Chapter 34

1.3K 126 4
                                    

Besok adalah hari terakhir ku libur. Selama hampir seminggu ini aku selalu datang ke tempat Ann, untuk mengajarkan nya bahasa setempat. Dalam waktu hampir seminggu, pengucapan Ann nampak lebih baik.

"Kamu, guru yang baik," puji Ann.

"Terimakasih Ann," balas ku.

"Aku, akan segera pergi dari sini," kata Anna tiba-tiba.

"Tiba-tiba sekali? Lantas uang mu?" tanya ku.

Ann tersenyum, "Ada seorang saudagar yang baik hati mau menampung ku. Aku bersyukur."

"Syukur lah. Aku pasti akan merindukanmu," kata ku, "Besok juga, adalah hari libur terakhir ku. Besok hari terakhir aku bisa berkeliaran bebas seperti ini."

"Kembali ke rutinitas biasanya ya?" tanya Ann terkekeh.

"Iya. Betul sekali."

"Ku dengar, besok ada perayaan besar besaran. Karena, Raja negara ini akan berganti usia," kata Ann.

Mata ku membulat, dan kaget. Besok banget nih Hayam ulang tahun?

"Besok?"

"Iya. Memangnya kau tidak tahu? Lihat lah, para warga juga sudah bersiap di alun-alun Utara untuk merayakannya besok," kata Ana.

Aku menghelat nafas. Tentu aku tidak tahu, sebab aku tak pernah ke alun-alun Utara yang disebut lapangan Bubat.

Ini sudah sangat mepet sekali. Tapi aku belum menyiapkan kado apapun untuk Hayam. Apa yang harus ku beri kan padanya? Ia sudah punya segalanya sepertinya.

"Ann... Kira-kira, hadiah apa yang laki-laki suka?" tanya ku.

"Hm, siapa yang akan kau berikan hadiah?" tanya Ann.

"Ke—kekasih ku."

Ann kaget, namun tersenyum menggoda. Ia mendekat dan memelankan suaranya.

"Dirimu saja, kau jadikan hadiah."

Aku tak mengerti awalnya, namun ketika aku menangkap artinya aku langsung menunduk malu. Wajah ku memanas bak kepiting rebus.

"I—itu tidak boleh."

Aku pun kembali memikirkan apa yang harus ku berikan pada Hayam sebagai kado ulangtahun nya. Tiba-tiba terlintas rencana dalam kepalaku. Aku tersenyum senang.

"Ann, apakah kamu bisa membantu ku besok?"

***

"Wira, Yunda Sudewi, mengerti kan?" tanya ku.

Mereka mengangguk.

"Tapi apa tidak terlalu berlebihan? Nanti Hayam bisa marah pada mu," kata Yunda Sudewi.

"Iya, bener tuh. Nanti kalo cowok lo ngambek gimana? Awas ya, kalo pada lari ke kita. Awas aja," kata Wira ketus.

"Ya elah, tenang aja. Pokoknya nanti pas ada kita kumpul berempat nanti—"

"Nanti apa?"

Ucapan ku terpotong dengan kehadiran Hayam. Kami menoleh bersamaan.

"Oh, Hayam. Kenapa, kemari?" tanya ku.

"Aku hanya ingin melihatmu, tidak boleh?" Hayam balik tanya.

"Ah, boleh boleh."

"Aku juga ingin istirahat sebentar. Kepalaku rasanya ingin pecah dengan berbagai pekerjaan ku. Oh iya, tadi apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Hayam

Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang