Arya, Naya, Anesh juga Ela kini tengah menikmati makan mereka di sebuah restoran berkonsep minimalis di pusat kota Sukabumi. Mereka sesekali melempar canda tawa. Suasana sangat hangat terasa.
"Aunty, enak nggak?"
"Enak, mau? Sini Aunty suapi." Ujar Naya yang segera mengarahkan sendoknya pada Anesh. Anesh serta merta membuka mulut. Saat mengunyah Anesh teringat sesuatu, ia pun mengulas senyum tipis lalu berhambur memeluk Naya. Naya sontak terkejut.
"Aku sayang Aunty....."
"Aunty juga sayang Anesh." Balas Naya sembari mengelus lengan Anesh.
"Ada apa nih? Kok mendadak melow gini." Seloroh Arya. Satu pertanyaan dengan Ela juga Naya.
"Cuma lagi bersyukur aja punya Aunty." Ujar Anesh, senyum Arya mengembang sedang Naya, ia fokus memperhatikan Anesh sembari sesekali mengelus rambut Anesh penuh kasih sayang. "Oya selamat ya Aunty, udah selesai sidang. Semoga hasilnya baik. Nanti aku diajak nggak ke wisuda Aunty?"
"Aamiin" Sahut Naya. "Pasti, nanti datang ya sama Amih." Tambah Naya. Anesh tampak gembira. Mereka pun kembali melanjutkan makan malam mereka sebagai satu keluarga.
***
"A, makan dulu."
"Iya, ntar aja. Belum lapar."
"A, Mama perhatiin kamu berasa kacau belakangan ini. Ada apa?"
"Nggak ada apa-apa, Ma."
"Bener?"
"Iya."
Mila menghela nafas. Sebagai ibu ia tahu putra sulungnya itu tengah menghadapi sebuah masalah. Ingin rasanya ikut memikul beban pikiran Reyhan. Tapi tampaknya Reyhan enggan berbagi.
"Ya udah, kalau gitu Mama, Papa sama Chaca makan duluan ya." Reyhan menggangguk.
Sepeninggal Mila, Reyhan menarik nafas panjang dengan mata terpejam. Sungguh sulit melupakan Naya begitu saja. Sosok yang mencuri hatinya saat pertama kali Naya menginjakkan kakinya di UnSu dulu.
***
Anesh masih saja bergelayut manja pada Naya, bahkan saat jam istirahat tiba. Naya pun menawarkan diri menemani Anesh tidur. Anesh bersukacita sedang Arya hanya memutar bola mata.
Tadinya Arya berpikir malam ini ia bisa mendapat jatah dari Naya setelah sekian lama dia berpuasa. Iya, selama Naya mempersiapkan diri sidang skripsi, Arya tidak pernah mengganggu Naya untuk beraktivitas malam.
"Cuma malam ini." Bisik Naya. Arya bergeming dengan raut wajah kecewa juga kesal. Naya yang terlanjur berjanji pada Anesh, keluar kamar meninggalkan Arya yang mengatupkan rahangnya.
Naya masuk ke kamar yang ia tempati sebelum akhirnya mengungsi ke kamar Indri dulu. Naya tersenyum, rindu. Hawa dan suasana membuat dia merasa menjadi Naya yang dulu, status single.
"Sini, Aunty." Anesh melambaikan tangan.
"Iya." Naya mendekat lalu ikut berbaring dan langsung mengelus rambut Anesh penuh cinta. "Aunty perhatikan hari ini kamu agak beda. Ada apa? Ada masalah?" Anesh menggeleng. "Bener?" Bukannya menjawab, Anesh malah berhambur memeluk Naya. "Nesh....."
"Anesh sayang Aunty. Aunty jangan ninggalin aku ya?!"
"Siapa yang bilang Aunty mau ninggalin Anesh?"
"Ya siapa tahu." Ujar Anesh lirih. "Aunty setuju nikah sama Papa kan karena Mama maksa. Karena Mama takut nggak ada yang biayai kuliah Aunty. Nah sekarang Aunty udah selesai kuliahnya. Udah bisa kerja, udah nggak butuh dibayarin Papa, bisa aja Aunty nolak pernikahan ini." Naya menelan saliva. Kehilangan kata. Mana mungkin Anesh segampang itu sekarang ninggalin Papa kamu. Batin Naya.
"Nggak, Anesh. Aunty bakal tetap ada kok. Nggak bakal pergi."
"Bener?" Naya mengangguk mantap. "Terus Om Reyhan?"
"Aunty udah nggak....."
"Serius? Sejak kapan?" Sejak papa kamu ngomong sama dia, jawab Naya dalam hati. Naya tersenyum simpul. "Sejak kapan?"
"Dari pas Aunty masuk rumah sakit waktu itu."
"Syukurlah."
"Kok syukur?!"
"Ya bersyukur. Jadi Aunty bisa jadi istri beneran Papa kan kalau gitu." Lha emang dia pikir selama ini nggak beneran?? Batin Naya. "Aunty....." Panggilnya kemudian.
"Iya." Lagi-lagi Anesh memeluk Naya. Tampak jelas sekali malam ini Anesh begitu posesif terhadap Naya.
"Aku mulai malam ini boleh nggak, manggilnya nggak Aunty?!"
"Boleh, mau ganti apa?"
"Mama." Ucap Anesh dengan seulas senyum manisnya. Naya membulatkan mata. "Mama Naya." Ulangnya. Naya tersenyum kikuk, sungguh ada debaran tak biasa di hatinya. Tapi melihat Anesh yang menatap penuh harap, Naya pun mengangguk. Senyum Anesh merekah. Dieratkannya pelukan pada Naya.
Pagi menyapa, mentari menyinari bumi. Kicauan burung saling bersahutan. Seolah alam sedang riang gembira hari ini seperti Anesh yang bangun dengan kelegaan hati tiada tara. Bukan tanpa sebab, selain ketakutan yang ia utarakan pada Naya semalam, ternyata diam-diam dia membandingkan diri dengan temannya yang juga memiliki ibu sambung.
Sang teman tidak mendapat sosok ibu sambung yang asyik seperti Naya. Sehingga ia takut jika Naya pergi, ada sosok ibu sambung lain yang menggantikan dan tidak sama seperti Naya.
Berbeda dengan Anesh, Arya malah tampak menahan sesuatu yang sesak. Diam-diam Naya merasa bersalah terlebih Ela menariknya ke dapur tadi.
"Nay, kamu ninggalin suami tidur sendiri semalam?"
"Iya, Bu. Anesh mendadak kolokan semalam."
"Kasian suami kamu. Liat tuh, kusut. Jangan salahin dia kalau nanti seharian dia rewel."
"Hah?!"
"Iya."
Dan benar saja, seharian Naya perhatikan Arya tampak rewel. Emosinya labil. Naya meringis.
"Kak, selesai ngajar jam berapa hari ini?" Tanya Naya saat mobil yang mereka tumpangi berdua tiba di area parkir kampus.
"Jam dua."
"Check in yuk?!" Bisik Naya yang membuat Arya membulatkan mata. Perlahan raut wajahnya berubah, kembali muncul seulas senyum meski masih sangat tipis. "Mau nggak?" Tanya Naya.
"Kalau kamu mau, ayo."
"Ok. See you." Naya melambaikan tangan sembari keluar mobil Arya lebih dulu.
***
Buat yang mau ikutin mereka ke hotel, ada di Additional Part 16 nya KaryaKarsa ya.
Happy buntutin.......
ehh 🤭😄
Happy Reading ❤️
(maksudnya)
KAMU SEDANG MEMBACA
Iparku
RomanceAwalnya mereka hanya kakak dan adik ipar tapi bagaimana cerita jika mereka dituntut lebih dari sekedar ipar. Note : Sedikit tips untuk yang membaca cerita ini, diharapkan baca sampai selesai ya. Minimal sampai Reyhan minta Naya berpisah dari Arya. D...