Tak Akan Menyerah

18.2K 763 27
                                    

"Shen! Gue kemarin ketemu, Reksa. Dia minta nomor Lo," ucap Eva membuka suara.

Hah, si mantan lagi. Padahal, sebelumnya, hidup Shenin tenang-tenang saja tanpa Reksa. Mengapa, sekarang seolah Reksa ingin kembali masuk pada kehidupannya. Apa, pria itu sudah tak punya perempuan lagi yang akan dipermainkan? Lalu, ia kembali berbalik pada Shenin.

Pasti, pria itu akan berpikir bahwa Shenin akan sangat mudah dipermainkan. Dikira, Shenin akan terperangkap lagi dengan rayuan maut lelaki bedebah itu? Pret! Kutu busuk! Shenin bergidik ngeri dalam hati, ia tak lagi ingin hidup dengan bayang-bayang Reksa.

Shenin menghela nafas. "Terus, Lo kasih?" tanyanya waspada.

Ia akan melihat kali ini, apakah Eva benar-benar temannya, atau bukan. Namun, anggukan dari Eva, membuat tubuh Shenin merosot di kursi cafe tempat biasa mereka berkumpul.

"Anjir! Kok Lo kasih, ah. Padahal, gue udah berusaha banget buat hindarin dia. Lagian, ngapa sih, itu cunguk satu?" balas Shenin.

Sara menoleh, mata eanita itu yang tadinya sibuk pada layar ponsel, kini beralih pada Shenin. "Mana tahu, ini cara Tuhan, buat kasih Lo petunjuk mengenai jodoh. Ya, gue tahu sih. Kalian putus emang gak baik-baik-,"

Belum selesai Sara mengucap kalimatnya, Shenin lebih dulu menyampar perkataan temannya itu.

Wanita itu mendelik. "Heh! Mana ada orang baik-baik putus, kalo baik-baik, ya pasti lanjut terus hubungannya. Ah, petunjuk jodoh mata Lo! Gak mau gue sama tu, cunguk satu. Ya kali, kalo misalkan nih ya, tuh cowok satu-satunya nyisa buat jadi jodoh gue. Gue mah, lebih milih ogah," timpal Shenin.

Wanita itu merasa tak terima, siapa yang ingin berjodoh dengan mantan yang sudah ketahuan brengsek? Hanya orang yang akan dibutakan oleh cinta, sorry to say. Orang seperti Reksa diharapkan menjadi suami? Ah, itu sangat jauh dalam bayangan Shenin.

Bibir Sara terkatup, salahnya juga yang masih gencar ingin temannnya kembali pada Reksa. Menurutnya, Reksa adalah salah satu calon potensial yang bisa menemani Shenin di masa depan, daripada mantan-mantan wanita itu yang lainnya. Jadi, apa salahnya?

Kemudian Eva ikut membuka suara kembali, tahu bahwa suasana sudah mulai tak enak. "Ah, sorry. Gue kasih nomor Lo. Waktu itu, dia maksa banget sih. Sampai neror gue di sosmed, terus kita gak sengaja ketemu. Akhirnya, dia nodong gue lagi. Gue pikir, mungkin maksud dia ada baiknya mau minta maaf sama, Lo."

Hah! Minta maaf yang sudah terlambat sekali. Mengapa Reksa tak jauh-jauh hari sadarnya? Mengapa harus sekarang? Saat ia sudah mencoba membuka hati pada Adinata, ah bahkan wanita itu sekarang tergila-gila pada Adinata.

Reksa, pret! Jelas, Adinata lebih unggul dalam segala-galanya. Finansial yang pasti sangat berlimpah, tapi, tentu hal itu bukan jadi patokan Shenin dalam memilih pasangan. Baginya, harta bisa dicari sama-sama. Ketampanan, relatif memang. Tapi, ketampanan Adinata jelas lebih unggul dari Reksa. Secara kematangan berpikir, Adinata juga jelas lebih unggul. Mungkin, apalagi kalau... Ah, Shenin tak bisa membayangkannya sekarang. Sialan!

Evelyn, yang baru saja selesai dari kamar mandi langsung mendaratkan bokongnya di kursi samping Shenin. "Lagi bahas apa, nih?"

"Reksa," jawab Sara.

Shenin menggeleng tegas. "Bagi gue, buat urusan mantan. Saat kata putus udah terucap, ya urusan juga sampai di sana aja," jawabnya.

Evelyn mencoba mengikuti alur pembicaraan, ia tak buru-buru untuk mengeluarkan pendapatnya. Meski, ia ingin.

"Tapi, kalo misal mau jalin hubungan baik kembali? Kenapa tidak? Kalo gue sih, fine aja," ucap Sara.

