Aku dan Hayam kembali ke Pesanggrahan dengan keadaan sedikit kehujanan. Wira dan Yunda ternyata sudah sampai lebih dahulu daripada kami.
"Kalian lebih baik segera berganti pakaian. Bisa sakit nanti," ucap Yunda dengan nada khawatir. Aku dan Hayam mengangguk. Aku kemudian segera kembali ke ruangan ku. Setelah mengganti pakaian kami semua berkumpul di ruang tengah, sambil menikmati teh hangat yang dibuat oleh Yunda.
Sedangkan Hayam dan Wira sudah kembali berkutat dengan pekerjaan mereka. Hayam membuka daun lontar yang berisi pekerjaannya. Sesaat ia mengerutkan dahi, dan beralih menatap Wira. Wira dengan wajah serius nya hanya mengangguk. Yunda kemudian izin untuk tidur lebih dulu. Ketika aku hendak menemani Yunda, tangan ku ditahan oleh Hayam.
"Tunggu dulu, ada sesuatu yang ingin aku diskusikan," kata Hayam.
"Aku mau menemani Yunda, jadi—"
"Ah, aku bisa sendiri kok. Kamu lebih baik disini saja, Derana," ucap Yunda sambil tersenyum. Senyum itu, terasa menyebalkan bagi ku.
Dan jadilah aku ditinggal di ruangan tersebut.
"Coba baca ini," ucap Hayam seraya menyodorkan daun lontar yang tadi ia pegang. Aku mengambilnya kemudian membaca nya.
Oh iya, entah bagaimana ceritanya aku jadi bisa membaca aksara kuno. Ini terjadi secara natural, seolah aku memang hidup di zaman ini.
Aku mengerutkan dahi.
"Obat-obatan terlarang? Maksudmu?" Tanya ku tak percaya. Aku ingin mengklarifikasi tebakan ku.
"Gampangnya sih, narkoba," ucap Wira.
Narkoba? Pada zaman ini? Aku shock mendengar hal itu.
"Maka dari itu, kita tak bisa diam saja. Jika dibiarkan, akan semakin parah," kata Hayam.
Aku tak mengerti sebenarnya, kenapa aku yang notabenenya hanya pelayan Yunda Sudewi diberitahu masalah sepenting ini.
"Lantas, apa hubungannya dengan ku?" Tanyaku pada Hayam.
"Kau pasti bisa memberiku saran yang bagus," balas Hayam dengan senyum yang tersungging.
"Mohon maaf yang mulia Sri Rajasanagara, tapi sekarang aku tidak bisa memberi saran," kata ku lagi. Ini permasalahan yang cukup rumit, dan tak bisa ku tangani.
Hey, aku ini hanya remaja 17 tahun?
"Ayo dong, bantuin kita," ucap Wira merayuku.
"Kalian berdua, pemaksa. Ya sudah aku beri pendapat ku. Menurut informasi, para pengedar obat obat ini mengedarkannya dari kawasan prostitusi. Aku ingin bertanya sebelumnya, memang nya ada kawasan prostitusi?" Tanya ku. Sejujurnya aku kaget, pada zaman ini ada prostitusi.
"Ya, malu untuk mengakui nya tapi memang ada. Tapi sialnya, tempat itu tak diketahui oleh ku, mereka bermain sangat rapi," ucap Hayam.
"Berarti, langkah pertama adalah mengetahui dimana letak kawasan prostitusi itu bukan? Setelah itu, kita harus mencari informasi dari situ. Baru kita bisa melanjutkan rencana," kata ku lagi.
"Tapi, untuk mencari tahu, kita perlu orang yang langsung turun ke lapangan," timpal Wira.
Aku meneguk saliva ku, berusaha meyakinkan diriku untuk mengambil keputusan terbesar ku. Keputusan yang sangat beresiko, dan berbahaya.
"Aku akan turun sendiri, mencari tahu informasi itu," ucap ku lantang. Sejujurnya ada sedikit rasa takut, namun berusaha ku netralisir. Aku mengingat, bagaimana di zaman ku narkoba cukup merajalela. Dari aparat pemerintah, publik figur, sampai warga biasa hingga remaja bisa kecanduan karena narkoba. Aku, tak bisa tinggal diam.
Toh, aku punya backingan Hayam dan Wira. Namun, aku dapat melihat raut muka Hayam yang nampak tak suka dengan keputusan ku.
"Derana, bukan kah itu terlalu berbahaya? Kemarin hampir saja kau jadi korban jual beli manusia, sekarang kau mau turun sendiri ke sarang prostitusi itu? Tidak bisa. Ini masalah keselamatan mu," kata Hayam.
"Iya, lagipula kita cuma minta saran bukan berarti lo harus bener bener turun ke lapangan buat nyari informasi," tambah Wira meyakinkan.
"Gue bisa Wira. Percaya sama gue. Kemarin itu karena terjadi tiba-tiba dan kita gak punya rencana. Sekarang kan kita punya rencana, aman lah," kata ku lagi.
Hayam kemudian memegang tangan ku, diiringi tatapan khawatir nya.
"Aku tidak akan membiarkan mu masuk ke dalam masalah ini lebih dalam, Derana."
"Tapi aku mampu Hayam. Toh, aku hanya mencari informasi?" Ucap ku lagi.
"Tapi itu sarang prostitusi goblok! lo mikir gak sih, resiko nya gimana? lo perempuan!" Ucap Wira dengan nada emosi.
"Gue bisa jaga diri Wira! Gue bukan anak kecil!" Balasku tak kalah emosi. Aku sudah bertekad, jika aku sudah bertekad tak akan ada yang bisa mengubah keputusan ku. Itu prinsip ku.
"Sudah, jangan berkelahi!" Hayam menengahi kami. Kini, diskusi yang awalnya berjalan lancar, menjadi runyam.
***
Pada akhirnya tak ada kejelasan siapa yang akan turun mencari informasi. Hayam mengatakan untuk masing-masing dari kami mendinginkan kepala terlebih dahulu. Aku keluar Pesanggrahan, dan duduk di teras, melihat pancaran bintang yang bersinar. Wangi pertichor memasuki Indra penciuman ku. Hujan telah usai, membuat tanah mengeluarkan bau pertichor.
Aku menghela nafas, memikirkan tindakan ku. Jujur aku awalnya takut mengambil keputusan, tapi kini keyakinan ku sudah bulat. Dan aku percaya diri bisa menyelesaikan tugas ini dengan mudah. Tapi kenapa Wira nyolot begitu? Itu yang membuat ku kesal setengah mati padanya.
Tiba-tiba tepukan pelan datang dari arah belakang ku. Hayam menepuk pundak ku pelan, diiringi senyum manis nya.
"Sudah dingin?" Tanya nya.
"Belum, masih kesal dengan Wira," balas ku.
"Derana, kami bukannya tidak percaya dengan kamu. Kami tahu, kamu kuat, kamu bisa menjaga diri kamu, tapi kami sangat khawatir. Kami hanya takut, kejadian seperti kemarin terulang lagi. Kami tidak ingin kehilangan dirimu, Derana.
Wira saja bisa marah seperti itu, karena ia peduli dengan mu, ia khawatir. Aku juga khawatir Derana. Aku tak ingin kamu terluka. Karena sekarang, tentang mu adalah menjadi prioritas ku," ucap Hayam tenang. Aku terpana sesaat tatkala ia mengatakan bahwa diriku adalah prioritas nya. Untuk sesaat, pipiku memerah mendengar perkataan Hayam.
"Hayam, prioritas kan dirimu, kerajaan, keluarga mu, baru aku. Urutan prioritas nya itu salah," kata ku.
"Tidak. Kamu itu prioritas tertinggi ku. Dibandingkan dengan kerajaan atau keluarga ku, kamu prioritas terbesar ku," kata nya lagi.
"Kamu lebih penting dari segalanya, Derana. Setelah mendengar ini, apakah kamu masih mau turun?"
***
— TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...