17. Mati Suri?

1.3K 106 13
                                    

Waktu terus berganti dengan waktu. Jam mulai berganti angkanya. Tak terasa waktu untuk pulang ke sekolah telah tiba.

Dengan tergesa–gesa seluruh murid kelas X, XI, dan XII berhamburan keluar dari ruang kelasnya masing-masing, mereka menghirupi udara siang hari yang mulai berdebu, karna banyaknya sepeda motor maupun kendaraan roda empat yang berlalu-lalang disana.

Karna memang kebetulan sekolah mereka, berada didepan jalan raya. Yang artinya, banyak sekali mobil dan motor yang terus–menerus, berlalu–lalang didepan sekolah mereka.

"Lebih baik kita segera ke rumah sakit aja deh, perasaan gue gak enak sedari awal kita ninggalin Kak Hali tadi." Sahut Solar gelisah, disebelahnya ada Ice yang mengangguk setuju.

"Gue sih setuju aja sama lo Lar, gue juga dari tadi juga ngerasain itu, kayak lagi ada sesuatu yang terjadi disana. Tapi ya, karna gue orang nya netra jadi gak terlalu gue pikirin." Jelas Ice.

"Ya tapi, Kak. Kaloh nggak dipikir–pikir juga pasti bakalan kepikiran sendiri pastinya!" Sunggut Solar.

"Itu mah udah jadi hal biasa kali. Semua orang pasti pernah mikir yang kayak gitu," Kata Ice berujar datar.

"Dan sebab dari situ, lebih baik kita kerumah sakit aja sekarang, jangan banyak buang–buang waktu disini, ngobrol–ngobrol yang nggak ada faedah nya." Lanjut Ice lagi, lalu mulai melangkahkan kakinya kedepan, diikuti oleh kelima saudara kembarnya.

01. We Are Sorry Halilintar!

Disinilah keenam remaja yang masih berstatus kelas XII itu berada, dimana ruangan yang dominan seluruh nya berwarna putih, lengkap dengan bangku–bangku penunggu yang bernuansa berwarna hitam.

Ini perasaan gue aja atau emang sudah terjadi sesuatu disini? Sejak melangkahkan kaki dirumah sakit ini, rasanya jantung gue mau terbang nyari Tuhan buat dijadikan rumah barunya,

Dia nggak papa kan? Okay, baiklah Vanzora lo harus tenang, jangan khawatir, jangan panik.

Setupuk demi setupuk tetesan air keringat turun dari kening Ice, wajah yang biasanya hanya menampilkan ekspresi malas itu kini untuk yang pertama kalinya ia menunjukkan ekspresi yang berbeda dari biasanya.

"Ora, lo kenapa? Lo baik-baik aja kan?" Tanya Blaze seraya menyekat keringat yang bercucuran di kening adiknya.

"Apaan sih lo Den!" Kesal Ice saat Kakak nya Blaze yang memperlakukannya layaknya bocah TK. Padahalkan Ice bisa membersihkan sendiri keringat nya itu!

"Gak usah jutek–jutek dek, bukannya bersyukur punya Kakak tampan baik gini," Gerutu Blaze datar.

"Lagian lo mikirin apa sih? Dari tadi gue perhatiin udah kayak Kak Hali kedua aja tau gak, cuman beda colour eyes aja." Lanjut Blaze kembali.

Sebuah senyum tipis mengembang diwajah Ice. "Gue, nggak papa kok. Gak usah khawatir, and by the way lo gak ganteng ataupun baik sama sekali, lo itu ngeselin buruk lagi." Kata Ice judes lantas mulai bergegas meninggalkan Blaze yang masih saja menyumpahi dirinya.

"Kurang asem, punya adek!" Gerutunya kesal, lantas mulai berlari menyusul Ice, karna memang mereka berdua lah yang tertinggal jauh dari keempat saudara mereka yang lain.

We Are Sorry Halilintar | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang