24. Bau Amis Darah

1.1K 113 42
                                    

Ciee Ayangnya Metong,╰

Tok!

"Kak, lo didalem kan?! Lo gak papa kan? Kak! Jawab Kak!"

Ketukan pintu yang disertai oleh teriakan seseorang terdengar nyaring, yang mana membuat Halilintar langsung terdiam didalam sana.

Ia bingung. Sungguh ia tidak bisa menjelaskan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya sendiri.

"Mau heran, tapi ini nyata terjadinya," Gumam pemuda itu pelan. Halilintar kembali membuka keran wastafel guna membersihkan muntah aneh nya itu.

"Gak bakalan terjadi apa–apa kok, orang cuman muntah duit 100 ribu sekepok, doang." Lanjut nya lagi setelah sisa-sisa muntahnya itu telah lenyap terseret oleh air yang keluar dari keran wastafel itu.

Selanjutnya Halilintar berjalan santai menuju keluar dari kamar mandi yang dimana diluar sana seperti pasar yang tengah heboh dengan Emak–emak yang sedang menawar–nawar barang yang akan dibeli oleh Emak tersebut.

Bedanya ini cuman karna genre nya aja. Ye kan?

Ceklek

Tok!

Halilintar yang baru saja membuka pintu dan berada diambang pintu kamar mandinya, kini ia sedang meringis karna seseorang baru saja menoyor kepalanya.

Udah pusing dari dalem, ditambah digetok lagi sama orang jadi pusing luar dalem kan jadinya,

"Aduh apasih main pukul–pukul aja!" Kesal Halilintar yang tak terima seraya mengusap-usap kepalanya yang terasa sedikit sakit. Ralat. Sangat sakit.

Sementara sang pelaku pun hanya cengengesan tidak jelas saat melihat ulahnya sendiri. "Hehe, sorry, Kak. Habisnya sih pala lo itu kayak pintu, kuat banget. Jadi gue gak nyadar jadinya." Katanya seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Halilintar mendengus sebal melihatnya. Tidak bisa kah sehari saja tidak ada Tumbar {Tuyul Kembar} yang mengganggu dirinya ini?

"Terserah. Lagian kalian ngapain sih kesini? Mana ngetok pintu aja kagak, izin masuk juga kagak." Tutur Halilintar kesal.

"Udah izin, sama ketok pintu kok tadi!"

"Izin nya sama siapa?"

"Angin, Setan, sama Kacang!"

Halilintar lagi dan lagi harus mengusap wajahnya kasar, tak lupa ia juga beristighfar 3 kali didalam hatinya karna sifat aneh saudara–saudaranya itu.

Astagfirullah, Inalillahi, Nauzubillah minzalik, capek gue lama–lama jadi Kakak mereka. Ada daftar pindah jadi Kakak orang lain gak ya? Kaloh ada gue mau daftar disana,

Capek sama adek sendiri.

Setelah komat–kamit sendiri dalam pikirannya Halilintar lantas kembali bertanya, "Terus ketok pintunya kapan?"

"Lah yang gue ngetok pale lu tadi masih kurang ye?" Tanya Taufan polos. "Mau sekali lagi gak Kak?" Sambungannya.

Oke. Baiklah sekarang darah Halilintar sudah mendidih setengah. "Itu bukan ngetok pintu anying! Itu ngetok palak gue bego!" Dungsel nya.

"Emang apa bedanya?" Beo mereka polos. Sepertinya mereka memang sengaja memancing amarah sang Singa Gledek Merah.

"Bedanya ya?" Nadanya masih terdengar sangat lembut. Ya sangat lembut. Sampai pada akhirnya ia menarik nafas dalam–dalam lalu menghembuskannya pelan.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang