"Om, please deh! Gak lucu tau kalau Om tiba-tiba berubah kayak gini. Lagi gak waras apa, ya? Kelamaan jomblo bikin Om mulai agak-agak. Pasti ini gejala awal!" tuduh Shenin.
Wanita itu memandang Adinata dengan tatapan intens. Ia merasa curiga jikalau Adinata benar-benar tak lagi waras. Mana tahu karena terlalu lama sendirian, sehingga membuat Adinata berlaku aneh.
Adinata menggeleng, pria itu menghela nafas kasar. "Saya tidak suka kalau kamu sama dia. Dan jangan lagi berdekatan dengannya, cari pria lain yang lebih pantas untuk kamu. Tapi jangan dia."
Shenin tergelak, selama ia mengenal Adinata, baru kali ini Adinata yang tampak peduli padanya dan sibuk pada urusan pribadinya. Padahal dulu pria itu sama sekali tak peduli, lalu mengapa tiba-tiba?
"Om, kayaknya kita gak punya hubungan apa-apa sampai harus Om ngatur aku buat sama siapa dan siapa. Yang terbaik untuk aku, ya dari aku sendiri. Bukan dari Om, memangnya maksud Om siapa yang pantas untuk aku sekarang? Om sendiri?" tanya Shenin.
Mereka kini sedang berada di parkiran, setelah adu mulut dengan Satrio sekaligus, akhirnya Shenin memutuskan untuk berbicara langsung dengan Adinata. Agar pria itu tak lagi mengganggunya dan ia dapat berkencan dengan Satrio.
Namun, apa mau dikata? Ternyata Adinata masih bersikeras menyuruhnya agar mencari pria lain.
Adinata terdiam, pria itu mengendikkan bahunya. "Kalau misalnya kamu masih mau sama saya, apa salahnya?"
Oh, Tuhan! Shenin langsung menyepak kaki Adinata, sehingga Adinata meringis kesakitan. Sedangkan Shenin masih merasa tak puas, ia juga meninju lengan Adinata dengan brutal.
"Enak banget bilangnya! Setelah Lo hina gue segala macam, pakai mulut Lo yang tajam itu! Sekarang Lo malah ngerusak rencana gue gitu aja, sampai Lo bilang kalau orang lain itu gak lantas buat gue. Mikir, gak?! Yang gak pantas itu sikap Lo!"
Meski sudah dipukul oleh Shenin, namun Adinata tampak santai dan tak kesakitan sama sekali. Ia hanya santai, tapi lain halnya sekarang mereka malah jadi pusat perhatian.
"Mbak! Kalau misalnya lagi marah sama suaminya pulang aja, jangan di tempat umum seperti ini. Tidak enak kalau dilihat sama yang lain, bisa mengganggu keamanan dan ketertiban pengunjung lain," ujar satpam.
Shenin melotot, ia memandang satpam tersebut dengan tatapan garang. "Sembarangan! Makanya, jangan lupa konsumsi wortel terus biar matanya gak rabun."
Merasa takut dengan Shenin, satpam itu lalu menyingkir dan menyerahkan masalah ini pada Adinata agar segera diselesaikan di tempat lain.
Sedangkan Adinata langsung memeluk Shenin, ia lalu berbisik. "Jangan marah-marah seperti ini, saya sungkan sama yang lain. Kamu ikut saya saja dulu, terus nanti saya akan ngobrol masalah ini sama kamu. Sudah ya, jangan lagi seperti ini. Saya tidak suka lihat kamu marah-marah."
Dasar, hati Shenin yang lemah dan cukup goyah! Tapi ia tak ingin terlihat begitu lemah dan mau-mau saja. Wanita itu berontak dan memukul bahu Adinata, namun berakhir sia-sia karena sekarang mereka telah masuk di dalam mobil.
"Kamu apa-apaan! Aku bisa aja lapor dengan perbuatan yang tidak menyenangkan!"
Adinata mengendikkan bahunya, pria itu kemudian menjalankan mobilnya dengan tenang.
"Coba sekali-kali kamu tidak pakai emosi, buatlah semua ini jauh lebih mudah. Simpel, jangan terlalu berontak dan menentang saya malam ini. Ikuti saja ucapan saya, bukankah kamu juga pernah menyukai saya?"
Shenin menghela nafas kasar, ia membuang pandangannya ke luar. Lalu merogoh tasnya dan segera menghubungi Satrio.
"Aku lagi dibawa sama orang stress, kalau misalnya nanti ada apa-apa sama aku. Tolong kamu jebloskan aja dia di penjara, kayaknya emang gak bisa ngomong sama orang stress yang ada malah makin stress dibuatnya," ucap Shenin.
Namun belum sempat ia mendengar jawaban dari Satrio, nyatanya Adinata lebih dulu merebut ponselnya dan mematikannya sepihak. Hal itu semakin membuat Shenin meradang.
"Lo emang gila!"
"Karena kamu, saya jadi gila. Tolong cukup jauhi dia dan kembali bersama saya," katanya.
Ah, kepala Shenin rasanya sakit menghadapi orang yang kurang waras. Ia lalu menutup telinga serta matanya dengan pelan, berharap jikalau ia akan secepatnya sampai di apartemen.
"Bangunin gue kalau udah sampai," kata Shenin.
__⊙﹏⊙__
Sesampainya di parkiran, Shenin mengerjapkan matanya. Lampu mobil yang redup membuatnya semakin mengantuk, namun ia harus segera keluar dari mobil ini.
Matanya mengedarkan pandangan, tak ada Adinata di mobil ini. Lalu ia mendengar sayup-sayup seseorang yang sedang beradu argumen.
"Papa lagi kenapa? Kok kayak aneh gitu, ada pacar Papa di dalam mobil?" tanya sekarang pria yang lebih muda.
Shenin tak dapat melihat pria itu dengan jelas, namun ia seperti pernah mendengar suara tersebut. Tapi entah dimana dan siapa? Cukup familiar baginya, dengan penuh rasa penasarannya, Shenin berusaha untuk menguping pembicaraan.
Adinata tampak menggeleng. "Bukan begitu. Kamu ada apa menemui Papa? Mau tidur di apartemen Papa sekarang? Kayaknya ini bukan jadwal kamu seperti biasa."
Ah, apakah itu anak Adinata? Kata pria itu ia telah mempunyai anak yang seumuran dengan Shenin. Mengapa Shenin tak mendekati anaknya Adinata saja? Agar pria itu bertambah lebih panas lagi? Namun, ia kembali menyadari dirinya.
Ia harus menjadi wanita yang mahal dan tak gampang didapatkan! Kalau seperti itu, bukankah ia seperti wanita gampangan karena mudah didapatkan. Tapi, apakah ia harus menampakkan diri di hadapan anak Adinata sekarang?
Pria muda di samping Adinata tertawa kecil. "Papa, kayak sama siapa aja. Aku selalu pakai jadwal, kan aku anak Papa dan bisa ketemu sama Papaku kapan aja. Jadi bukankah harusnya Papa gak masalah? Aku udah bilang sama Papa kalau harusnya cari pasangan, ini sudah terlalu lama sejak Mama meninggal. Orang yang sudah mati dan tak akan pernah kembali, mungkin Mama akan pergi dari hadapan Papa. Tapi tetap dalam ingatan Papa, sebagai manusia juga Papa butuh teman untuk cerita dan berbagi. Menikahlah."
Nah! Anak Adinata saja mendukung untuk menikah kembali. Lantas apa yang membuat Adinata dulu menolaknya? Kalau masalah tak punya perasaan, bukankah seiring berjalannya waktu Adinata bisa mencintainya?
"Shen! Please, Lo harus mikir waras dan gak lagi terkecoh sama akal busuk Adinata! Manusia gaje yang suka merusak rencana baik, Lo! Mari kita pergi dari sini!" gumam Shenin.
Ia tak peduli lagi, sekalipun sekarang sikap Adinata berubah padanya, ia tak akan mudah begitu saja untuk menerima Adinata. Pria tua yang aneh! Sewaktu-waktu pasti pria itu bisa kembali mengeluarkan mulut beracunnya.
Dengan pelan, Shenin membuka pintu mobil Adinata yang tak terkunci. Ia juga mengambil ponsel serta barang-barang miliknya. Sebelum Adinata tahu jikalau ia pergi begitu saja.
"Kamu pikirkan aja masa depan kamu dan kantor. Jangan pikirkan masalah Papa. Kata kamu mau mengenalkan seseorang sama Papa, mana?" balas Adinata.
Shenin masih penasaran, ia berusaha untuk mengintip. Namun tetap saja anak Adinata tak dapat terlihat jelas, hanya bagian belakangnya saja dan Shenin tak dapat mengenalnya sama sekali. Mungkin hanya perasaannya saja, padahal ia tak mengenal sama sekali.
"Kayaknya udah gak ada harapan, Pa. Dia benar-benar marah sama aku karena dulu aku sempat buang dia gitu aja. Aku baru sadar setelah dia pergi, ternyata kehadiran dia begitu berharga untuk aku. Dan aku sangat menyangkan hal itu terjadi karena kebodohan aku sendiri. Makanya kalau misalnya Papa udah bertemu dengan jodohnya, disegerakan saja. Daripada harus kehilangan kayak aku."
Alih-alih dapat melihat wajah anak dari Adinata, namun nasib buruk yang menimpa Shenin. Kepalanya terhantuk pada motor yang di parkiran samping mobil Adinata. Sehingga suaranya menarik perhatian Adinata serta anaknya.
"Itu pacar, Papa?"
Suara langkah kaki terdengar, jantung Shenin berdegup. Ia harus lari dari sini, daripada harus melayani anak Adinata yang sama anehnya. Dan ia harus menghindari Adinata segera mungkin!
Selamat membaca, tolong maafkan aku karena lama dan typo.
Sehat selalu ya 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Naksir Ayah Mantan
RomanceBelleza Shenin menyukai tetangga barunya, duda yang mempunyai jarak umur sangat jauh dengannya. Bagian plot twist nya adalah ternyata lelaki yang ia sukai-- ayah dari mantan pacarnya. Januar Adinata, lelaki duda beranak satu yang setia pada almarhum...