Shenin mengendikkan bahu. "Ya kalo menurut Lo itu fine, silahkan. Gue gak maksa emang, biar pendapat gue diterima. Itu cuma prinsip gue aja. Lagian ya, gue udah punya calon potensial," ujar Shenin.

Meski terlihat Shenin berkata dengan nada yang tak biasa. Tapi, wanita itu tak merasa marah, ia hanya terbiasa seperti itu. Jadi, teman-temannya juga tak merasa tersinggung.

"Siapa?" tanya Evelyn.

Shenin melengkungkan senyumnya. "Ah, itu masih rahasia. Nanti deh," jawabnya.

Sara mengerenyit. "Cowok duda itu?!" tanyanya.

Ucapan Sara uang begitu keras, tentu mengganggu pengunjung lain. Sekarang, meja mereka jadi pusat perhatian. Shenin hanya dapat memaksakan senyum pada pengunjung lain.

"Mulut, Lo," bisik Shenin.

"Gue curiga, duda yang ada di samping apartemen. Itu seumuran bokapnya si Reksa kali, ntar Reksa tau. Lo, malah dicengin sama dia," bisik Sara.

Eva mendelik tak percaya. "Beneran?"

"Ah, gue mau cabut dulu," kata Shenin.

______

"Segini aja belanjanya, Mbak. Gak mau tambah, susu cirine lagi diskon beli satu gratis satu," ucap kasir swalayan tersebut.

Shenin mengangguk mantap, wanita itu hanya membeli satu bungkus pembalut, kemudian juga mie instan. Sengaja, ia memang ingin menghemat pengeluaran. Kemarin, ia sudah menghabiskan uang hampir satu juta rupiah, hanya untuk perawatan tubuhnya.

"Oke, kembaliannya lima ratus rupiah ya, Mbak. Mau didonasikan saja?" tanya kasir tersebut.

Shenin kembali mengangguk, lalu ia mengambil kantong plastik berwarna putih tersebut.

Wanita itu kemudian keluar dari swalayan, lalu ia melangkah menuju bangunan apartemen. Kali ini, ia ingin modus mendekati Adinata, bilang saja bahwa ia belum gajian dan sedang menghemat pengeluaran. Lalu, ia akan meminta makan pada Adinata, jadilah mereka dinner berdua.

Setelah menyimpan belanjaannya yang tak seberapa, Shenin kemudian buru-buru mandi.

"Tunggu aku di sebelah," gumamnya dalam hati.

_______

"Kenapa?" tanya Adinata, wajah pria itu khas bangun tidur.

Wah, bangun tidur saja bisa setampan ini. Ah, jika mereka menikah, pemandangan ini akan menjadi pemandangan sehari-hari bagi Shenin.

"Kenapa mas udah tidur aja, ini masih pukul 07.00," ujar Shenin.

Adinata sedikit membuka pintu apartemennya, nyawa lelaki itu masih belum sepenuhnya terkumpul. Tadi sore, ia baru saja menghabiskan waktu dengan putranya yang memang sedang berada di sini. Tapi, putranya menolak untuk singgah langsung ke apartemen.

"Ada apa?" tanya Adinata lagi, suara seraknya khas bangun tidur, benar-benar membuat Shenin merasa....

"Mas belum makan? Yuk, makan malam dulu. Aku masakin," jawab Shenin.

Adinata berdecak malas, Shenin hanya mengganggu tidur lelaki itu. "Hanya itu? Saya tidak lapar, jadi kamu boleh kembali ke apartemen kamu," balasnya.

Wanita itu kemudian langsung menahan pintu apartemen Adinata, sebelum lelaki itu menutup pintu sepenuhnya. Ia tak suka diabaikan seperti ini, semakin Adinata akan lari padanya, Shenin akan semakin gencar mengikuti Adinata.

"Kenapa?" tanya Adinata.

Shenin membuat wajah memelas, wanita itu mencebik. "Aku belum makan, terus lapar. Jadi kita harus makan bareng, di apartemen, Mas. Pasti, Mas punya stok bahan makanan yang banyak. Daripada gak ada mengolahnya, lebih baik aku," katanya.

Tak mau berdebat dengan wanita keras kepala di depannya, Adinata membuka lebar pintu apartemennya. Lelaki itu mempersilahkan Shenin untuk segera masuk. "Cepat, kalo kamu lama, saya tutup lagi!"

"Galak banget, sama calon istri," balas Shenin.

Alih-alih membalas perkataan Shenin yak tak ada habisnya, Adinata lebih baik memilih diam.


Hiii, aku balik lagi nih..
Bagaimana, dikit Dolo yak. Sehat selalu, Jan lupa vote 😇


Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang