46. Musuh Dalam Selimut

252 34 2
                                    

"Hentikan Velo sebelum terlambat. Sebelum kamu menyesal dengan keputusan kamu itu."

"Aku menyesal buat apa, Pa? Aku cuman mau dia ngerasain apa yang Raya rasain! Raya itu sahabat kecil aku,"

Agam menarik nafasnya gusar, menatap anak angkatnya itu. "Jangan gegabah Velo. Kasus itu sudah ditutup 8 tahun yang lalu. Kamu jangan bodoh."

"Halilintar bukan tersangka utama. Dia cuman dijadikan kambing hitam oleh Kagami."

"Lagi pula bukannya Kagami sudah dibunuh sama orang lain? Itu berarti kamu tidak perlu lagi harus turun tangan dalam kasus ini."

"Hentikan sebelum kamu menyesal Veloin. Zirgan itu bukan tandingannya Xaeleon, Velo." Kata Agam.

"Papa kamu benar Velo, jangan bikin semuanya jadi buruk. Apa yang mau kamu ungkap lagi, Nak? Bukan kah waktu itu kamu juga udah dengar sendiri kan, bahwa Halilintar bukan pelakunya." Kata Nia yang tiba–tiba saja datang entah dari mana.

Veloin menghela nafasnya sejenak. "Velo tau, Ma. Tapi tetep aja Halilintar juga salah disini."

"Apa yang kamu pikirkan Veloin? Halilintar tidak bersalah nak." Kata Agam yang sedang memijat pangkal hidungnya.

"Karna kegagalan dia, Raya gak selamat, Pa. Karna dia aku harus kehilangan temen aku. Karna–"

"Cukup Veloin! Kamu jangan dibutakan oleh tipu daya otak kamu itu!"

"Kamu seharusnya mengerti bagaimana posisi Halilintar waktu itu! Kamu mengatakan hal semudah itu karna apa? Karna kamu sama sekali tidak pernah berpikir bagaimana menjadi dia waktu itu."

"Dia harus mengambil pilihan yang sulit Velo. Salah langkah saja dia bisa membahayakan nyawa nya bahkan nyawa Raya. Dia bisa saja nekat, tapi Halilintar itu dewasa dia sama seperti Marcel yang bertindak dengan hati–hati."

"Jangan dibutakan oleh cinta pertama kamu itu, Velo. Kamu harusnya sadar dia sama kamu udah beda alam. Beda tempat. Beda cerita."

"Papa harap kamu mau menghentikan aksi gila kamu itu, sebelum kamu menyesal nantinya." Kata Agam lalu berlalu pergi meninggalkan Veloin yang terdiam, dan Nia yang menggelengkan kepalanya heran.

"Papa kamu benar, Nak. Jangan gegabah yang kamu lawan itu bukan musuh geng motor kamu, tapi yang kamu lawan itu salah satu keluarga Zirgan."

"Kamu tau sendiri kan betapa bengisnya Marcel saat tau anak–anaknya diusik? Dia memang keliatan baik, tapi aslinya Marcel itu tidak suka keluarganya diusik oleh orang lain."

.
.
.

"Lin,"

"Emm?"

"Lo masih diteror sama orang itu?" Tanya Seron.

"Masih."

"Lo tau siapa pelaku yang neror lo itu?" Tanya Seron lagi membuat Halilintar menggeleng.

"Hm .... Apa jangan–jangan yang naruh kepala Kagami dikamar lo itu sih peneror itu juga?"

"Maybe. Soalnya isi teroran dia itu memang nyambungnya sama kejadian 8 tahun lalu, Ron."

"Tapi yang bikin gue bingung, kayaknya peneror gue itu ada dua deh."

"Maksudnya?"

"Iya. Yang satu soal kejadian itu, dan yang satu lagi kayaknya soal masalah pribadi deh. Tapi gue gak tau gue pernah buat masalah apa sama orang lain."

"Seinget gue, gue dulu gak pernah sama sekali pun buat masalah sama orang lain. Terkecuali kaloh dia yang ngusik gue duluan." Katanya.

