IK - 25

7K 343 2
                                    

"Gamon itu."

"Ya secara udah digituin, membekaslah nggak bisa lupa gitu aja."

"Jadi gue ntar kalau ngebet sama cewek, mau gue gituin duluan ahh. Biar nggak lepas."

"Hush, ngaco." Bayu menimpuk Deni dengan gulungan kertas. "Dosa." Bayu melotot. Deni pun nyengir. "Nggak gitu. Kuncinya jodoh. Kalau nggak jodoh segimana udah diikat, tetep aja lepas." Bayu mengingatkan.

Reyhan yang hendak masuk ruang BEM mengurungkan niat saat mendengar obrolan anak-anak BEM mengenai berita selebriti di akun gosip. Reyhan bersandar sebentar ke dinding, mencoba mengatur nafas.

Dipalingkannya pandangan ke anak tangga yang terletak tidak jauh dari posisinya saat ini. Anak tangga yang menjadi saksi perkenalan dirinya dan Naya dulu, tepatnya beberapa tahun yang lalu.

Surat kelulusan keluar, dengan berdebar Naya membuka secara perlahan amplop putih itu. Arya memantau dari kejauhan. Dan ia ikut tersenyum saat melihat Naya berjingkrak-jingkrak bersama Dea setelah membaca isi amplop tersebut. Naya dan Dea lalu berpelukan.

Reyhan beranjak, dan samar dia melihat Naya tengah melompat kegirangan. Sepertinya dia lulus. Batin Reyhan. Langkahnya terhenti, mencoba menikmati momen bisa menatap sosok itu sepuas mungkin untuk terakhir kalinya.

"Lulus?" Tanya Arya yang kini sudah ada di antara mahasiswa dan mahasiswi yang bersukacita atas kelulusan mereka. Naya tidak menjawab, akan tetapi dia tersenyum lebar sembari mengangguk.

"Cumlaude dong, Naya." Ujar Dea.

"Serius?!" Tanya Arya. Naya tersenyum penuh arti. "Keren." Puji Arya. "Selamat ya?!" Arya mengulurkan tangannya yang langsung disambut Naya.

"Makasiiiiih." Sahut Naya. Arya tersenyum bangga. Reyhan menelan saliva, tertatih dia melangkah pergi, meninggalkan kampus juga meninggalkan kisah cintanya dengan Naya.

***

"Pa... Ma..." Rengek Gina. Sepasang suami-isteri paruh baya itu tidak menghiraukan rengekan Gina. "Gina masih mau kuliah di sini."

"Gin, nurut ya sama Papa sama Mama." Pinta wanita itu lembut.

"Ma...."

"Gin, laki-laki masih banyak kok. Terlebih kamu masih sangat muda. Masih panjang perjalanan."

"Tapi, Pa....."

"Tuhan tahu mana yang terbaik buat kamu. Pernah kepikiran nggak kalau suka dia dan sayang dia, otomatis harus suka dan sayang anaknya juga. Nggak mudah lho, Gin." Papar wanita itu sembari menggandeng Gina.

"Iya, lagian sekarang dia udah punya istri lagi. Jadi buat apa kamu kejar-kejar dia. Emang kamu mau dipoligami?" Gina menunduk.

"Udah yuk?!"

"Sebentar."

"Kenapa lagi, Gin?"

"Gina kebelet. Pengen ke toilet dulu."

"Jangan lama-lama. Mama sama Papa tunggu di mobil."

"Iya, Ma."

Gina segera kembali masuk ke gedung kampus. Baru beberapa bulan ia menjadi mahasiswi UnSu, hari ini ia harus kembali ke kota asalnya, Jakarta. Gina hendak belok ke ruang dosen, bertemu dengan Arya untuk terakhir kalinya saat samar ia melihat Arya tengah berada di antara mahasiswa dan mahasiswi yang tengah bersorak atas kelulusan mereka. Arya tampak sedang menatap bangga pada satu sosok yang berdiri tepat di hadapannya, sosok itu tak lain Kanaya Putri. Gina menarik nafas, menunduk sebentar hingga akhirnya memutuskan balik badan.

Gina mulai melangkah namun sesekali dia melirik ke belakang. Jelas sekali Arya tampak begitu menikmati momen berada di dekat Naya, begitu bangga dengan sosok Naya. Gina pun mantap pergi, meninggalkan tempat itu.

"Udah kabari Ibu?" Tanya Arya.

"Ya ampunnn..." Naya menepuk dahinya. "Belum."

"Kabarin dong." Naya mengangguk. Ia lalu menekan sebuah nomor yang ia hapal.

"Assalamu'alaikum."

"Waa'alaikumsalam, Ibu."

"Kenapa, Nay?"

"Naya lulus, Bu."

"Alhamdulillah. Selamat ya, Nak."

"Iya, Bu. Makasih. Ehh Ibu udah di rumah Amang sama Bibi?"

"Udah."

"Salam ya buat Amang sama Bibi."

"Iya nanti Ibu sampaikan, jangan lupa nanti kamu ke sini ya?"

"Siap, Bu."

"Ibu lagi di rumah Amang?" Tanya Arya sesaat setelah Naya menutup sambungan telepon.

"Iya, nginep sampai selesai acara nanti."

"Ohh...."

"Pa.... Boleh minta izin nggak?" Bisik Naya.

"Izin ke mana?"

"Pengen ke makam Bapak sama Kak Indri."

"Boleh, nanti saya antar."

"Nggak usah." Tolak Naya. "Aku pengen sendirian ke sananya."

"Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa."

"Bener?"

"Ihh kok curigaan sih?"

"Abis emang kamunya mencurigakan."

"Sembarangan."

"Kapan mau ke sananya?"

"Sekarang pulang dari sini."

"Ya udah tapi hati-hati. Jangan pulang terlalu sore. Nanti malam ada yang mau traktir makan malam di luar soalnya."

"Hah? Siapa? Pa Arya mau traktir aku? Ihh makasih banget sebelumnya." Arya yang gemas dengan tingkah Naya yang tengah diselimuti sukacita itu menepuk dahi Naya. Dea berdehem-dehem.

"Iya. Ya udah sana jalan sekarang. Saya mau ngajar dulu."

"Siap."

***

Naya beneran mau ke makam?
Apa sih yang di pikiran Arya, kok kayaknya......

Ssssttt 🤫
ada di additional part 25 nya KaryaKarsa ya.

Happy Reading ❤️

Happy Reading ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IparkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang