Kami pada akhirnya hanya bisa terdiam, mendapati pintu terkunci rapat. Hayam mencoba membuka paksa, tetapi tetap tidak bisa. Sampai ia sendiri kelelahan.
"Sudah dobrak dan rusakkan saja pintunya, toh kau tinggal mengganti nya," ucap ku.
"Sudah ku coba, tidak bisa Derana."
Kami saling tatap. Lalu aku bisa melihat Hayam yang menghela nafas nya.
"Aku akan tidur disini saja."
Mata ku membulat ketika mendengar perkataan Hayam, "Hah? Lalu Wira?"
Hayam berjalan ke kasur, dan merebahkan dirinya di kasur yang empuk.
"Biar kan saja dia menunggu."
Aku menatap Hayam tak habis pikir. Aku pun merebahkan diriku di lantai yang dingin. Tak mungkin, aku tidur diatas.
"Hey, kenapa kau tidur dibawah? Naik lah ke atas," ucap Hayam.
"Aku masih punya sopan santun Yang Mulia," ucapku sambil terkekeh.
"Nanti, kau kedinginan," ucap Hayam lagi.
"Siapa yang peduli?" balasku lagi.
"Aku. Naik ke atas, atau aku juga akan tidur di lantai," ucap Hayam dengan nada memaksa.
"Tapi—"
"Cepat Derana," suara lugas Hayam masuk ke gendang telingaku. Aku kemudian ikut naik ke atas kasur, dan mulai merebahkan diri ku. Aku memilih untuk membelakangi Hayam, sebab aku tak mau melihat wajah Hayam. Aku, malu.
"Derana, apa kau mengantuk?" tanya Hayam pelan.
"Sedikit."
"Tidur lah kalau begitu," ucap Hayam lagi.
"Akan ku coba," balas ku.
Namun tiba-tiba Hayam menyelinapkan tangan nya di pinggang ku, seolah memelukku dari belakang. Jujur, aku tersentak kaget. Ia menarikku lebih dalam pada pelukan hangatnya, bahkan deru nafas nya dapat ku rasakan di leher belakang ku.
"Sebentar saja, aku sedikit kedinginan," ucap Hayam pelan.
Aku diam tak bergerak. Rasanya, seluruh tubuh ku membeku, tapi aku tak menolak nya. Dapat ku rasakan deru nafas Hayam yang teratur. Sepertinya, ia sudah tidur.
Cepat sekali ia tidur. Mungkin, ia kelelahan mengurus ini itu. Malam kian larut, namun mata ku tak mengizinkan untuk terpejam. Sampai muncul percakapan antara diriku sendiri.
"Hayam, bagaimana aku harus menjawab perasaan mu? Aku sadar, aku mulai luluh. Aku mulai jatuh pada mu. Tapi boleh kah aku memiliki perasaan ini? Yunda dan Wira bilang, aku harus mementingkan kebahagiaan ku. Jadi... Bolehkah aku egois perihal tentang perasaan ku pada mu?"
***
Pagi pagi aku terbangun dan mendapati Hayam yang masih tertidur lelap. Aku menatap wajah nya, yang polos ketika tertidur.
"Muka nya glowing banget. Heran, padahal di zaman ini belum ada skincare tapi kok mukanya bisa kinclong," gumam ku sambil terus menatap wajah Hayam.
Aku meraba alis tebal Hayam, turun ke bulu matanya yang lentik, hidung nya, sampai ke area rahangnya yang tegas.
"Sudah puas bermain dengan wajah ku?"
Aku terlonjak kaget. Hayam membuka matanya lalu tersenyum jahil.
"Te—ternyata sudah bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...