Perjalanan jauh telah kami tempuh. Butuh waktu yang lama untuk sampai ke Trowulan. Badan ku saja sampai pegal-pegal karena perjalanan itu. Meski lelah, aku masih harus bekerja. Gini-gini, aku tak ingin makan gaji buta.
Setiap kali kami beristirahat di sebuah desa, aku berusaha untuk Yunda Sudewi tetap nyaman. Seperti menyiapkan bantal untuknya, menyiapkan minuman atau makanan ringan untuk mengganjal perut dan lainnya.
Sayang, waktu aku berjumpa dengan Hayam hanya sebentar. Karena, kami berada di kereta kuda yang berbeda. Kami juga hanya sempat bertemu ketika hendak beristirahat di penginapan.
Sesampainya di Trowulan, aku diberi waktu tiga hari untuk libur dan beristirahat. Katanya sedikit imbalan karena banyak membantu. Selain mendapatkan libur, aku juga di izinkan keluar dari keraton untuk sekedar berjalan-jalan.
"Derana... Ajak aku. Aku mohon, aku bisa mati bosan," rengak Yunda Sudewi.
"Aku sih sudah dapat izin, bagaimana dengan Yunda? Tak mungkin kan, Yunda pergi begitu saja? Bisa gawat nanti," kata ku.
"Itu benar Sudewi, sudah disini saja. Memang nya, kau tak ingin menemani ku latihan?" tanya Wira yang sudah berpeluh keringat.
Aku melirik Wira, "Rajin banget lo, jam segini udah latihan. Gak capek? Gue sih mau healing."
"Ya elah kenapa sih, komentar aja lo. Udah sana ah," usir Wira.
Aku berdiri, dan menjulurkan lidah ku pada Wira dan langsung pergi dari situ. Aku bergegas ke kamar ku, mengambil koin gobog, dan bersiap. Setelah siap, segeralah aku pergi berjalan-jalan keluar keraton.
***
Aku mengambil nafas, menghirup udara segar. Sudah lama, aku tak berjalan-jalan sendiri. Aku mampir ke pasar, melihat berbagai macam aneka barang yang di dagangkan.
Lagipula, aku harus kemana lagi? Hiburan ku disini hanya ada pasar. Tak ada mall, atupun bioskop.
Di pasar, aku menghabiskan uang ku untuk membeli segala jajanan. Mata ku terpaku pada seorang pedagang yang nampak berbeda dari yang lainnya. Kebanyakan pedagang selain orang asli Nusantara, paling tidak orang-orang Tionghoa atau disini lebih terkenal dengan kerajaan Qing, jika aku tidak salah. Sedangkan ia berkulit putih porselen, dengan rambut coklat terang dan mata biru.
Aku menghampiri nya, dagangannya nampak sepi. Ia seperti berjualan buku.
"Ha-halo, nona... Ad-"
Ia nampak terbata-bata.
"Where are you from?" sela ku.
Ia nampak kaget, namun tatapannya nampak berbinar-binar.
"I am from Scotland. Wow, how can you understand what I'm saying?" tanya nya.
"I learned from my friends," jawab ku, "How did you get here?"
"That's a long story," balas nya sambil tertawa.
"Are you busy? If you're not busy, can I hear your story?" tanya ku penasaran.
"Come here, I'll gladly tell you."
***
Aku tersenyum senang memasuki area keraton. Hari ini, aku sangat puas. Rencananya besok aku akan mampir kesana lagi. Hari ini aku mendapatkan teman baru. Ia adalah Ann-seorang pedagang berdarah Skotlandia. Ia adalah seorang pengembara. Ia suka mempelajari berbagai budaya asing. Menurutnya, itu sangat menarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...