, pantas saja. Padahal biasanya wanita seumuran kamu emang lagi pada sibuk buat kerja dan dapat karir yang bagus, pendapatan yang banyak siapa bisa nikmatin hidup atau sekedar buat foya-foya," balas Satrio.

Shenin terdiam, ia memang tak terlalu banyak keinginan. Apalagi hanya untuk sekedar foya-foya, itu sama sekali bukan Shenin. Ah, dulu saja saat awal ia sempat kabur dari rumah Shenin sama sekali tak membawa uang sepeser pun. Lalu, ia lantug-lantung di jalanan.

"Perasaan gue lihatnya gak kayak lagi ngedate, malah kayak lagi rapat. Mimik wajahnya pada tegang amat, kurang lemas nih. Mesti dilemesin dulu."

Hans ikut bergabung dalam pembicaraan mereka berdua, meskipun pria itu sama sekali tak diajak. Ia hanya tertarik untuk ikut bergabung.

Shenin berdecak, ia melempar Hans dengan sepotong kentang goreng. "Apa sih, ikut aja nih Mak rempong. Pada sotoy amat, padahal emang kita lagi serius karena bicarain masa depan."

Hans menjulurkan lidahnya pada Shenin, pria berbadan kekar itu memang tak terlalu terlihat seperti pria homo. Namun jikalau berbicara dengannya, kadang ada saja tingkah Hans yang membuat Shenin menggeleng dan baru menyadari.

"Masa depan apaaan ege! Lo kira gue gak dengar apa yang Lo bicarain, gue punya kuping kali dan bisa dengar apa yang Lo bicarain. Udahlah, kayaknya emang nih Om Sat gak cocok juga sama Lo."

Shenin melotot pada Hans yang kini malah ikut mencampuri urusannya kali ini. Padahal baru satu kali kencan pertama, namun Hans lebih dulu mengatakan jika Satrio tak cocok dengannya. Keterlaluan! Jika begini terus, siapa yang cocok dengan Shenin?

"Jadi, cocoknya sama Lo?" tanya Shenin.

Hans langsung menggeleng, sedangkan Satrio hanya tampak biasa saja. Seolah ucapan Shenin dianggap angin lalu olehnya.

"Gila aja, gue punya pacar kali. Ya mungkin dari segi umur kalian aja udah kelihatan gak cocok," kata Hans.

Shenin kini melirik Satrio yang tampak tak berminat ikut menimpali ucapan Hans. Pria itu malah terlihat sibuk sendiri dengan mengetik sesuatu di ponselnya.

"Umur bukan jadi patokan kalau misalnya seseorang udah saling suka. Tapi kalau emang beda perasaan, ya mau bagaimana lagi. Itu juga bisa jadi masalah, lagian gue juga gak terlalu ambis buat dapatin Om Sat kalau dia gak suka atau tertarik sama gue."

Hans kini mengangguk, pria itu beralih pada Satrio. "Emang Om sekarang lagi suka beneran sama Shenin? Emang Shenin cakep, lebih cakep dari cewek yang Om ajak kencan. Terus juga dia gak norak, kepribadiannya juga cukup cocok kalau dikenalin sama Mama Om. Jadi, benar suka sama Shenin sekarang? Kalau emang ia bialng aja langsung, biar orangnya juga gak bakal bingun dan nebak."

Satrio menghela nafas panjang, ia tak mengerti mengapa sekarang malah Hans yang ingin segera mengetahui jawabnya jika ia memang benar suka atau tidaknya dengan Shenin? Apakah itu sesuatu yang penting bagi Hans kini?

"Saya-"

"Pulang!"

Bersambung...

Selamat membaca guys, maaf sibuk banget aku. Baru sempat buat update 🥲

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang