SPECIAL CHAPTER (1) ; Hayam Wuruk Serta Perasaannya.

1.8K 147 16
                                    

*menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Hayam Wuruk bersusah payah untuk menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta. Selagi itu, pikirannya terpecah sebab ia juga tahu Keraton utama di Trowulan ikut di serang. Namun, ia yakin semua akan baik-baik saja karena ia sudah mengirim Wira, ajudan kepercayaan sekaligus teman baik nya itu.

Sekarang, ia sudah berkumpul dengan bawahan yang ia percayai. Ia tak bisa mengandalkan Mahapatih kebanggaan nya-Mahapatih Gadjah Mada, sebab beliau sudah kembali untuk menaklukkan kerajaan lain dibawah kepemimpinan Majapahit. Namun, setidaknya ia masih memiliki bawahan yang ia percayai.

Para bawahan yang ia percayai adalah bawahan yang tergabung dalam pasukan elit yang memang dikomandoi oleh Mahapatih Gadjah Mada. Mahapatih Gadjah Mada memang menyisakan beberapa orang untuk tetap berdiam di Wilwatikta, menjaga Raja serta wilayahnya itu. Sisanya, ikut dalam penaklukan Nusantara.

Hayam Wuruk menghela nafasnya gusar, berharap keadaan genting ini dapat segera berlalu.

"Yang Mulia, apa rencana selanjutnya?" tanya Kartika Sinumping, salah satu prajurit perempuan terkuat di pasukannya.

"Semua akan berakhir jika kita bisa menghabisi para dalang pemberontak itu, kalian semua beri jalan untukku, biar aku sendiri yang menghabisi dalang pemberontakan ini. Pasukan satu terdiri dari Kartika, dan Aji Pradabasu kalian berjaga dan menyerang di daerah belakang markas mereka. Sedangkan, pasukan dua yang terdiri dari Panji Saprang dan Gajah Enggon akan berjaga serta menyerang dari depan. Aku sendiri akan menyerang dari depan bersama pasukan dua. Untuk letak formasi, ku serahkan kepada kalian yang lebih mengerti bawahan kalian. Ketika fajar datang, kita akan bersiap menyerang mereka, mengerti?" Jelas Hayam Wuruk panjang lebar. Ke empat orang itu, menunduk dan serentak menjawab, "Laksanakan!"

Ke empat orang itu bubar dan segera berkoordinasi dengan pasukannya masing-masing. Ruangan kini kosong, dan tersisa Hayam Wuruk sendiri. Kini, ia memikirkan bagaimana keadaan ketiga orang berharganya itu. Bisa kah mereka kabur dari kejaran pemberontak?

Pasti bisa kan? Ada Wira disana kan?

Tapi... Mengapa debaran jantungnya tak kunjung mereda? Ia gelisah, dan selalu kepikiran.

"Tenang... Semua akan baik-baik saja..." Gumam Hayam Wuruk pada dirinya sendiri.

Sedikit lagi, semua akan selesai dan ia bisa kembali pada orang orang tersayang nya. Sedikit lagi. Ia harus bertahan dan bersabar.

"Hah... Aku ingin bertemu Derana."

***

Bau besi menusuk indra penciuman Hayam Wuruk. Tidak, ini bukan bau besi. Melainkan cairan berwarna merah kental-darah. Bercak darah dimana-mana, bahkan di sekujur tubuhnya. Dari arah depan, ia menerobos masuk. Entah sudah berapa manusia yang ia tebas. Dengan nafas terengah-engah, ia mengacungkan keris ke leher salah satu dalang pemberontakan, Ra Tuwuh. Sedangkan rekannya—Lembu Bajra, sudah dihabisi.

"Kau... Yang menyulut kembali pertempuran ini. Dimana letak kewarasan mu? Kini, banyak nyawa melayang!" Ucap Hayam Wuruk dengan nada dingin.

Ra Tuwuh tersenyum miring, "Bukankah itu wajar, Yang Mulia? Ini pertempuran, bukan istana keraton yang tentram."

Ra Tuwuh dengan sisa tenaganya, mendongak dengan senyum sinis nya.

"Hah... Untuk kedua kalinya aku gagal."

Satu alis Hayam Wuruk menaik, "Kedua kali?"

"Ya... Dulu, Gadjah Mada yang menghentikan ku dan kini, kau! Buat apa aku terlahir kembali jika aku gagal," gumam nya.

Hayam Wuruk sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Ra Tuwuh. Apa maksudnya?

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang