04. Membujuk?

2K 155 10
                                    

"Kayak apa Ha–"

"Kayak mirip kembaran ku, dari segi wajah, warna mata dan sifat mereka memang persis mirip dengan kembaran ku. Tapi sih itu masih alibi ku saja,"

"Aku pikir aku saja yang merasakan itu,"

"Sama,"

Mereka terdiam memandangi satu sama lain, mencerna apa yang barusan mereka katakan tadi.

"Tunggu dulu,"

"Jangan–jangan ..."

"Kaloh mereka memang adik–adik kita, itu berarti, kita–mereka itu Kakak, adik dan sepupu kan?!"

"Hah?"

"Ayolah, kalian kan tadi bilang kaloh kalian juga merasakan bahwa ada beberapa dari mereka yang mirip dengan adik–adik kalian, sama seperti apa yang gue bilang tadi. Well, kaloh emang dugaan gue benar."

"... Itu berarti bisa dibilang kita ini saudara kan? Lebih tepatnya."

"Sepupu," Lanjut Halilintar, membuat Petir dan Voltra terdiam, apa yang dikatakan Halilintar ada benarnya, tetapi jika mereka memang memiliki ikatan keluarga, atau saling berstatus sebagai sepupu mengapa mereka,

Tak pernah melihat satu sama lain saat diacara keluarga mereka? Aneh bukan?

"Yakin kita sepupu?"

"Kenapa nanya gitu? Kan gue sih sebenarnya cuman nebak doang."

"Kaloh emang iya, kenapa kita nggak pernah ketemu pas acara keluarga? Kenal aja nggak tuh satu sama lain."

"Iya sih, tapi bukankah marga lo sama Voltra itu Delecvon dan Alexander? Dan diantara mereka juga memakai marga itu kan?"

"Jangan lupa bahwa disana juga ada marga yang sama seperti dengan marga yang gue pakek sekarang."

Krik...

Krik...

Kesunyian melanda ketiga pemuda itu, mereka sibuk dengan arah alur pikiran mereka yang entah kemana.

Jika dipikir–pikir lagi beberapa dari pemuda yang berstatus menjadi teman mereka tadi memang mirip sih seperti adik–adik mereka, dari sifat, warna mata, bahkan marga dan nama mereka.

Atau ini hanya sebuah kebetulan saja? Tapi rasanya aneh jika ini adalah sebuah kebetulan jika jadinya semirip ini kan?

"Argh! Udah lah, nggak usah dipikirkan lagi capek mikirinnya kalau emang ini cuman kebetulan aja kan?" Geram salah satu dari mereka, lagi pula kenapa mereka harus memikirkan keluarga mereka? Bukannya keluarga mereka sendiri tidak pernah memikirkan mereka bertiga?

"Benar juga sih, udah yuk pulang udah masuk jam makan siang nih."

"Yah, udah skuy lah pulang!"

Gue harap, itu emang bukan kalian ya, Gue nggak ingin kalian malu melihat Kakak pembunuh kayak gue. Semenjak Halilintar keluar dari rumah malam itu, ia memang benar–benar berniat untuk melupakan keluarga nya, namun hasil nya nihil, ia tetap tidak bisa melupakan keluarga nya itu.

Sementara itu, kediaman keluarga Zirgan.

"Assalamualaikum, Mama, Papa, Om, Tante kami pulang!"

Para Boel maupun Bofus menghampiri orang tua mereka yang terlihat duduk santai disofa king size. Mereka mendudukkan bokong nya kesofa tersebut.

"Waalaikumsalam, ceria amat kalian semua kelihatannya, ada apa disekolah tadi?" Tanya perempuan yang bernama lengkap Aldara Dwi Putri.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang