Chapter 35

1.2K 127 3
                                    

Langkahku tergesa-gesa saat aku melangkah menuju perayaan di Bubat. Perasaan cemas melingkupiku, membuatku celingak-celinguk mencari keberadaan Hayam.

Seiring dengan langkahku, aku merasa semakin gelisah. Hatiku berdebar-debar dengan kekhawatiran yang semakin menguat seiring waktu.

"Haduh, dia kemana sih?" keluh ku.

Sampai akhirnya, aku mencapai area perayaan yang ramai. Sama seperti perayaan yang ku ketahui sebelumnya, area ini dipenuhi dengan pedagang makanan yang meriah, menawarkan berbagai hidangan lezat yang menggoda selera. Di sekitar itu, terdapat juga pertunjukan seni, mulai dari tarian tradisional hingga membaca tembang yang mempesona.

Aku mencari-cari Hayam di setiap sudut perayaan, namun sia-sia. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya di antara keramaian itu.

Keputusasaan mulai menyelinap dalam hatiku, membuatku semakin frustasi.

Dengan tangan gemetar, aku mengacak-acak rambutku dengan kesal. Aku merasa seperti kehilangan arah, tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Tiba-tiba, secercah ingatan menyergap pikiranku. Danau. Tempat itu terlintas dalam ingatanku, mengingatkanku pada saat-saat pertama kali aku menginjakkan kaki di tanah Majapahit ini. Danau tempat aku ditemukan dan diselamatkan oleh Yunda Sudewi.

Tanpa ragu, aku berlari menuju danau tersebut, berharap menemukan jawaban di sana.

Danau itu memang terletak di daerah Bubat, namun agak terpelosok dan sepi.

Konon katanya, di sana berdiam siluman ular, sehingga jarang ada yang berani mendekat. Tapi bagi ku, danau itu adalah tempat yang indah, tempat di mana aku merasa damai dan nyaman.

Langkahku terhenti mendadak ketika aku melihat sesosok laki-laki yang duduk meringkuk di tepi danau. Dengan tatapan kosong, ia melemparkan batu-batu ke dalam air dengan gerakan mekanis. Wajahnya terlihat lesu, seolah terhanyut dalam pikirannya sendiri.

Ya ampun, aku jadi tak enak sudah menjahilinya.

"Hayam,"panggil ku.

Mendengar nama nya dipanggil, ia menoleh dengan raut wajah kaget ia menatap ku.

"Derana... Kenapa bisa disini?" cicit nya.

Aku langsung mendekap nya erat, "Bodoh, kau membuat semua orang khawatir. Orang-orang di keraton mencari mu. Wira bahkan sampai kewalahan."

"Kau datang hanya untuk mengomeli ku?"

Kini aku menatapnya, "Tidak, Hayam. Kami khawatir dengan keadaan mu. Siapa yang tidak bisa berpikiran aneh aneh jika tuannya pergi dari siang sampai malam tanpa ada kabar?"

Hayam menunduk, "Maaf. Lain kali, aku tak akan berulah."

Aku tersenyum kecil. Aku kemudian menggenggam tangannya hangat.

"Selamat sudah bertambah usia, Hayam. Aku harap, kedepannya kau bisa lebih bahagia, apa yang kau inginkan akan kau dapatkan. Pokoknya yang terbaik untukmu," kata ku sambil tersenyum.

Mata Hayam terlihat berkaca-kaca mendengar ucapan ku.

"Terimakasih sudah ada di dunia, bahagia terus ya Hayam."

Hayam mendekat dan memelukku.

"Terimakasih, Derana."

Setelahnya, aku pun menjelaskan kesalahpahaman yang ada. Aku menjelaskan tentang rencana ku, yang di bantu Wira dan Yunda Sudewi.

"Kalian... Hah... Aku sampai tidak bisa berkata-kata. Ah, aku juga jadi malu karena bersikap kekanak-kanakan," ucap Hayam menutup wajahnya.

"Hahahah, kau sangat menggemaskan ketika cemburu. Percayalah pada ku," kekeh ku.

Aku kemudian memberikan kotak hadiah kepada Hayam.

"Apa ini?"

"Hadiah untukmu tentu saja."

"Kau membelikan hadiah untukku?"

"Ya... Begitu lah."

Hayam tersenyum antusias, ia membuka kotak pemberian ku dengan mata yang berbinar-binar.

"Wah... Apa ini? Kenapa ada tulisan di daun yang tipis ini?"

"Itu bukan daun, itu namanya kertas."

"Kertas? Lalu tulisan diatas kertas ini apa? Lalu kenapa ada 4 potong kecil?"

"Itu namanya tiket permintaan."

"Aku tak terlalu mengerti, tolong jelaskan."

"Aku membuat 4 tiket permintaan. Jadi, apapun yang kau minta, akan ku kabulkan. Namun hanya 4 permintaan," jelas ku.

"Ah... Begitu."

"Kalau begitu aku akan menggunakan permintaan pertama ku," ucap nya sambil menyodorkan satu kertas tiket.

"Apa?"

"Jangan pernah bertemu Ann lagi."

Mendengar hal itu, membuat ku tertawa.

"Masih cemburu?"

"Sedikit."

"Iya iya, baiklah aku tidak akan menemuinya lagi."

Mata Hayam berbinar kesenangan, "Benar?"

"Tentu, lagipula besok Ann sudah pergi dari sini. Ia akan kembali ke kampung halamannya."

"Ah, begitu. Bagus lah," sahut Hayam senang.

Ia terlihat sangat senang. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Hayam.

"Permintaan kedua, aku ingin mendengar kau membaca tembang," kata Hayam.

"Tembang? Aku tidak bisa."

"Padahal suara mu indah, ayolah. Katanya kau akan mengabulkan permintaan ku?" bujuk Hayam.

Aku menghela nafas, "Aku tidak bisa membaca tembang atau apalah itu, aku bisa bernyanyi. Aku akan menyanyikan sebuah lagu. Mirip mirip tembang, tapi ini berbeda," jelas ku.

"Baiklah, aku mau mendengarkan nya," ucap Hayam antusias.

Aku berdiri di hadapan Hayam. Aku mulai mengambil nafas dan mulai bernyanyi.

Tak pernah kurasakan cinta
Begitu hebatnya
Sebelum ku kenal kamu
Duniaku kelabu
Dan kau datang membawakan cinta
Yang t'lah lama kunanti

Oh, kasihku, kau membuat cinta
Jatuh dari mata dan turun ke hati
Tawamu buat aku tersenyum lagi
Oh, kasihku, kau membuat dunia
Indah dijalani, oh-oh
Kuyakini hati, kau paling berarti

Aku menyudahi nyanyian ku. Lalu menundukkan kepala malu.

"Suara mu... Indah."

Mendengar pujian itu dari mulut Hayam, membuat ku senang bukan kepalang. Hayam ikut berdiri, dan kini kami saling berdiri berhadapan. Mengetahui ia berada di depanku, lantas ku dongakkan kepala ku. Membuat netra mata kami saling bertemu.

Tatapan hangat serta senyum manis itu membuat jantungku kian berdegup kencang.

"Terimakasih atas hadiah nya. Sisa permintaan akan ku minta nanti. Terimakasih banyak, sudah mengingat hari kelahiran ku," ucap Hayam lembut.

"Te—tentu saja."

"Aku rasa aku makin mencintai mu, Derana. Terimakasih sudah mengizinkan ku untuk mencintaimu, Derana."

***

haloo, kembali lagi dengan author :3
author rasa, kedepannya author bakal makin jarang up, karena author bakal sibuk belajar buat utbk :(

padahal kemarin niatnya kalo keterima SNBP author mau rajin up, tapi ternyata dapet merah jadi mau ga mau author harus mulai nyicil belajar buat utbk hehehe:)

terimakasih kepada readers yang masih setia menunggu cerita ini up. terimakasih kepada readers yang sudah komen dan vote (tbh, aku suka banget kalo ada yang komen) komen atau vote kalian terasa apresiasi atas tulisan aku. terimakasih all <3

see you next chapter :D

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang