27. Membujuk

1K 108 5
                                    

Prayreading 🐢🐢🐢

SEBELUM BACA JANGAN LUPA VOTE, DAN KOMEN DI PARAGRAF YANG KALIAN SUKA YA!

TUNGGU APA LAGI? CUPS! LANGSUNG BACA YOKK!

*****

"Kalian yakin, kalian bisa bujukin Halilintar, soal itu?"

"Bahkan, Tante sama Om kamu aja gak bisa–bisa bujukin anak keras kepala kayak Halilintar, itu."

"Bisa kok Tan, Tante tenang aja. Percayakan semuanya sama aku dan Voltra,"

"Iya, Tante tenang aja. Dengan kami berdua pasti beres kok."

"Baiklah, kaloh gitu Tante percaya kan sama kalian berdua ya? Tolong bantu Tante sama Om buat bujukin, dia."

"Sipp, deh Tan. Tante Mauuren tenang aja,"

.
人•͈
.

Terhitung sudah hampir memasuki 5 hari Halilintar berada dirumah sakit ini, semenjak kejadian dia kebalabalsan sampai pingsan dihari itu.

Dan 5 hari lebih juga lah, adik–adik nya, Omnya, Tantenya, sepupunya serta kedua orang tuanya, sudah berbagai cara membujuk Halilintar agar mau melakukan tindak operasi segera mungkin.

Mereka memang sengaja memaksakan Halilintar agar mau melakukan tindak operasi. Karna pada dasarnya, mereka memang tidak mengetahui, sampai mana penyakit langka itu akan berkamuflase sampai berapa tahap.

Minimnya gini, hanya sebagian orang saja yang mendapatkan penyakit itu.

"Lin,"

"Hm?"

"Lo gak ada niatan gitu buat ubah jalan pikir lo?" Tanya salah satu dari tiga remaja yang berada di ruangan tersebut.

"Maksud lo?"

Helaan nafas terdengar, remaja yang sedari tadi hanya memandangi ponselnya itu akhirnya menatap sang Sepupu. "Lo gila kaloh mau mempertahankan penyakit yang bersinggah ditubuh lo sekarang, Halilintar." Kata cowok itu datar.

"Gue tau itu. Tapi gue cuman gabut aja mau mempertahankan yang lagi singgah ditubuh gue ini,"

"Gak waras lo, Lin. Lo pikir hal kayak gini lo anggep enteng? Lo gak denger penjelasan bokap, nyokap lo waktu itu?" Cowok itu kembali memperingati Halilintar lagi, saat hari dimana Mauuren dan Marcel menjelaskan secara detail inci tentang penyakit langkah nya itu.

Halilintar terdiam. Ia memandangi dua insan yang masih memiliki ikatan darah dengan dirinya itu. Otak nya kembali lagi memutarkan ucapan kedua orang tuanya, kala itu.

Flashback On.

Buram. Satu kata yang dapat menjelaskan ilustrasi pandangan yang dapat cowok yang tengah berbaring di brankar itu dapatkan.

Shtt.. Sakit,” Gumam cowok itu mendesis pelan seraya memegangi kepalanya yang berdenyut sakit.

Saat ini hanya ada cowok itu sendirian diruangan yang entah ruangan apa itu, cowok itu tidak tau. Pasalnya, dari awal membuka matanya hingga 5 menit matanya itu terbuka, pandangan nya masih saja memburam.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang