"Nah yang ditunggu akhirnya datang." Seru Mila saat melihat putranya datang. Langkah kaki Reyhan terhenti. Di ruang tamu rumah orang tuanya kini ada seorang ibu paruh baya dan seorang gadis. Reyhan mengangguk santun, menyapa keduanya. Tampak ibu itu tersenyum manis juga hangat sedang gadis yang duduk disebelahnya menatap dengan tatapan tidak percaya. "Rey, sini duduk."
"Reyhan ke dalam aja, Ma. Mau mandi dulu."
"Ohh ya udah sana."
"Permisi, Tante." Reyhan pamit.
"Ganteng sekali anakmu."
"Iya dan kayaknya cocok sama Ami. Iya nggak, Mi?" Seloroh Mila.
"Ahh mana mau Kak Reyhan sama aku?" Sahut Ami.
"Ehh dimana-mana cinta itu datang karena biasa. Betul nggak, Ndah?"
"Iya itu, bener."
Dan ternyata percakapan Mila dan Endah sore itu berlanjut ke rencana perjodohan Reyhan dan Ami. Reyhan jelas menolak saat Mila mengutarakan rencananya. Sedang Ami, antara ingin dan tak ingin.
"Serius, lu?"
"Iya."
"Waaahhh kayak dapat durian runtuh nggak sih?"
"Sekilas iya."
"Kok sekilas?"
"Tau sendiri mantan terakhir Kak Reyhan siapa. Aku jujur agak insecure."
"Ahh itu kan cuma masa lalu. Kak Naya nya juga udah nikah sama Pak Arya. Pastinya Kak Reyhan juga udah move on dong."
"Semoga."
"Udah setuju aja. Lumayan memperbaiki keturunan. Secara Kak Reyhan gantengnya maksimal gitu."
"Sialan." Cetus Ami sembari membulatkan bola matanya. Sarah, sahabat Ami itu pun terbahak.
***
"Nay..."
"Ehh iya, Teh."
"Arya ada?"
"Ada lagi mandi."
"Pantesan Teteh telepon nggak diangkat-angkat."
"Ada perlu sama Kak Arya?"
"Iya."
"Ya udah nanti Kak Arya disuruh telepon balik ke Teh Hani atuh ya?"
"Iya, Nay. Makasih ya."
"Sama-sama, Teh."
"Mam...." Sapa Arya yang baru keluar dari kamar mandi.
"Pa, telepon Teh Hani ya abis pakai baju."
"Ada apa?"
"Dari tadi telepon Pa Arya tapi nggak diangkat-angkat katanya. Makanya telepon ke aku."
"Ohh iya. Nanti saya telepon." Arya segera memakai celana pendek juga kaos oblong lalu meraih ponselnya.
"Kenapa, Teh?"
"Rama besok wisuda. Kamu bisa dampingi Rama nggak? Tadinya Teteh pengen banget datang tapi Teteh masih masa iddah."
"Jam berapa, Teh?"
"Siang, kamu bisa nggak?"
"Insyaallah bisa kalau siang. Nanti selesai ngajar, Arya langsung ke tempat acara. Share alamatnya aja ya, Teh."
"Siap. Makasih banyak, Ya."
"Sama-sama, Teh."
"Kenapa, Pa?"
"Rama minta ditemenin wisudanya. Teh Hani kan masih masa iddah."
"Ohh."
"Ikut yuk?! Temani saya."
"Malu ahh."
"Iya sih ya, saya mah malu-maluin."
"Ihh bukan gitu maksudnya. Ahh kan salah ngomong."
Arya melenggang begitu saja keluar dari kamar. Naya meringis.
"Lagi apa, Nesh?" Tanya Arya menghampiri Anesh yang tengah asyik dengan ponselnya. "Hmmm main game." Arya mengacak-acak rambut Anesh.
"Papaaaaa."
"Udah belajar belum? Tugas udah selesai?"
"Udah Papa."
"Main apa sih?" Arya mengintip. "Masya Allah game online pantesan ya kuota boros." Anesh nyengir.
"MamNay mana, Pa?"
"Tuh di kamar."
"Udah tidur?"
"Lagi bikin CV."
"MamNay mau usaha apa?"
"Curriculum Vitae, Nesh. Bukan Commanditaire Vennootschap."
"Ohhh...." Seru Anesh sembari terkekeh. "MamNay mau kerja, Pa?"
"Iya katanya." Jawab Arya sembari meraih remote televisi. "Udah mainnya, udah malam. Lanjut ntar kalau malam libur. Tidur gih."
"Oke..oke... Lima menit lagi tapi ya, Pa. Tanggung."
"Lima menit ya, lebih dari lima menit Papa ambil hp nya."
"Ihh si Papa."
"Oke, timer lima menit sudah dimulai."
"Papaaaa."
"Ayo silakan serang menyerang dulu, ikhtiar dulu aja ngalahin lawan mumpung ada waktu empat menit lagi."
"Papaaaaa mah."
"Tiga menit lagi."
"Ihh si Papa." Anesh tegang. "MamNay, si Papa nih. Gangguin aku." Teriak Anesh.
"Dua menit lagi."
"MamNay....." Anesh kembali berteriak. Naya yang samar mendengar dirinya dipanggil Anesh segera beranjak.
"Kenapa, Nesh?" Tanya Naya sembari berjalan menghampiri.
"Satu menit lagi." Alis Arya mengangkat.
"Tuh kan kalah. Papa sih." Anesh mencubit lengan Arya gemas. Arya tergelak.
"Kenapa?" Ulang Naya.
"Si Papa gangguin aku main game." Adu Anesh kesal.
"Kan perjanjiannya juga cuma lima menit tambahan waktunya." Ujar Arya. Anesh mengerucutkan bibirnya. Naya geleng-geleng kepala.
"Udah, yuk tidur. MamNay kelonin."
"Asyik. Ayo, Mam." Anesh bangkit dan diap melangkah.
"Mau gitu aja, Mam?" Delik Arya.
"Cuma sampai Aneshnya tidur." Bisik Naya.
"Awas kalau sampai nginap di kamar Anesh. Marah beneran saya." Ancam Arya.
"Iya-iya."
"Ayo Mam." Seru Anesh dari ambang pintu kamarnya.
"Aku ke sana dulu ya. Mau ikut atau mau nunggu di kamar?"
"Saya nunggu di kamar."
"Oke."
***
"Rey...."
"Ma...."
"Dicoba dulu."
"Nggak bisa, Ma."
"Sampai kapan kamu nggak bisa buka hati kamu untuk orang lain?"
"Reyhan nggak tahu. Tapi nanti pasti Reyhan membuka diri tapi bukan sekarang dan nggak sama gadis itu."
"Kenapa?"
"Ma."
"Rey...... Udah waktunya kamu move on dan coba lanjutkan hidup kamu." Reyhan mendesah. "Ayo."
Makan malam kali ini lebih dari sekedar makan malam. Malam ini sekaligus malam penentuan tanggal lamaran antara Reyhan dan Ami. Ami diam-diam mencuri pandang Reyhan.
Mimpi nggak sih ini? Batin Ami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iparku
RomansaAwalnya mereka hanya kakak dan adik ipar tapi bagaimana cerita jika mereka dituntut lebih dari sekedar ipar. Note : Sedikit tips untuk yang membaca cerita ini, diharapkan baca sampai selesai ya. Minimal sampai Reyhan minta Naya berpisah dari Arya. D...