Chapter 23

2K 210 1
                                    

Aku tak dapat berkata-kata, namun dapat ku pastikan jantungku berdegup kencang ketika Hayam mengatakan bahwa aku adalah prioritas terbesarnya. Hal ini membuat ku jadi goyah.

"Jadi, masih mau turun?" Tanya Hayam.

"Beri aku waktu untuk berpikir lagi," kata ku kemudian. Hayam tersenyum manis, merasa usaha nya membuatkan hasil.

"Derana, bagaimana? Apakah kamu sudah luluh dengan ku?" Tanya nya lagi.

Aku terdiam tak memberikan jawaban. Tapi dapat ku pastikan apabila ia mulai kembali menggoda ku, aku akan benar-benar luluh dengannya. Sial, pemuda didepan ku ini sangat suka sekali mengobrak abrik hati ku.

"Aku mau tanya," ucap ku mengganti topik.

"Apa itu?" Tanya nya lagi.

"Apakah kamu tidak punya bawahan untuk mengurus masalah ini?" Tanya ku. "Maksud ku, kau kan Raja, pasti punya bawahan. Kenapa tidak suruh mereka saja?" Tanya ku lagi berusaha memperjelas.

Hayam kemudian menghela nafas, kemudian matanya menatap ke arah langit-langit seolah sedang menyusun beberapa kata kata.

"Istana itu, seperti medan perang bagiku. Disana tak ada yang bisa ku percaya, selain Paman Mada, Wira, serta Ibu ku. Pejabat-pejabat pemerintah, aku tak bisa mempercayai mereka. Mudah nya, aku tidak mudah percaya dengan orang.

"Makanya, aku berusaha menyelesaikan masalah seperti ini hanya dibantu dengan Wira. Aku tidak bisa merepotkan Paman Mada lebih banyak. Sebab, ia sibuk dengan rencana penyatuan Nusantara. Ia sering sekali dipanggil ke Medan perang membantu Laksamana Nala. Kemarin, ia bisa kesini karena ia mendapat jatah liburnya, dan kebetulan kondisi pasukan Laksamana Nala telah stabil."

Aku manggut-manggut mengerti. Hal seperti itu wajar Hayam rasakan.

"Tapi, apa kau tidak lelah? Kau mengurus kerajaan ini sendirian," kata ku lagi.

Hayam tertawa kecil. "Apa kau sekarang sedang mengkhawatirkan ku?"

Aku memukul lengan tangan nya pelan. "Seharusnya tidak usah ku tanyakan."

Ia tertawa, kemudian ia menyenderkan kepalanya ke pundakku.

"Jika kau tanya aku lelah, aku lelah. Tapi ini semua demi kerajaan ku, demi rakyat ku. Terimakasih sudah bertanya, Derana."

Dan, untuk kesekian aku merasa wajahku memanas. Bagai kepiting rebus, aku dapat merasakan wajahku mulai memerah.

Sial, pemuda satu ini memang sangat berniat membuat ku luluh.

***

"Kalian ayo saling berbaikan!" Seru Yunda Sudewi pada aku dan Wira. Aku melirik Wira tajam. Dan ia juga melirik ku malas.

"Ayo, berbaikan," timpal Hayam.

Aku mengulur kan tangan ku ogah-ogahan, sambil memalingkan wajah.

"Sorry, gue keras kepala tadi," ucap ku.

Ia membalas uluran tangan tersebut. Namun, ia langsung menarik tubuhku ke dalam dekapan nya.

"Lo bodoh tahu gak sih?! Gue ini beneran khawatir bego, tapi gue minta maaf udah nyolot. Tapi gue nyolot begini karena gue takut lo kenapa kenapa lagi," kata Wira. Ia menatap ku dengan raut khawatir.

Ah, keras kepalanya aku. Padahal, disini ada orang-orang yang sedang mengkhawatirkan ku. Tapi aku tak berpikir sejauh itu.

"Lo jangan ngomong gitu, kan gue jadi sedih," kata ku lagi.

Namun tiba-tiba, Hayam menarik ku, dan Yunda menarik Wira, sehingga pelukan kami terlepas.

"Sudah cukup kan?" Tanya Hayam.

"Derana, jangan lama-lama peluk Wira nya. Wira punyaku. Jika mau peluk, peluk Hayam saja sana!" Seru Yunda Sudewi.

Kok jadi ke Hayam?

Aku melirik Hayam, disampingku, ia menutup setengah wajahnya. Aku kemudian, berdiri menghadap nya menyingkirkan tangan yang menutupi setengah wajahnya.

Wajah Hayam memerah. Digoda seperti itu saja dia salting?

"Hayam? Ada apa? Kenapa kau menutupi wajah mu?" Tanya ku pura-pura sok tak tahu. Padahal aku tahu, dia tengah tersipu malu karena godaan Yunda Sudewi.

"Derana, jika mau memelukku, aku tidak mempermasalahkan nya," cicit nya pelan.

Wira yang melihat itu semua berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Bocah saltingan banget,"

"Salting?" Tanya Yunda Sudewi.

"Iya, salting itu artinya salah tingkah, biasanya saat didepan orang yang kita suka kita bisa tersipu malu dan jadi salah tingkah kan? Nah, salting itu seperti itu," jelas Wira panjang.

Pertikaian antara aku dan Wira sudah selesai. Kini, kami kembali menghabiskan waktu bersama di ruang tengah. Tanpa mengetahui, apa yang kedepannya akan terjadi.




Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang