35. Bocil Kematian

619 60 10
                                    

"Jadi, apa ada penjelasan dari kamu Solar Aleo Zirgan, hm?"

"Ma.... Leo lakuin ini ada alasannya, kalian jangan marah dulu sama Leo..."

"Gimana Mama, Papa gak marah dulu sama kamu, Leo, kamu aja dari tadi di tanya diem mulu,"

"Seharusnya kaloh kamu punya alasan, kamu pasti bisa jawab kan? Pertanyaan Papa sama Mama tuh simpel, Nak. Kami cuman pengen tau alasan kamu, buat Kakak kamu jadi balita dua tahun, Leo."

Solar menatap Marcel yang tengah menggendong seorang balita yang asik mengemut empeng yang ada di mulutnya.

"Leo bakalan kasih tau, asal yang lain udah–"

"Assalamualaikum, kami pul–EH?!" Kelima remaja yang baru saja sampai dirumah, kembali di buat tercengang saat melihat seorang balita yang berada di gendongan Marcel.

"Pa--Papa? Dia siapa? Anak tetangga atau Mama..." Taufan tidak bisa berkata apapun saat melihat balita mungil dengan empeng dimulutnya.

Marcel menoleh kearah Halilintar kecil, lalu memandangi Taufan lekat. "Dia Kakak kamu, Calvino," Jawab Marcel.

"H--HAH?! KAK AI? KOK BISA–"

"Karna ulah, gue." Jawab Solar anteng. Lima netra berbeda itu seketika melotot mendengarnya.

"Lo, jadiin Kak Ai–"

"Bukan. Gue cuman ya ngerasa gak enak aja ngeliat Kak Ai yang akhir–akhir ini banyak diem aja. Jadi gue buat ramuan buat dia jadi balita 2 tahun," Jelas Solar.

"Lo gila–"

"Iya gue tau, gue gila. Tapi efek ramuan gue cuman 5 hari doang,"

"Doang pale lu–"

"Iya tau. Soal urusan kuliah nya Kak Ai udah gue urus," Solar kembali memotong ucapan para kembaranya.

"Asu, lo bisa–"

"Diem elah! Bacot mulu lo pada, udah gue jelasin juga kan? Kenapa masih nanya juga coba!" Kata Solar kesal.

"Gimana kami gak ngebacot mulu coba? lo lagian sih kaloh mau buat kayak gini ngajak–ngajak kita lah minimal!" Sunggut Blaze kesal.

"Tau nih, buat ramuan gila sendirian aja, sesekali ajak kita–kita dong," Timpal Gempa.

Solar melongo mendengar nya. "Loh, lo pada gak marah sama gue?" Tanya Solar membuat kelima nya menggeleng.

"Ya enggak lah! Gimana kami bisa marah kaloh balitanya seimut ini!" Sahut Ice dengan cepat mengambil alih Halilintar kecil dari Marcel. Mencubit–cubit pipi gembul itu. Bahkan sesekali mengambil empeng yang sedang di emut bayi itu. Membuatnya kadang–kadang ingin menangis dan berusaha mengambil empeng itu kembali.

"Epen... Au, epen.." Lirih bayi itu, membuat yang disana semakin gemas.

"Aduh! Mama ngerasa jadi mutar waktu ke 21 tahun yang lalu deh!" Kata Mauuren gemas sendiri.

"Ma..."

"Hm?"

"Mama gak marah sama Leo, kan?"

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang