Sore hari, aku mendapati Yunda Sudewi kembali ke keraton dengan wajah lesu. Aku menyambut nya, dan bertanya pada Yunda Sudewi ada apa sehingga ia terlihat lesu.
"Ada apa Yunda Sudewi?" tanya ku.
"Pembicaraan ku dengan orang tua ku kacau. Sekarang, aku bingung. Apa aku kabur saja bersama Wira?" racau Yunda Sudewi.
Aku terkaget, "Hah? Kabur?"
"Orang tua ku tetap tak memberikan restu. Apalagi tadi, tiba-tiba saja Wira datang dan memperkeruh keadaan. Dia sempat tersulut emosi, sehingga hampir berkelahi dengan Ayah ku," jelas Yunda Sudewi.
"Berkelahi? Wah, gila. Orang gila," komentar ku.
"Sepanjang perjalanan pulang aku juga sudah mengomelinya, Derana," kata Yunda Sudewi.
Aku menatap prihatin Yunda Sudewi. Lalu mengelus pundak nya, memberikan sentuhan hangat untuknya agar ia bisa tenang.
"Maaf, aku tak bisa membantu apa-apa Yunda. Namun, aku berharap yang terbaik untukmu," kata ku.
Yunda Sudewi tersenyum sekilas, lalu mengangguk. Yunda Sudewi terlihat lelah, aku pun menawarkan untuk mandi air hangat.
"Yunda mau ku siapkan air untuk mandi?"
"Boleh."
Aku pun izin pamit untuk mempersiapkannya. Aku pun segera menuju pemandian pribadi Yunda Sudewi, disana aku meminta dua pelayan lain membantu ku mempersiapkan nya. Aku mengambil beberapa keperluan, sehingga aku meninggalkan dua pelayan itu.
Sekembalinya, aku terhenti dibalik bilik mendengar obrolan mereka.
"Keluarga ku yang berada di Sadeng mengatakan suasana di sana mulai tidak stabil. Lembu Bajra merekrut pekerja besar-besaran, namun setengah yang direkrut tak kembali ke keluarga mereka. Katanya, kelompok Lembu Bajra ingin menyulut kembali pertempuran antara Trowulan dan Sadeng. "
"Sepertinya Sadeng dan Keta selalu satu kelompok. Di Keta sendiri, Ra Tuwuh dan istri nya Dyah Gantari, juga merekrut warga untuk menjadi bagian dari kelompok mereka. Katanya, bagi yang ikut akan diberi uang yang banyak. Sebagai ganti uang yang banyak itu, mereka harus siap ikut mengorbankan diri untuk Ra Tuwuh dan Dyah Gantari."
Aku menangkap pembicaraan itu. Sadeng dan Keta. Adalah nama tempat yang sempat Hayam bicarakan.
"Aku mendapat laporan ada pergerakan aneh yang menjurus ke pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta."
Ucapan Hayam terdengar jelas di kepalaku. Aku kembali mendengarkan percakapan kedua pelayan itu.
"Hah, mungkin aku harus menyuruh keluarga ku untuk segera pergi dari sana, takut pertempuran akan pecah."
Aku mendengarkan informasi itu baik-baik. Aku ingin mencari informasi lebih. Ku pergoki mereka, dengan raut wajah serius.
"Bisa kalian jelaskan lebih jauh?"
***
Aku berdiam, di samping pintu masuk pemandian pribadi Yunda Sudewi. Sedangkan Yunda Sudewi berdiam di pemandian nya, sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Derana," panggil Yunda Sudewi.
"Ada apa, Yunda?" jawab ku.
"Ku lihat, sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu. Apakah itu?" tanya Yunda Sudewi.
Memang, ia sangat peka.
"Ah, aku tak tahu harus bicara pada Yunda atau tidak. Karena ini juga menyangkut urusan internal kerajaan."
"Hey, aku anggota kerajaan. Beritahu aku," desak Yunda Sudewi.