Seron terdiam, lalu detik berikutnya dia mendengus kesal. "Maybe, seseorang yang punya dendam sama lo dari masalalu barang kali," sahut Seron.

Halilintar menoleh, menatap sahabatnya yang sekarang hanya mampu memainkan ponsel pintarnya.

"Seseorang dari masalalu? Masa sih, perasaan gue, gue gak–" ucapan Halilintar terhenti, kala notifikasi masuk kedalam room chat miliknya.

+62 882 xxxx xxxx

Harimau yg baik tdk akan pernah menunjukkan sisi munafiknya didepan mangsanya.

Understand, Sir Zirgan?

Bulan pernuma, air mata meluruh dengan derasnya tanpa henti, bumi kehilangan satu orang manusia lagi.

Dan satu manusia lagi akan menjadi kambing hitam dalam permainan ini.

Jngn belagak tak bersalah disini Halilintar, sumber masalah selalu dateng dari lo.

Halilintar terdiam, meratapi pesan teror yang masuk dalam room chat miliknya.

Sumber masalah? Sebenarnya apa yang pernah ia lakukan dimasa lalu atau.... Apa saja kejadian yang terjadi dihidup nya?

Seingat dirinya, ia tak pernah mencari gara–gara dengan orang lain, terkecuali masalah Kagami.

Itu pun sudah 8 tahun yang lalu, bukan? Lantas motif apa yang pernah dirinya perbuat dahulu kepada satu peneror ini?

Jika peneror pertama terikat dengan masalalu Raya. Lalu peneror kedua berhubungan dengan apa?

Entahlah, Halilintar sungguh dibuat bingung saat ini. Apa perlu dirinya membocorkan ini kepada Mauuren, Marcel dan juga keenam adiknya? Atau tidak?

Dalam diamnya, batin seseorang mulai berkata penuh makna dan senyum yang tak jelas artinya apa itu mengembang, menghiasi wajah jelek nya itu.

Payah lo. Bersikap pura–pura gak tau, padahal lo sumber masalah ini Halilintar. Lo sama Veloin itu sama aja, sama–sama bodoh. Sama–sama munafik.

"Kenapa lo diem aja, Lin?" Tanya Seron saat melihat Halilintar hanya menatapi ponsel miliknya.

"Gak, gak papa kok."

"Pesan dari siapa? Kusut banget tuh muka, dari cewe lo ya?"

Halilintar mendelik tajam kearah Seron. "Gue gak punya cewe. Gue males kenal sama cewe ribet."

"Homo lo?"

"Sembarang! Gue emang males punya cewe tapi gak homo juga anjir! Lagian lo tau sendirikan gue punya 6 tuyul yang ribet nya kayak cewe."

"Adek–adek lo?" Kekeh Seron membuat Halilintar mengangguk.

"Gue kasih tau mereka ya soal ucapan lo tadi."

"Kasih tau aja gak peduli gue."

"Yakin? Nanti mereka ngambek lo sendiri yang pusing lagi."

"Bodoh amat emang gue peduli. Mereka juga kaloh ngambek cuman minta di peluk sama dicium doang."

"Njir itu umur mereka berapa sih sebenarnya, kek bocah aja anjir. Mungkin nih ya kaloh mereka gak punya hubungan darah sama lo, kali aja udah jadi belok lo sekarang."

Halilintar melotot tajam kearah Seron. "Mulut lo lama–lama gue jahit ya, Ron. Sembarang aja kaloh ngomong. Atau jangan–jangan lo lagi yang suka sama gue selama ini?"

Seron mendelik kearah Halilintar. "Ogah gue sama lo! Udah batu kulkas lagi!" Gerutunya kesal, lalu meninggalkan Halilintar sendirian disana.

"Sialan sih anjing, gue malah ditinggal sendirian disini."

---

Ngebosenin ya? Sabar ya sekitar 4 sampe 7 bab lagi lah selesai nih cerita.

By : @AqueeneIntan.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang