"Derana! Lo?!" Ucapnya.
"Wira? Lo-"
Bu Wulan memandangi kamu bergantian, "Kalian sudah saling kenal?"
"Dia... Teman lama saya." Ucap ku sambil menunduk. Aku benar-benar tak bisa menahan tangis. Aku menggenggam erat rok abu-abu ku untuk menahan emosi ku yang begitu meluap lupa.
"Maaf saya menyela," ucap Wira dengan nada yang sedikit gemetar.
"Haduh, Wira kamu kembali ke tempat duduk kamu. Derana, lanjutkan perkenalan kamu," ucap Bu Wulan.
"Baik, Bu."
Setelah nya aku melanjutkan perkenalan ku dengan seadanya. Setelah itu aku dipersilahkan duduk. Bu Wulan kemudian pamit, karena sekarang bukan jam pelajaran nya. Setelahnya, banyak anak-anak mengerubungi ku untuk bertanya-tanya.
Ini lah, itu lah. Sampai tepukan di pundak membuat ku menoleh.
"Ayo kita ngomong."
***
Kantin terasa sepi, sebab jam pelajaran sudah di mulai. Aku terduduk dengan canggung, seolah sudah lama tak bertemu Wira.
"Aneh banget gak sih, gue ngerasa canggung," kata Wira pelan.
"Bukan lo doang yang merasa, gue juga. Ini, gak apa-apa kita disini?" tanya ku.
"Bu Ririn dari minggu kemarin gak masuk, cuma nitip tugas sampe minggu depan. Jadi aman. Dua jam free," kata Wira.
"Hadeh, dasar sekolah negeri," komentar ku.
Wira menatap ku sesaat, lalu tersenyum kecil.
"K-kenapa lo senyam senyum sendiri? Gila lo?" tanya ku.
"Gak, gue cuma ngerasa... Ada yang kurang. Biasanya kita berempat."
Mendengar kata berempat membuat ekspresi wajah ku berubah. Berempat ya?
"Hahahaha... Iya ya. Jadi kangen. Bagi gue, itu baru kejadian seminggu lalu. Tapi kenapa rasanya ngangenin ya?"
"Bagi gue... Itu udah satu tahun yang lalu. Sial, bagi gue itu hari-hari terberat gue," kata Wira kemudian.
"Lo pikir, yang ngerasa berat cuma lo?" tandas ku dengan tatapan getir. Wira menatap ku dalam, kemudian memalingkan wajahnya.
"Hayam kacau banget pas saat itu. Gue sama Sudewi bahkan sampe kewalahan," kata Wira.
Aku tersenyum kecil, "Berarti, kalian berhasil kabur ya?"
"Buat apa berhasil kabur, kalo lo pergi? Sudewi sedih mulu, begitu juga Hayam. Gak, mungkin dia udah ditahap depresi. Dia uring-uringan, kesehatannya menurun, dia-" Wira menarik nafasnya, tak kuasa melanjutkan ucapannya. Separah itu kah efek yang ditimbulkan ketika aku pergi?
"Pemberontakan berhasil ditumpas, keraton di bangun ulang, dan disaat itu Hayam baru tahu kalo lo... Hilang. Ya gue jelasin ke Hayam, kalo saat itu lo kena panah dan lo nyuruh gue dan Sudewi buat terus lari dan kabur. Gue selalu yakinin dia, bisa aja lo selamat dan kabur. Sampe, salah satu pemberontak ngasih tau sempet buang mayat di danau bubat. Dan kebetulan cuma kita yang lewat sana. Dan cuma lo, yang hilang. Hayam gencar nyari lo, dan hasilnya nihil. Selama setahun, dia tetep nyari lo. Gue bahkan prihatin ngelihat dia, gue ikut sedih, dan gue ngerasa gagal buat lindungin lo. Maaf..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Ficción histórica[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...