45. PESAWAT

25.7K 2.3K 245
                                    

Hari kepulangan sudah tiba, kini Rio dan anak-anaknya berangkat pada pukul 3 dini hari. Mereka berangkat pagi buta karena tak mau si putri kecil menangis sebab keluarganya tak ikut sepenuhnya.

Bahkan, pesawat pribadi pun sudah mendarat sempurna di bandara internasional London Heathrow seakan menunggu sang tuan untuk dikawal. 

Mereka pulang tak membawa barang sedikitpun, karena barang yang berada di mansion tanah kelahirannya sudah sepenuhnya terpenuhi. Jadi mereka mungkin hanya membawa beberapa blackcard serta uang cash 'kecil-kecilan'. 

Beberapa ciuman perpisahan sudah tercetak jelas di wajah sang putri tidur, tetapi juga tak membuatnya terbangun.

Gadis itu tidur sangat pulas digendongan Vano dengan wajah damai yang mampu menghipnotis mata memandang.

Isakan kecil terdengar dari bibir ranum wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik jelita. Hatinya sungguh merasa berat harus ditinggalkan putra putrinya.

Namun apalah daya dirinya tak bisa ikut karena tahap penyembuhannya masih belum usai.

"Jaga diri baik-baik disana, kalo ada apa-apa segera beri tau kami. Cepat atau lambat opa dan yang lain akan segera menyusul" Pesan Austin
diangguki Rio dan the boy's Valter. 

"Rio, sebagai seorang ayah kamu harus bisa mengontrol emosi. Keadaan sudah tidak seperti dulu lagi, apalagi ada seorang putri yang harus kalian lindungi" Nasihat Sherine sambil mengelus pundak anaknya. 

"Iya mom, pasti" Jawabnya tegas.

Tak ingin terlalu lama, akhirnya mereka pamit untuk pergi tak lupa melakukan dekapan serta salam perpisahan.

Sedangkan Letta sendiri tak berhenti untuk mengeluarkan air mata, apalagi beberapa ciuman dan kalimat penenang dari The boy's membuatnya semakin tak tega melepaskannya. 

"Don't cry ma, kita jadi nggak bisa ninggalin mama kalo sedih gini" Ucap Vino menghapus air mata wanita yang sudah dianggap sebagai ibu sendiri.

Mendengar itu, Letta memaksakan senyumnya mengartikan bahwa dirinya baik-baik saja.

"No, ini air mata bahagia. Akhirnya kalian mau pulang dan berkumpul kembali seperti dulu, i'm so happy son. Sudah cepat kalian berangkat sebelum si putri kecil terbangun" Alibinya dengan terkekeh pelan, namun lain dengan hatinya yang menolak kepergian mereka.

"Kalo begitu kami pamit dulu, kalian juga jaga diri di sini. Kami tunggu kedatangan kalian di sana, Assalamualaikum" Pamit Rio.

"Waalaikumsalam, hati-hati" Balas mereka bersamaan sambil melambaikan tangan yang dibalas senyuman tipis.

Setelah itu, Rio dan anak anaknya berjalan menuju pesawat pribadi diikuti beberapa bodyguard dibelakangnya.

Tak lupa beberapa pramugara dan pramugari sudah berbaris rapi dengan melakukan sambutan sopan. 

"Tidurkan princess di kamar son, biar nanti badannya tidak sakit" Ujarnya setelah masuk ke dalam pesawat.

Vano mengangguk sebagai jawaban kemudian berjalan menuju kamar dengan interior yang cukup mewah dan luas. 

Vano meletakkan adik kecilnya dengan pelan agar tidak bangun, tangannya menepuk pelan pantat gadis itu saat merasakan gerakan kecil.

Merasa sudah tenang kembali, Vano menaikkan selimut sebatas dada kemudian mencium kening Zy dengan durasi cukup lama. 

Ia tersenyum tipis melihat wajah polos yang tertidur dengan damai itu, hatinya terasa hangat dengan pemandangan elok di depannya. 

"Bobo yang nyenyak cantik, abang keluar dulu ya" Bisiknya.

I'M Not An Illigitimate ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang