"Rasanya ada yang aneh," ucap Yunda Sudewi.
Wira mengangguk, "Iya."
Aku dan Hayam saling lirik, namun kami diam tak membuka suara.
"Besok, kita sudah kembali ke Trowulan, kalian sudah bersiap?" tanya Yunda Sudewi.
"Aku sudah," kata ku.
"Aku juga," ucap Hayam.
"Hey, kalian mau foto tidak?" tawar Wira.
Mata Yunda Sudewi mengerjap, "Ah, maksud mu mengambil gambar untuk diabadikan?"
Wira mengangguk, "Benar. Kapan lagi kita kesini kan?"
"Ayo, di depan pantai saja!" seru Yunda Sudewi bersemangat. Ia langsung kabur keluar, dan diikuti Wira.
Aku yang masih sibuk membereskan meja makan, tiba tiba di peluk dari belakang oleh Hayam.
"Perlu kah kita memberitahu mereka?" tanya Hayam.
"Kalau mereka bertanya, jawab saja. Tapi kalau tidak, ya sudah diam saja," kata ku lagi.
"Masih lama kah?" tanya Hayam.
Aku tersenyum tipis, "Yang Mulia Sri Rajasanagara, mohon bersama sebentar ya?"
Aku kemudian mengecup cepat pipi Hayam. Sedangkan si empu terdiam dengan rona merah yang tercetak jelas di pipi nya.
Kini aku telah selesai dengan pekerjaan ku, kemudian aku menggandeng Hayam menuju pintu keluar, "Ayo, pasti mereka sudah menunggu."
Hayam tersenyum gugup, "Ayo."
***
Berbagai gaya sudah kami lakukan. Dan sekarang saat nya aku bekerja menjadi fotografer dadakan.
"Bisa ulang gak? Ini muka gue gak simetris," kata Wira.
"Banyak mau lo, cepet!" kesal ku.
Aku pun mengambil beberapa foto Wira serta Yunda Sudewi lagi. Setelah mengambil beberapa foto, Wira kembali mengecek nya.
"Ih, ulang deh, gue kayaknya bagusan angle kanan," kata Wira.
"Lo kayak cewek aja, udah ah. Sekarang gantian," ucap ku, seraya memberikan ponsel ku. Wira berdecih pelan, lalu aku bergegas mencari angle serta gaya yang tepat. Aku mendapati Hayam hanya diam, padahal maksud ku aku ingin berfoto bersamanya.
"Hayam! Sini!" Seru ku.
Hayam menunjuk dirinya sendiri, "Hah? Aku?"
Ia berjalan mendekat dengan tatapan bingung.
"Ku pikir, kau mau mengambil gambar sendiri," ucap Hayam.
"Aku ingin mengambil gambar bersama mu, Hayam. Agar, perjalanan ini bisa terus ku kenang," kataku lagi.
Beberapa pose sudah kami lakukan. Dan pose terakhir yang tak pernah aku duga. Di hitungan ketiga, Hayam mencium pipi ku. Membuat Yunda Sudewi dan Wira menahan teriakan mereka. Sedangkan aku, terdiam kaget.
"Ha—Hayam! Kau—"
Hayam tersenyum, "Kami sudah resmi menjadi kekasih!"
Aku menghela nafas, namun kembali tersenyum. Padahal aku tak berniat memberi tahu Yunda Sudewi atau Wira sebelum mereka bertanya, tapi sepertinya Hayam sangat ingin mereka berdua tahu. Ya sudahlah. Asal Hayam senang, tidak apa apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...