Takdir. Adalah misteri kehidupan yang sulit untuk dipahami. Kadang, aku masih suka bertanya-tanya apakah pertemuan kita kala itu adalah takdir? Tetapi, cara semesta mempertemukan kita begitu diluar nalar, bukan?
Setidak nya, aku tak pernah menyesal bisa bertemu dengan mu. Yang aku sesali, adalah tidak bisa mengucapkan selamat tinggal dengan baik kepada mu. Mendengar cerita dari Wira, membuat ku terenyuh. Hati ku terenyuh karena mengetahui sebesar itu cinta mu pada ku.
Terkadang, di saat aku terlelap tidur aku kembali memimpikan potongan kenangan indah yang terpatri dalam jiwa ku. Dan, ketika aku terbangun rasa rindu ku pada mu meluap dan tak tertahankan.
Seperti sekarang. Aku menyusuri tiap sudut bangunan sambil memikirkan mu. Sebuah Universitas besar di kota Depok, yang terkenal sebagai Universitas nomor satu di Indonesia. Suasananya asri karena di kelilingi banyak tumbuhan hijau.
Kadang, aku juga membayangkan bagaimana hidup mu jika berada di masa sekarang? apakah kau akan berkuliah? apa jurusan yang akan kau ambil? ilmu politik? ilmu hukum? atau hubungan internasional?
Aku sampai tersenyum sendiri jika membayangkan itu. Di kelas sebelas semester dua, terdapat agenda untuk study campus. Dan disini lah aku sekarang. Mengitari kampus sendirian tanpa di temani siapapun. Bukannya aku tak punya teman, tapi aku lebih memilih untuk berkeliling sendiri. Wira juga asik bersama teman-temannya. Ketika study campus, kegiatan perkuliahan masih berlangsung, jadi tidak jarang aku berpapasan dengan mahasiswa sini.
Tadi nya kami semua—seluruh siswa mengikuti kegiatan pengenalan jurusan di salah satu gedung, yaitu gedung FISIP. Atau, dikenal fakultas ilmu sosial politik. Jurusan yang di pekernalkan adalah jurusan Hubungan internasional. Setelah kegiatan itu, siswa di bebaskan untuk berjalan jalan mengelilingi universitas dengan bebas, tanpa perlu didampingi guru. Dengan syarat tepat pukul dua belas siang, semua berkumpul di Balairung.
Aku sendiri masih mengitari daerah gedung FISIP dan berniat untuk membeli kopi sebelum berkeliling dengan bus kuning.
Aku memasuki salah satu kedai kopi yang memang terletak di gedung FISIP, dan memesan kopi. Namun sepertinya aku harus mengantre. Terdapat dua orang didepan ku. Satu orang telah selesai, dan aku serta orang di depan ku maju selangkah.
Kini orang di depan ku akan memesan pesanannya.
"Melaka brulee latte nya satu ya."
Tatkala mendengar suara orang di depanku, membuat ku menegang. Suara nya... Sangat familiar. Mengingatkan ku pada satu sosok yang ku kenal sangat baik. Tapi... Tidak mungkin. Sepertinya, aku hanya terlalu merindukan nya sampai bisa mendengar suara orang seperti suara nya.
Aku menatap punggung orang di depan ku. Laki-laki jangkung dengan ransel yang disampirkan di sebelah bahunya, tubuhnya terlihat atletis, ia memakai kemeja navy yang agak oversize dan celana bahan longgar berwarna cream cerah. Ia juga memakai topi berwarna cream. Tak lupa smartwatch yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kirinya.
Pesanan miliknya telah siap, ia mengambil kopi itu dan berbalik. Ia tidak menyadari, bahwa aku berada dekat dengannya. Sehingga ia tidak sengaja menabrak ku. Dan... Kopi nya tumpah di baju putih ku.
Sial, kopi nya juga masih agak panas.
"Sorry! Maaf, saya gak sengaja!" Seru nya dengan nada yang panik. Aku bingung, bagaimana ini? Masa aku harus berjalan menuju bus dengan baju yang kotor ini?
"Mas, lain kali lihat li..."
Ucapan ku terhenti, berganti dengan mata ku yang membulat. Sekarang, aku berhadapan dengan laki-laki ini. Jantung ku berdegup kencang, ketika melihat wajahnya persis dengan wajah yang selalu ku rindukan akhir-akhir ini. Sejurus kemudian air mata ku turun tanpa bisa ku kendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...