Chapter 38

1.2K 103 2
                                    

"Bicaralah," ucap Hayam dengan suara tegas. Atmosfer di sekitar kami kian memberat , seiring dengan tatapan serius Hayam yang menatap netra ku.

"Tadi, ketika aku mempersiapkan air mandi untun Yunda Sudewi, aku mendengar dua orang pelayan berbicara. Mereka saling bercerita mengenai kondisi keluarga mereka di kampung halaman mereka. Kebetulan, kampung halaman mereka berada di Sadeng dan Keta. Tempat yang kau curigai itu. Aku mengingat, kau sebelumnya sangat kewalahan dan terbebani mengenai permasalahan Sadeng dan Keta.

Jadinya, aku memilih untuk diam dan mendengarkan informasi itu. Awalnya, salah satu pelayan itu bilang. Keluarga nya yang berada di Sadeng mengabarkan suasana dan keadaan tidak stabil. Lembu Bajra merekrut pekerja besar-besaran, namun hanya setengah dari mereka yang kembali ke rumah. 

Rumornya, Lembu Bajra sedang membuat kelompok untuk menyulut kembali pertempuran antara Trowulan dan Sadeng. Setelah itu, pelayan satu lagi menambahkan informasi bahwa keluarganya yang berada di Keta mengabarkan bahwa, Ra Tuwuh dan Dyah Gantari sedang gencar nya merekrut warga menjadi bagian kelompok mereka.

Yang bersedia menjadi komplotan mereka, akan di berikan banyak uang. Setelah itu, aku menyela mereka dan meminta mereka menjelaskan lebih jauh. Hanya ada sedikit informasi tambahan, seperti dimana mereka sering berkumpul dan selingkuhan Ra Tuwuh," jelas ku panjang lebar.

Hayam menghela nafasnya, namun ia tersenyum pada ku. Ia kemudian mengusap kepalaku lembut.

"Terimakasih sudah memberikan informasi ini. Ini sangat berarti bagiku," ucap Hayam kemudian.

"Tidak masalah. Lalu, langkah apa yang akan kau ambil?" tanya ku.

"Tentu saja, aku akan memata-matai keseharian Lembu Bajra, Ra Tuwuh, dan Dyah Gantari. Oh iya, siapakah selingkuhan Ra Tuwuh?" tanya Hayam.

"Mandhari. Ia seorang penari yang bekerja di alun-alun. Tiap malam, ia dan kelompok tari nya akan melakukan pentas tari," jelas ku lagi.

Hayam tersenyum miring, "Mandhari.... arti nama nya saja yang bagus, tapi tidak dengan kelakuannya."

Aku mengkerutkan dahi, "Memang apa arti dari namanya?"

"Mandhari artinya terhormat. Namun, ia kini menjadi kekasih simpanan Ra Tuwuh. Perilaku seperti itu bukanlah perilaku terhormat."

Aku ber-oh pelan.

"Aku dengar dari pelayan itu, pihak pihak tersebut ingin memulai kembali pertempuran. Memang nya, sebelum ini ada kejadian apa? Yah... Kau tahu kan, aku ini pendatang," kata ku penasaran.

Hayam menerawang jauh, seolah mengingat ngingat kembali sebuah ingatan lama.

"Pada saat itu, aku belum berkuasa. Ah, bahkan aku belum ada. Pada saat itu, Ibu ku yang berkuasa. Aku akan ceritakan, sebenarnya awal masalah dari kematian Mahapatih pertama, Nambi. Beliau di keroyok tiga orang panglima perang Kerajaan Majapahit. Imbas dari kematian nya, dirasa oleh Sadeng dan Keta. Bagi Sadeng dan Keta, beliau berjasa mengangkat derajat orang-orang Sadeng dan Keta menjadi prajurit pilihan dalam angkatan perang Majapahit.

Karena kematian Nambi, Sadeng dan Keta murka sekaligus dendam. Namun, hanya sebatas itu. Pada masa Ibu ku berkuasa, Ibu ku merasa perlu menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Maka dari itu, diutus lah Paman Mada, untuk membawa misi damai ke Sadeng dan Keta.

Namun sayang, Sadeng dan Keta sudah di kepung serta dikuasai oleh Ra Kembar. Ra Kembar ini merasa tersaingi oleh Paman Manda. Dan sialnya, tiga orang panglima perang itu kini menjadi bawahan Ra Kembar.