"Hah... Hayam sempat mengeluh tentang suatu permasalahan. Permasalahan ini menyangkut dua tempat, Sadeng dan Keta.
Hayam bilang, bahwa ia mendapat laporan ada pergerakan aneh yang menjurus ke pemberontakan. Tapi, bukti dan petunjuk siapa dalang atau penggerak pemberontakan itu tidak ada. Ia jadi menghabiskan banyak waktu untuk memikirkannya.
Aku khawatir, ia terlihat sangat terbebani. Lalu tadi, ketika sedang menyiapkan air mandi, ada pelayan lain yang bercerita tentang situasi di Sadeng dan Keta. Informasi tersebut didapat dari keluarga mereka yang memang tinggal di Sadeng dan Keta. Aku merasa khawatir pada Hayam. Ia itu selalu terbawa pikirannya, pasti beban yang ia pikirkan nya semakin berat."
Yunda Sudewi terdiam.
"Tapi, bukankah lebih baik kau cerita? Agar masalah tersebut cepat selesai sehingga Hayam tak kepikiran lagi? Dan lagipula memang sudah risiko menjadi seorang Raja seperti itu kan? Yang perlu kau lakukan adalah selalu ada disisinya. Aku yakin, itu sudah cukup untuk Hayam," Saran Yunda Sudewi.
Aku tersenyum sambil membuang nafas. Rasanya, lega sudah membicarakan isi hati ku.
"Terimakasih Yunda, sudah mendengarkan ku."
"Tidak perlu berterimakasih, aku juga selalu merepotkan mu. Ini timbal balik, bukan?"
***
Malam telah larut, pekerjaan ku telah selesai. Niatnya aku ingin segera beristirahat, namun aku iseng untuk mengecek ke ruang kerja Hayam, apakah ia masih disana atau tidak.
"Loh, pintu nya kok kebuka sedikit?" Ucap ku pelan.
Aku mengetuk, lalu dari dalam terdengar sahutan.
"Masuk!"
Mendengar sahutan itu, aku lantas masuk ke dalam ruangan kerja Hayam. Hayam yah mendapati kedatangan ku, tersenyum manis.
"Ada perlu apa kau kesini, Derana?" tanya Hayam.
"Memangnya, aku tidak boleh mampir?" kata ku, "Lagipula, ini sudah larut malam kenapa masih bekerja? Kan masih ada hari esok. Lebih baik, kau beristirahat Hayam."
Aku mendekat dan membelai pipinya, aku menatap netra nya yang terlihat lelah.
"Sebentar lagi Derana."
"Baiklah, kalau hanya sebentar lagi aku akan menunggumu," ucap ku.
"Tidak perlu menunggu ku, kau bisa kembali ke kamar mu. Tak perlu pedulikan aku," kata Hayam.
"Sekali lagi kau berbicara seperti itu, ku lempar kan pakai vas ini. Sudah, cepat selesaikan!" Ancam ku.
Hayam tertawa pelan, "Iya, iya. Galak sekali kekasih ku ini."
Aku duduk di bangku tamu, Sabil menghadap meja kerja Hayam. Aku memandangi wajah Hayam yang serius membaca kiriman laporan yang tertulis di daun lontar.
"Hayam, tentang Sadeng dan Keta.... Apakah kau sudah menemukan titik terang nya?" Tanya ku tiba-tiba.
"Belum. Aku masih menahan laporan itu, rencananya aku akan membuat kelompok untuk mencari tahu kebenaran dari laporan itu."
Aku melirik sekilas ke Hayam, "Aku tahu sesuatu. Dan ku harap ini membantu. Aku mendengar informasi ini dari pelayan."
Mendengar hal itu, Hayam berhenti membaca laporan pada daun lontar. Lalu menatap ku serius.
"Bicaralah."
***
jangan lupa untuk terus dukung cerita ini ya teman-teman. vote, comment, dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya!! see you <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...