Aku menatap nabastala yang mulai berganti warna menjadi kejinggan. Kini, aku hanya hidup sebatang kara. Aku sudah tak punya sesuatu yang disebut keluarga. Ayah dan ibuku meninggal dalam insinden kecelakaan 2 bulan lalu. Dan sekarang, aku harus pindah dari kota metropolitan, Jakarta menuju Mojokerto. Kampung halaman ku. Aku disini tetap akan tinggal sendiri, namun setidaknya masih ada om dan tante ku yang dapat membantu mengurus dan mengawasi ku.
Kini, aku sedang duduk di balkon sambil menatap langit. Ditemani secangkir teh hangat dan alunan lagu berjudul 'Hati-hati di jalan' yang dinyanyikan oleh Tulus. Ah sebelum nya, perkenalkan namaku Derana Pranadita, kadang dipanggil 'Ran' atau 'Rana'. Aku adalah remaja berumur 17 tahun yang masih duduk di bangku kelas 11 SMA.
Rasanya bosan sendirian di rumah. Sepi. 3 hari lagi aku baru bisa berangkat sekolah. Yah, urusan kepindahan sekolahku masih di urus, makanya sekarang aku belum bisa masuk.
"Permisi! Ada orang enggak yah?" teriak seseorang dari pintu masuk. Posisi ku yang berada di balkon atas membuat ku mudah melihat siapa yang datang ke rumah ku. Ah, ternyata itu mbak Dyah. Salah satu tetangga ku. Aku lantas buru-buru turun untuk membukakan pintu.
"Iya, sebentar!"
Ketika aku membukakan pintu, aku melihat Mbak Dyah yang membawa piring berisikan lauk berupa tumis kangkung.
"Ini, dari ibu. Dimakan ya, Ran."
"Oalah, jadi ngerepotin. Mantur nuwun ya mbak," ucap ku seraya mengambil piring yang disodorkan oleh Mbak Dyah.
"Sama-sama Ran. Mbak pamit dulu kalau begitu," pamit mbak Dyah yang kemudian berlalu. Ah, aku tak perlu masak untuk makan malam. Syukur deh. Badan ku terasa sudah lengket. Sepertinya aku harus mandi. Aku mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Ketika ku buka kran, air nya tidak keluar. Apa ada masalah di sumur nya yah? Apa air di sumurnya habis yah? Aku lantas keluar dari kamar mandi dan meraih handphone ku. Aku menyalakan senter yang berasal dari handphone ku untuk mengecek sumur yang berada di belakang rumah ku.
Aku arah kan handphone ku ke dalam sumur. Air nya masih ada. Banyak malah. Berarti ada masalah di mesin nya. Sepertinya aku harus memanggil mas Joko, untuk membenarkannya. Baru selangkah aku menjauh dari sumur itu. Sialnya aku terpeleset. Dan...
BYUR
Aku terjebur ke dalam sumur dengan kedalaman 4 meter. Aku berusaha untuk tidak tenggelam, namun dewi fortuna tidak berpihak pada ku. Kaki ku tiba-tiba terasa kram dan sulit digerakkan. Ah, apa ini saat nya aku menyusul orang tua ku? Tapi aku tak ingin mati konyol seperti ini! masa aku mati hanya karena kepeleset dan jatuh ke sumur? Konyol sekali!
Air mulai memasuki rongga dada ku. Dan aku mulai kehabisan tenaga serta nafas. Ah aku teringat aku belum menyicipi tumis kangkung buatan ibu Mbak Dyah. Sedetik kemudian kegelapan menutupi mataku. Aku berasa ingin mati. Tapi, sejujurnya aku tak ingin mati.
---
Jangan lupa votment yah
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...