Ra Kembar berkeinginan, Sadeng dan Keta lepas dari naungan Kerajaan Majapahit. Maka dari itu, ia memulai pemberontakan. Namun, pemberontakan itu dapat ditumpas oleh Paman Mada. Kurang lebih, begitu ceritanya," cerita Hayam panjang lebar.

"Ck, si Ra Kembar ini apa banget deh," kesal ku.

Hayam tertawa kecil, "Lagipula kejadian ini sudah lama sekali. Tak usah dibawa kesal."

Aku menghela nafas, "Iya juga."

"Sudahlah, Derana lebih baik kamu istirahat," tiba-tiba Hayam mengganti topik pembicaraan.

"Eh?"

Ia menarik lengan ku, lalu mengajak ku keluar ruang kerja nya.

"Sudah ya, aku mau lanjut kerja sebentar. Kamu istirahat saja,"ucap Hayam, yang langsung menutup pintu ruang kerja. Sial, aku diusir?

Hah, mungkin sekarang ia ingin ketenangan untuk menyusun rencana setelah mendapatkan banyak informasi dari ku. Aku maklumi. Kini, aku pun berjalan menuju kamar ku, untuk beristirahat.

***

"Dimana ini? Kenapa sangat gelap? Aku gak bisa lihat apapun?" Aku beberapakali mengucek mata ku. Namun, penglihatan ku masih sama.

"Nduk..." Panggil suara yang sangat familiar.

"Suara ini... Yang waktu itu! Iya, pas aku gak sadarkan diri sehabis kejadian perdagangan manusia itu. Saat itu, aku melihat mu dan kamu mengaku—"

"Dengarkan aku nduk... Aku membawa pesan penting untuk mu."

Aku mengerutkan dahi, "Apa? Saat itu kamu bilang, ada sesuatu yang ingin mengubah yang sudah ada. Dan kehadiran ku serta Wira itu terikat takdir."

"Iya, itu. Sebentar lagi akan terjadi. Kejadian yang tak pernah ada sebelumnya, akan terjadi. Jadi.... Tetaplah disisi anak-anakku."

"Hah? Anak mu? Siapa?"

Tiba-tiba aku melihat cahaya yang sangat terang, sehingga membuat ku menutup mata pusing. Dan...

"Hah? Mimpi?" Aku membuka mata ku kaget dengan keringat mengucur. Aku terbangun dengan sinar matahari yang muncul di sela-sela lubang udara.

"Apa sih, ngasih pesan kok gak jelas..." Rutuk ku kesal.

"Minta aku stay sama anak-anak nya tapi gak ngasih tau siapa. Hadeh," tambah ku.

Aku memegangi kepalaku. Sembari mencerna kembali mimpi yang ku dapatkan.

Aku terikat pada suatu takdir. Dari kata-kata nya, aku dan Wira 'diharapkan' untuk meluruskan takdir yang sudah ada. Karena ada yang ingin mengubah.

Apa, ada suatu kejadian yang seharusnya tidak ada namun tiba-tiba ada? Sehingga, masa depan bisa berubah, begitu?

Lalu, jika hipotesis ku benar, kejadian apa? Dan siapa saja yang akan terlibat?

Dan, jika dipikirkan kembali, para entitas yang membawa ku dan Wira juga seharusnya mengetahui risiko bahwa kami berdua bisa saja mengubah sejarah kan? Apa mereka bertaruh? Atau....

Sial. Kenapa aku baru kepikiran sekarang? Mereka terlalu ribet hanya untuk sekedar mengatakan maksud yang sebenarnya.

Tinggal to the point apa susahnya sih? Kenapa harus belibet?

Aku mengacak rambutku frustasi, dengan decakan kesal.

"Aku harus bicarakan ini sama Wira."

***

Halooo lama tak bertemu!

Fyi, aku udah kelar utbk, jadi sangat senggang. Aku berharap bisa menyelesaikan cerita ini dengan cepat. Rencana ku, chapter cerita ini tidak akan lebih dari 50. Jadi, cerita ini memang mau menuju akhir. Eits, tapi ini baru aja mulai konflik terakhir.

Jangan lupa untuk vote, comment, dan share cerita ini biar teman-teman kalian tahu cerita ini! Mulai minggu depan, aku akan up rutin tiap hari sabtu/minggu. Stay tune yawww

Pai pai~

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang