40. VAX Sang Peneror

433 40 2
                                    

Rumah sakit itu banyak. Walau tujuannya sama–sama untuk menyembuhkan seseorang, namun ada juga tujuan dari mereka yang melenceng jauh dari kata utama Rumah sakit.

Beberapa darinya, maybe menjadikan beberapa pasien mereka sebagai bahan uji coba. Apalagi untuk para Dokter yang masih pemula.

Yang dimana, ilmu pengetahuan dan penasaran mereka amat lah tinggi. Tidak memperdulikan lagi, tentang apa yang akan terjadi nantinya, kepada pasien yang menjadi uji coba mereka.

People with mental disorders adalah individu yang mengalami gangguan dengan pikiran, perasaan dan perilakunya yang dimanifestasikan dengan bentuk gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menyebabkan penderitaan serta hambatan dalam membedakan mana dunia nyata dan dunia khayalan nya.

"Tan," Cowok berusia 18 tahun itu meraih tangan keriput wanita dengan pakaian rumah sakit dengan nomor pasien 321 Viska Alurain.

"Tante Viska tenang aja ya? Velo janji bakalan membalaskan dendam Tante Viska sama Om Arsenal soal kematian Raya. Velo gak bakalan tinggal diam aja soal ini,"

"Meskipun Velo tau, kasus ini sudah ditutup 8 tahun yang lalu. Dan Velo juga tau bahwa semuanya udah jelas. Kaloh semisalnya bukan dia yang ngebunuh Raya,"

"Meskipun demikian fakta nya kayak gitu, tapi tetep aja Velo gak terima Tante. Velo janji, bakalan buat mereka menyesali semua perbuatan mereka. Dan Velo juga janji sama Tante, buat mereka ngerasain apa yang Tante, aku, dan Om Arsenal rasain waktu itu."

"Tante tenang aja ya?" Cowok yang sempat menyebut namanya Velo tadi tersenyum lembut menatap prihatin Viska.

"Nanti kaloh misinya udah selesai, Velo bakalan kasih tau Tante ya? Velo juga bakalan sering–sering kesini buat jengukin Tante."

"Cepat sembuh ya, Tan? Velo pamit pergi dulu,"

"Assalamualaikum,"

.
.
.

"See, gimana sama rencana nya bos lo itu? Jadi?" Celetuk salah satu teman nya disana.

"Jadi kayaknya,"

"Gila sih anjir kata gue si Velo. Dia kan udah tau kaloh kasus itu udah selesai dari lama, terus ngapain dibuka lagi sama dia? Lagian tuh orang juga jelas–jelas gak bersalah, tapi masih aja mau dibales."

"Heran gue. Sebenarnya hati Velo tuh terbuat dari apaan sih? Udah dingin, cuek, pemarah, sok bisa sendiri lagi."

"Udah dibutakan sama dendam masalalu, To. Jadi ya dianggap enjoy aja maybe." Balas temannya–Moris.

"Enjoy pale lu goblok! Lo tau kan apa yang dilakukan Velo ini sama aja kayak mau bunuh orang kan? Semisalnya pun dia ketahui dia bakalan dipenjara sesuai dengan pasal 368 ayat 2." Balas Haruto tak santai.

"Yee gue juga tau bangbang, kagak usah maen pukul–pukul pale anak orang aja lu. Kaloh semisalnya lo mau mukul pala orang, gue saranin mukul aja tuh palanya sih Velo. Biar otaknya bener dikit," Sunggut Moris kesal.

"Gak usah mukul pala nya, langsung terjunin aja dia dari atas tebing biar sadar dia."

"Sih goblok! Itu sama aja namanya lo mau bunuh temen lo sendiri ego!"

"Ya habisnya gue kesel sama tuh anak. Udah dewasa malah kayak anak kecil pemikirannya."

"Ya udah sih wir, lagian dia juga yang bakalan nikmati hasil dari tanggung jawab dia nantinya."

"By the way, masih lo bantu Al? Atau enggak lagi?" Tanya Moris penasaran.

Alzeiga menggeleng. "Enggak. Gue cuman bantu nyariin informasinya aja. Gue gak mau dibawa–bawa dalem masalah ini terlalu jauh sama Velo."

–Wash S2–

"Argh bangsat, siapa sih tuh orang?"

"Ngapain coba dia pakek segala neror–neror gue lagi. Dia kan udah tau semua tentang kasus pembunuhan Raya itu,"

"Terus hubungan nya gue sama itu apalagi coba? Kaloh semisalnya dia mau bales dendam tentang itu, kenapa harus ke gue? Kenapa gak ke Kagami aja coba?"

"Dia kan pelaku yang asli. Kenapa jadi gue yang harus ikutan kena imbasnya, BANGSAT ARGH BAJINGAN?!" Halilintar terus–menerus memukul tombol stir mobil miliknya.

Emosi cowok itu sedang tidak stabil saat ini.

Halilintar terdiam, dengan mata tertutup rapat. Sekarang ini, pikirannya sedikit kacau akibat surat yang diterimanya siang tadi.

Ting!

Antensi cowok itu berpaling kearah ponsel nya. Tampak, satu nomor yang sama dengan nomor yang sempat memberikan dirinya sebuah ancaman tadi siang.

+62 857 xxxx xxxx

Baru permulaan aja lo udah kalang–kabut kayak gini. Gimana sama yang selanjutnya nanti Halilintar?

Gue maunya lo ngerasain apa yang dirasain sama Tante Viska.

Gue mau lo gila. Gue mau lo mati. Gue gak bakalan biarin hidup lo tenang.

Sekarang, lo cuman perlu tunggu saja taktik selanjutnya dari gue. Ahaha.

Lo siapa ajg?!

Mksd lo ngomong kayak gitu apaan hah? Gak usah ngadi–ngadi. Jelas² bukan gue pelaku dari semua ini.

Lo, Gue percaya?
Lo pikir gue takut gitu sama lo?

Tetep aja lo yang bersalah disini Halilintar! Andai kata lo bisa nyelamatin Raya waktu itu, semuanya gak bakalan jadi kayak gini!

Lo munafik! Lo egois! Tampang aja sok keren.

Bacott lo, sekarang gue nanya, emangnya lo ada disana? Di tempat kejadian waktu itu, hah?

Lo aja waktu itu masih bocah ingusan aja bangga. Gak tau apa² itu diem.

Masalah yang udah ditutup jangan lo buka² lagi! Beban tau gak bangsat!

Pppp
Jawab ajg?! Ngapain lo diem aja hah? Takut lo?

Kicep lo kan, sama apa yang gue bilang, iya?!

"Argh! Peneror sialan! Gue harus cari tau soal dia pokoknya."

"Gue gak bakalan biarin dia mencelakakan orang–orang terdekat gue karna masalah ini aja,"

"Siapapun itu dia, gak bakalan pernah gue maafin."

"Enak aja tuh orang, masalah udah–ANAK DAJJAL GUE NABRAK ORANG DONGG?!"

Bruk!

....

Random sekali tingkah mu, Halilintar.

Kangen gak? Vote, komen, jangan lupa yaaa.

By : AqueeneIntan.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang