5 bulan berlalu.
Situasi tak kunjung membaik, meski Hayam sudah pergi sendiri menuju Sadeng dan Keta. Aku yakin sekali, laki-laki itu pasti memaksakan dirinya. Ia kerap kali memforsir dirinya. Yah, kami biasanya saling berkirim surat lontar. Aku tak lelah lelah nya memperingati nya untuk tidak memaksakan dirinya.
"Derana," panggil Yunda Sudewi. Nama ku dipanggil, membuat ku menoleh.
"Ada apa Yunda?" tanya ku.
"Ini, surat lontar dari kekasih mu," kata Yunda Sudewi sambil menyodorkan daun lontar kering berisikan surat dari Hayam. Aku mengambil nya dengan senyum tipis.
"Terimakasih Yunda. Apakah Wira juga sudah mengirim kan pesan pada Yunda?" Tanya ku.
"Ini," ucap nya sambil menunjukkan miliknya.
"Aku ingin membaca nya di dekat kolam ikan, sampai makan siang nanti jangan mencari ku," kata Yunda Sudewi.
"Baik, Yunda."
Yunda Sudewi berlalu, dan meninggalkan ku sendiri di taman anggrek. Aku membuka surat lontar itu. Ku baca kata demi kata dengan perasaan yang berdebar.
Untuk cinta ku di sana, bagaimana kabarmu?
Aku disini, makin merindukan mu. Rasanya, sangat lama. Serasa telah bertahun-tahun ku tinggalkan kau. Kau tidak nakal mencari lelaki lain kan?Sadeng dan Keta masih sama. Bahkan, sepertinya pertempuran akan benar-benar terjadi. Ra Tuwuh, Lembu Bajra benar-benar sangat keras kepala. Mereka ingin Sadeng dan Keta tidak menjadi bagian dari Majapahit lagi. Dan, aku yakin jika aku langsung mengiyakan mereka akan menyerang.
Tidak, pilihan mana pun mereka akan tetap memulai pertikaian. Aku... Tidak ingin ada pertumpahan darah. Aku tak ingin ada rakyatku yang kehilangan nyawa, ataupun harta, apapun itu.
Meninggalkan dan ditinggalkan sangat menyakitkan bukan?
Maka dari itu, aku akan berusaha keras mencegah kejadian itu. Aku ingin secepatnya menemui mu, aku begitu merindukanmu.
—Hayam.
Aku tidak bisa apa-apa. Masalah ini benar-benar tak bisa ku bantu. Namun, aku merasakan akan ada sesuatu yang terjadi.
Sesuatu yang besar. Aku hanya bisa berharap bahwa semua akan baik-baik saja.***
Setelah 3 hari memikirkan balasan surat untuk Hayam, balasan surat ku telah selesai. Dan hari ini, aku berniat mengirim nya bersamaan dengan Yunda yang ingin mengirim surat untuk Wira. Namun, tiba-tiba Yunda Sudewi memanggilku ke ruangannya selepas makan malam.
"Derana, aku diperintahkan untuk segera pergi ke Daha. Perintah mutlak orang tua ku, kalau bisa malam ini," kata Yunda Sudewi.
"Baik Yunda, aku akan menyiap—"
"Tapi sebenarnya aku tidak mau. Aku mau disini. Menunggu Wira kembali. Kau juga begitu kan? Kau ingin tetap disini sampai Hayam kembali? Setidaknya memastikan mereka kembali dengan selamat. Disana, di Sadeng dan Keta keadaan sedang memanas. Pertempuran bisa pecah kapan saja. Aku—"
Tanpa ba-bi-bu, aku mendekat dan mendekap Yunda Sudewi erat. Aku dapat merasakan tubuhnya gemetar.
"Tenang Yunda, tenanglah..." Ucapku menenangkan Yunda Sudewi.
"Aku takut, sejarah akan terulang kembali. Sejarah dimana keluarga kerajaan harus diam diam pergi menyelamatkan diri dari kejaran pemberontakan. Aku takut," ucap Yunda Sudewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...