Chapter 9

3K 319 2
                                    

"Derana?"

Aku menoleh gugup melihat ke arah belakang. Aku meneguk saliva ku, takut orang di belakang ku melihat handphone ku. Sial, itu Wira.

Aku bergegas mengambil handphone ku, namun kalah cepat dengan Wira, ku lihat raut wajah Wira yang berubah drastis. Ia nampak kaget setengah mati.

"Kamu, bagaimana bisa punya barang ini?"

"Eh? Ini... Ini ku dapat dari seorang pedagang!"

Wira melihat ke sekeliling, lantas menarik tangan ku menjauh dari taman itu.

"Jangan bohong."

Ia menarikku ke sebuah ruangan tak jauh dari situ, aku berusaha melawan namun kekuatan ku kalah besar. Wira membuka sebuah kotak kecil, ia kemudian menunjukkan satu barang yang membuat ku juga kaget.

Handphone.

Berarti ...

"ANJIR!" teriak ku namun mulutku langsung di tutup oleh Wira.

"Fix kamu dari masa depan. Mana ada orang purba ngomong 'anjir'?" Kekeh Wira. Ah, jadi ada orang yang sama seperti ku. Kami terdiam sesaat lalu saling bertatapan dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Kita kembali dulu ke tempat tadi."

Kami pun kembali, ditengah itu Wira bertanya pada ku.

"By the way, kok kamu disini? Sudewi kemana?" Tanya Wira. Ah aku baru ingat.

"Ya, gimana ya aku kesasar, terus kepisah sama Yunda. Ya makanya aku disini," jawab ku. "Tapi Yunda bilang mau ke kolam ikan."

Wira tersenyum kecil. "Ayo aku antar."

Di jalan menuju kolam ikan kami sedikit berbincang, berkenalan lebih dalam, kemudian berbicara bagaimana Wira sampai disini, kehidupan nya disini. Fyi, pada akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan aksen 'gue-lo' karena kami memang awalnya berasal dari Jakarta dan kami ingin mengingat identitas kami sebagai anak zaman milenial.

"Ah, udah lama gak ngomong gue-lo, kangen banget sumpah. Disini ngomong nya formal banget njir," ucap Wira.

"Hahaha, gue sih, langsung beradaptasi. Itu mah lo nya aja yang gak bisa adaptasi," kata ku.

"Oh ya, honestly, gue kepo sama lo sama Rajendra. Lo sama Rajendra bisa kenal sama Yunda at least berarti lo setidaknya kasta lo kalo enggak waisya, ya ksatria. Tapi, waisya gak terlalu meyakinkan.

"Maka dari itu gue simpulin lo, sama Rajendra itu kasta ksatria. Yang basically, lo kalo gak jadi Bhayangkara, pejabat pemerintahan, atau mungkin bangsawan. Sekarang jawab, sebenernya posisi lo disini tuh apa? Gue bener bener kepikiran, dan jadi overthinking sendiri," ungkap ku panjang lebar. Wira tertawa.

"Lo kepikiran segitunya? Nanti entar lo tahu," tambah Wira. Wira kemudian bercerita bagaimana ia bisa disini.

"Gampangnya gue disini karena alasan konyol. Sekitar satu tahun yang lalu, gue lagi ke Mojokerto ke rumah nenek gue, ya sekalian survey rumah, karena rencana bonyok mau pindah. Pas gue ditinggal sendirian di rumah, gue gabut dan akhirnya mau ngasih makan ikan di kolam. Fyi, kolam ikannya lumayan gede dan dalamnya sampe 1,5 meter lebih lah. Gue gak sengaja kepeleset dan nyebur ke kolam ikan. Dan, jadilah gue disini. Untung gue ditolong Rajendra."

"Mirip mirip lah sama gue. Kalo gue kejebur di sumur," kata ku.

"Ahahaha senasib banget kita. Bisa lah ya kita jadi bestie," ucap Wira dengan tawa ringan. Memang, ia sangat suka tertawa.

"Gak ah, lo udah ada pawang nya. Yang ada pawang lo cemburu ama gue," ujar ku.

"Gak bakal, Sudewi pasti–"

Aku berhenti kemudian menunjuk ke depan. Wira mengalihkan pandangannya ke depan, ia meneguk saliva tatkala ia melihat Yunda. Terlihat Yunda dengan raut wajah kesalnya. Ia menghampiri kami, dan langsung mengintrogasi kami.

"Kenapa kamu bisa sama Derana? Kamu habis ngapain saja sama Derana? Kamu juga Derana, kok tiba-tiba kamu hilang? Kalian tidak melakukan hal yang aneh-aneh kan?" Tanya Yunda bertubi-tubi. Baru kali ini melihat Yunda yang sangat protective.

Wira tersenyum kecil. "Tadi aku tidak sengaja bertemu Derana yang sedang tersesat. Maka dari itu, aku antar dia ke kolam ikan. Karena, Derana bilang, kamu hendak ke kolam ikan. Lalu, diperjalanan kami mengobrol banyak, memang nya sebagai teman kami tidak boleh mengobrol dan mengakrabkan diri?" Tanya Wira. Yunda jadi malu sendiri. Ia menutup wajahnya yang memerah.

"Maaf, aku terlalu cemburu. Karena baru kali ini kamu tertawa dengan perempuan lain selain diriku," ungkap Yunda. Wira melihat ke sekeliling, kemudian ia maju satu langkah ke depan. Ia kemudian membelai pipi Yunda pelan.

"Tapi, kamu terlihat sangat lucu Sudewi," ujar nya. Aku memasang wajah ingin muntah, lalu berjalan agak menjauh dari situ. Sial, siang-siang begini malah disuguhkan oleh pasangan bucin.

***

Jangan lupa votment!

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang