Chapter 39

1.3K 110 0
                                    

Hari ini, aku berniat untuk berbicara pada Wira soal mimpiku. Namun sebelum itu, aku harus menunaikan tugas ku melayani Yunda Sudewi. Nampaknya, Yunda Sudewi ingin sendirian saja.

"Nanti, kau kesini lagi saja saat makan siang. Aku mau sendirian," kata Yunda Sudewi.

"Yunda... Jika perlu sesuatu bisa bilang padaku ya? Aku selalu ada," kata ku pada Yunda Sudewi. Yunda Sudewi tersenyum, lalu mengangguk.

"Nanti, kau bisa mencari ku di dekat kolam ikan. Aku disana, melihat kolam ikan," tambah Yunda Sudewi.

"Baik, Yunda. Oh, aku juga ingin bilang aku ingin berbicara pada Wira," kata ku sekedar memberi informasi.

"Silakan saja, ia biasanya ada di tempat latihan, atau tidak ia sedang membantu Hayam," ucap Yunda Sudewi tersenyum simpul.

"Baik Yunda, terimakasih sudah memberitahu ku. Aku pamit," ucap ku sambil menunduk. Yunda Sudewi mengangguk. Lantas aku segera mencari keberadaan Wira. Dari tempat Yunda Sudewi paling dekat dengan ruang kerja Hayam. Maka dari itu, aku akan mencari ke ruang kerja Hayam baru ke tempat latihan.

Aku mengetuk pintu, lalu memberi salam.

"Permisi," ucap ku.

"Masuk!" Sahut Hayam.

Aku membuka pintu, dan masuk ke dalam ruang kerja nya. Lihat, ia sekarang sudah kembali berkutat dengan pekerjaan yang memusingkan.

"Oh, Derana. Ada urusan apa?" tanya Hayam.

"Ah... Aku mencari Wira. Dia, ada dimana?" tanya ku pada Hayam.

"Sejak aku datang kesini ia tak ada disini. Kemungkinan, ia ada ditempat latihan," ucap Hayam, "Memang nya ada apa?"

"Sedikit urusan. Yah... Hitung-hitung menghibur Wira. Kemarin, bisa dibilang hari yang tak baik untuk Wira maupun Yunda Sudewi," ucap ku.

"Betul juga," timpal Hayam.

"Yunda saja dari tadi hanya diam dan sekarang lebih memilih merenung di dekat kolam ikan," ucap ku sambil menghela nafas.

"Beri mereka waktu, kita hanya bisa ada disisi mereka. Menjadi tempat keluh kesah mereka," kata Hayam.

Aku mendekat lalu memegang pipi Hayam. Aku meneliti wajah tampannya dan menyadari bahwa ia benar-benar terlihat lelah.

"Semalam, apakah kau tidur nyenyak?" tanya ku.

Ia tersenyum, "Tentu, saja."

Bohong. Lihat saja kantung mata yang makin menghitam.

"Jika sudah lelah, jangan dipaksa. Ambil waktu rehat sejenak," kata ku.

"Iya, Derana."

"Jangan iya-iya saja tapi tidak dilakukan. Awas saja," ancam ku.

Setelah itu, aku pamit dan segera menuju tempat latihan yang berada di paling belakang dan ujung. Butuh waktu untuk sampai kesana. Disana banyak para prajurit yang sedang berlatih. Tentu, aku menjadi pusat atensi dengan kedatangan ku kesini.

Terlihat, ada dua orang laki-laki yang mendekati ku.

"Cari siapa?" tanya salah satu laki-laki.

"Wira."

"Oh, Wira. Dia—"

"WIRA! KELUAR LO!" teriakku membuat si kedua laki-laki itu terdiam.

"Wa—wah, suara mu kencang juga," ucap laki-laki itu.

Dari kejauhan Wira mendatangi ku dengan peluh keringat di dahinya.

"Apaan sih? Ck," ucap nya kesal. Melihat kedatangan Wira kedua laki-laki itu undur diri.

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang