"Selamat datang kembali, Yunda Sudewi," ucapku setengah membungkuk pada Yunda.
"Ah, iya. Rajendra mengantar mu sampai rumah kan?" Tanya Yunda. Aku mengangguk. Kemudian, aku tersenyum jahil pada Yunda.
"Bagaimana Yunda? Apa Yunda senang menghabiskan waktu dengan Wira?" Tanya ku. Wajah Yunda memerah. "Pasti kau sudah tahu karena diberitahu Ha-Rajendra."
Sebenarnya aku penasaran, kenapa Yunda terus-menerus salah memanggil Rajendra. Pasti ada sesuatu nih.
"Iya, aku sudah tahu. Sejak kapan Yunda?" Tanya ku kepo. Kami pun beralih pada kursi kayu jati yang terletak di ruang tengah. Kami duduk disitu.
"Ya... Aku pertama kali mengenal nya satu tahun lalu, aku seperti jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Aku berusaha mendekati nya, yang terpenting ia sangat lucu. Ia mirip seperti mu, ia tak segan bersikap santai padaku. Makanya kami jadi cepat dekat. Ia juga memiliki selera humor yang bagus, dimana ia selalu melucu untuk mencairkan suasana," jelas Yunda panjang lebar.
"Oh, begitu," ucap ku menanggapi.
"Tapi masalahnya kami harus menyembunyikan hubungan ini. Aku takut ada hal-hal yang tak ku inginkan terjadi. Aku tidak ingin mengambil resiko," tambah Yunda. Aku mengerti maksud Yunda.
"Yunda, sebenarnya Rajendra dan Wira itu siapa Yunda? Ketika aku menanyakan hal ini, Rajendra selalu mengalihkan topik," kata ku. Yunda menimang-nimang pertanyaan ku. Kemudian tersenyum kecil.
"Aku tak bisa memberitahu mu, sebelum mereka memberitahu mu. Aku tidak ingin bersikap gegabah," ujar Yunda. "Ada beberapa hal yang agak, yah bagaimana ya."
"Kalau begitu aku mengerti. Mereka juga butuh waktu untuk memberi tahu. Mereka bukannya tak ingin memberitahu ku, tapi sepertinya mereka ingin memberitahu di waktu yang tepat kan?" Tanya ku pada Yunda. Ya, mungkin seperti itu.
Namun, masih ada yang mengganjal di pikiranku. Jika mereka bangsawan apa sulitnya berkata, aku ini bangsawan. Toh, aku juga tak akan menjaga jarak pada mereka. Dibuktikan dengan hubungan ku dan Yunda. Ada satu pemikiran yang ada di benakku. Aku tak ingin mengakui nya. Tapi tak ada yang masuk akal daripada alasan lain.
Apa, sebenarnya Rajendra itu orang kepercayaan Raja? Makanya ia tak bisa langsung mengaku siapa sebenarnya dirinya dan Wira adalah pengikut nya? Atau tangan kanan nya mungkin? Eh tapi, seharusnya tangan kanan raja itu, Patih Gajah Mada kan? Argh. Masa bodoh lah. Aku pusing dengan semua itu.
"Oh iya Yunda, Rajendra tadi bilang Yunda diperintahkan untuk pindah ke keraton karena seminggu lagi akan diadakan jamuan antar keluarga kerajaan," ucap ku memberitahu.
"Ah, terima kasih sudah memberi tahu ku, sejujurnya aku malas ikut perjamuan seperti itu," ungkap Yunda. Aku menaikkan alis.
"Kenapa?"
"Romo dan Ibuku sangat gencar menjodohkan aku dengan sepupu ku," ujar Yunda.
"Sepupu?"
"Iya, maksudnya Yang Mulia Raja. Seperti nya kedua orang tua ku ingin sekali aku menjadi Ratu Majapahit," ucap Yunda diiringi senyum masam.
"Padahal, aku hanya ingin bersama Wira."
Aku menatap miris Yunda. Menjadi bangsawan tak seindah yang ku kira. Banyak tuntutan yang harus dipenuhi, sehingga tak bisa hidup bebas.
"Maka dari itu, Derana kau harus hidup bebas. Nikmati waktu mu, dan hidup bahagia ya!"
***
Don't forget to votment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...