25. Hasil Laboratorium?

1.1K 108 14
                                    

–Happy Enjoy's

Decitan sebuah alat EKG masih terdengar nyaring ditelinga beberapa orang yang berdiri disana.

Mereka menaruh rasa khawatir pada anaknya yang saat ini tengah memejamkan matanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Satu suara berat berhasil mengundang seluruh netra mata yang berbeda–beda itu.

"Singkatnya gini, Pa. Kami pas diruang tamu kayak denger suara orang muntah gitu didalam kamarnya Kak Hali, dan ya Papa tau lah sendiri kan kaloh kami ini kepoan orangnya, jadi ya kami masuk ke kamarnya Kak Hali,"

"Eh pas dikamarnya Kak Hali, Kak Hali–nya gak ada. Alias lagi dikamar mandi, pas Kak Hali keluar, katanya Solar sempet nyium bau anyir dari mulut nya Kak Hali. Pas ditanya kenapa eh dia nya malah balik nanya,"

"Terus karna Kak Gempa kesal jadinya ngamuk dan maksa Kak Hali buat jawab, eh belum juga dijawab udah pingsan dengan mimisan ditambah ngeluarin darah dari mulutnya,"

"Jadi gitu ceritanya Pa. Paham gak?" Tanya Blaze setelah mempersingkatkan alur cerita yang sempat terjadi tadi. Singkat banget kan? Iya emang singkat kok.

Biadab emang. Gue gak maksain dia buat jawab tapi cuman ngeluarin Raja Hutan gue aja, Sahut Gempa tidak terima.

Iya singkat, sangat singkat. Sampai–sampai gue aja gak ngerti apa yang lo omongin. Kak.

Keadaan tiba–tiba saja hening, setelah beberapa detik lalu setelah ucapan singkat itu terucap dari mulut Blaze.

"Pa? Papa ngerti kan?" Panggil Blaze saat ucapannya belum sama sekali direspon oleh, Marcel.

"Ah, Papa ngerti kok sama apa yang kamu jelasin, tapi yang jadi topik utamanya disini ... Papa cuman takut kaloh Halilintar–"

"Ugh.. sshhht.." Ucapan Marcel terhenti, saat ringisan seseorang terdengar. Dia Halilintar, pemuda yang tengah meringis dengan satu tangan memegangi kepalanya. Mata pemuda itu juga bergeliat gelisah, yang menandakan siap membuka mata yang terpejam selama kurang lebih 1 jam itu.

"Halilintar?" Panggil mereka, yang mana langsung bangkit ke arah Halilintar. Karna memang sejak tadi mereka menunggu cowok itu di sofa ruangan rawat Halilintar. Biasa lah ruangan VVIP jadi lengkap semua dah didalamnya. Ada sofa, tivi, WiFi, dan juga AC tentunya.

Halilintar sendiri mulai membuka matanya, pandangan agak memburam akibat baru saja membuka matanya, tapi perlahan demi perlahan keadaan memburam itu telah digantikan dengan normal kembali.

Ia menoleh bingung ke kanan dan kirinya. Itu Keluarganya. Ia bingung dimana dirinya sekarang? Pasalnya kamar nya itu berwarna red–black–white bukan putih melopong membosankan seperti ini.

Dirinya juga bingung apa yang tengah terjadi dengan keadaannya sekarang ini. Kenapa dirinya bisa berada disini? Ruangan apa ini?

Ah, sial Halilintar jadi tambah pusing saat memikirkan semua hal itu. Cowok itu pun mencoba bangkit dari tidurnya, namun kembali ditahan oleh tangan lembut seseorang.

Itu Mauuren. Wanita berusia 45 tahun itu tampaknya sangat mencemaskan dengan keadaan Putranya. Meskipun usia nya sudah menginjak masa–masa tua, namun percayalah, Mauuren masih tampak cantik, layaknya masih berusia 25 tahun.

Mungkin karna efek pernikahan yang harmonis? Atau karna seorang orkay doang? Entahlah.

"Jangan bangun dulu, Sayang. Kamu baru aja bangun dari pingsan kamu. Mama takut kamu kenapa–kenapa lagi," Ujar Mauuren lembut, seraya mengelus surai anaknya.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang