"Akan ku buat kau luluh, dan jadi milikku Derana."
Sontak saja, wajah ku memerah menandakan diriku merasa malu. Apa-apaan cowok ini?!
Aku langsung berdiri, lalu berlari kecil meninggalkan Hayam sendirian di tepi laut. Aku berlari kecil menuju Pesanggrahan dengan jantung berdetak cepat.
Wira dan Yunda yang tengah bermesraan di bangku teras depan melihat ku kaget.
"Heh jangan lari-larian dulu, lo masih belum benar-benar sehat kan?" Peringat Wira.
"Sorry."
Aku berlalu cepat menuju kamar ku yang berada di belakang. Sial. Cowok itu, Hayam Wuruk membuat ku merasa salah tingkah. Mengapa ia tak menyerah begitu saja setelah ku tolak?!
Namun, sepertinya aku harus mengapresiasi diri ku yang bisa-bisa nya menolak seorang raja tersohor seperti Hayam Wuruk.
Akan ku jelaskan pertimbangan ku kenapa aku menolak Hayam.
Yang pertama, dia adalah seorang Raja. Ia memiliki tingkatan kasta yang berbeda dengan ku pada zaman ini.
Yang kedua, kami berbeda zaman. Aku masih belum tahu apakah aku bisa kembali ke masa ku. Namun, jika aku bisa kembali lalu aku sudah menjalin hubungan dengan Hayam, rasanya pasti akan berat.
Yang ketiga, kembali ke poin utama, kasta kami berbeda. Melihat perjuangan Yunda dan Wira saja yang berusaha untuk backstreet membuat ku mengambil keputusan untuk menolak Hayam.
Dan yang terakhir, perasaan ku tak sama dengan nya. Aku tak mau menerima jika perasaan ku saja masih setengah-setengah. Karena ujungnya, pasti tak akan berakhir baik.
Lebih baik seperti ini dulu.
Tapi, setidaknya setelah Hayam mengakui perasaannya aku jadi bisa melihat nya sebagai seorang laki-laki, bukan seorang teman.
Aku juga memberi jawaban yang ambigu. Takut bisa-bisanya perasaan ku berubah. Karena kedepannya kita tidak tahu. Aku bisa merencanakan untuk tidak jatuh cinta dengan Hayam Wuruk, tetapi Sang Hyang Widhi yang berkehendak.
***
3 hari pasca Hayam mengutarakan perasaannya itu tak terjadi apa-apa. Dan sepertinya Yunda dan Wira belum diberi tahu pasal ini. Mungkin, Hayam malu untuk bercerita. Ya, sebab karena di akhir cerita aku menolak nya.
"Woi Derana, ngelamun aja lo. Kesambet lo?" Tanya Wira. Aku terlonjak kaget mengetahui si oknum yang menanyakan diriku tepat ada di belakang.
"Eh, Wira."
"Besok, kita udah balik ke Trowulan. Siap-siapin gih," kata Wira menyuruh. Aku berdecak kemudian berjalan menuju ke dalam Pesanggrahan namun tiba-tiba ditahan oleh Wira.
"Sebenarnya, apa yang terjadi antara lo sama Hayam? Kalian terlihat biasa aja, dan baik-baik aja. Tapi sebenarnya enggak kan?" Tanya Wira. Aku melepas cekalan tangannya.
"Bukan masalah serius. Gue gak bakal cerita, kecuali Hayam yang duluan cerita ke elo," balas ku.
"Gue udah tanya Hayam dia cuma geleng terus senyum. Terus katanya dia, tanya Derana saja. Gitu?"
Aku mengerutkan dahi. "Lo gak bohong?"
"Demi alek, gue gak bohong."
Aku menghela nafas lelah. Melihat ke sekeliling melihat situasi apakah sudah aman atau belum. Lalu kemudian aku mendekat kan diri dan berbisik ke telinga Wira.
"Gue ditembak sama Hayam."
Wira menunjukkan wajah kaget yang menurutku sangat kocak.
"W-WHAT THE HELL?! ALIG!" teriak nya.
Aku segera membekap mulutnya. "Jangan teriak-teriak bodoh!"
Wira membuka bekapan mulut nya kemudian melihat ku dengan tatapan kepo.
"Terus lo acc gak? Cieee," canda Wira.
"Gue tolak."
Wira yang tadinya nyegar-nyengir kemudian terdiam dengan raut muka kaget nya lagi.
"Hah? Lo tolak? GILA! Kayaknya cuma elo doang yang berani nolak seorang Raja tersohor kayak Hayam. Alesan lo?" Tanya Wira seolah mengintrogasi.
"Gue belum punya perasaan yang sama, sama Hayam. Gue gak mau nerima dengan perasaan yang setengah-setengah. Lagipula, seharusnya lo tahu banyak pertimbangan. Apalagi orang kayak kita–"
"Ya gue tau," sela Wira. "Gue tahu banget."
"Kalo lo ngerti, gak usah nanya nanya lagi."
"Tapi, apa Hayam masih punya kesempatan? Begitu-begitu dia temen gue. Gue mau bantu temen gue," kata Wira.
"Gue tetap berencana buat sebisa mungkin untuk gak jatuh cinta sama Hayam. Tapi terkadang, meskipun gue udah berencana semua balik lagi sama yang diatas. Dan itu tergantung perasaan gue juga."
"Penjelasan lo berbelit banget. Intinya masih ada kesempatan kan? Lagian dari yang gue liat lo juga nyaman kan sama Hayam. Cuma baru sekedar itu aja kan? Gue juga gak bisa nyalahin Hayam yang langsung sat set sat set gitu. Seharusnya dia pdkt dulu, baru nembak. Ah, gue jadi pengen ngajarin Hayam deh, biar dia gak ketolak lagi," ucap Wira greget.
"Gih, ajarin sono. Kemarin pas gue tolak, dia juga bilang gini, Akan ku buat kau luluh, dan jadi milikku Derana. Gitu coy," kata ku.
"Ya elah, gaya banget tuh anak," timpal Wira geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba terdengar suara deheman dari belakang. Kami menoleh ke belakang, dan mendapati Hayam sudah berdiri sambil tersenyum.
"Sudah ngomongin aku nya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...