Sepulang honeymoon, keduanya tampak lebih intim. Ela hanya bisa bersyukur semakin hari rumah tangga Naya dan Arya semakin membaik.
Arya kerap mengajak Naya ke mana pun ia pergi. Seperti sore ini, selepas dari kampus Arya mengajak Naya mampir sebentar ke rumah orang tuanya yang kini hanya ditinggali ayahnya, karena sang ibu sudah lima tahun ini meninggal. Yuda ditemani oleh Tio, Hani, juga kedua anak mereka.
"Bapak mah harus Teteh yang masak. Kalau bukan Teteh, bapak nggak mau makan." Seloroh Hani pada Naya dan Arya. Arya yang lelah mendengar keluh kesah Hani mengusulkan memperkerjakan seorang asisten rumah tangga untuk membantu Hani menjaga Yuda, ayah Arya juga Tio. "Makanya kemarin Teteh mah capek, bolak balik rumah terus rumah sakit. Tapi kalau pakai asisten rumah tangga percuma. Tetep aja Teteh yang harus siapkan semuanya, Bapak udah terbiasa kali ya diurus sama Teteh."
"Iya, Teh Hani telaten mungkin jadi Bapak nyaman diurus Teh Hani."
"Iya gitu." Sambar Hani.
"Nay..." Yuda yang baru keluar kamar menyapa.
"Pak." Naya mengangguk lalu beranjak menghampiri Yuda untuk sun tangan.
"Anesh nggak ikut?"
"Anesh ada belajar kelompok sama teman-temannya. Baru nanti habis dari sini mau dijemput." Terang Naya.
Obrolan ringan sekeluarga itu pun mengalir. Meski didominasi oleh cerita Hani yang mencap dirinya sebagai yang paling di antara yang lain.
***
"Nay, saya yang pindah atau kamu yang pindah?"
"Pindah?!"
"Iya pindah kamar. Masa iya kita terus-menerus kayak gini."
"Nggak enak sama Anesh."
"Anesh itu udah gede. Sejak awal kita nikah juga dia udah ngerti dan welcome-welcome aja."
"Ya udah tanya Anesh aja kalau gitu."
"Kok tanya Anesh?"
"Iya biar dia yang milih kamar."
"Oke."
Dan benar saja sesampainya di rumah, Arya segera bertanya pada Anesh. Naya meringis, takut-takut Anesh bereaksi yang diluar ekspektasinya.
"Aku di kamar yang sekarang aja." Putus Anesh.
"Siap, Tuan Putri." Seru Arya sumringah. Proses pindah kamar pun dimulai. "Selamat datang Nyonya, bersiap anda tidak aman tiap malam." Kelakar Arya yang langsung ditimpali cebikan Naya.
***
Kampus pagi ini tampak berbeda. Mahasiswa atau mahasiswi yang berpapasan dengan dosen tidak hanya mengangguk santun seperti biasa tetapi juga sun tangan. Efek dari kejadian tempo hari, Gilang yang terkenal usil bermasalah dengan dosen paling serius di UnSu, Ibu Fatma.
"Serius peraturannya udah disahkan?" Tanya Naya.
"Udah."
"Jadi sekarang ketemu dosen harus salaman gitu?"
"Iya, sun tangan." Jawab Dea bertepatan dengan munculnya Alvin dan Arya. Dea yang menyadari itu segera sun tangan pada Alvin lanjut pada Arya. Begitu juga Naya. Karena tidak ada yang tahu status hubungan mereka, mereka tetap biasa di kampus.
"Nay, kamu ada jadwal bimbingan ya hari ini?" Tany Alvin, Naya mengangguk. "Sebentar ya."
"Iya, Pak." Sahut Naya. Keduanya pun berlalu dengan sesekali Arya menoleh ke belakang, memperhatikan Naya yang tengah bercanda gurau dengan Dea juga lainnya.
Naya jadi semangat baru bagi Arya. Sesuntuk apa pun, Arya akan kembali bersemangat dan bergairah saat melihat atau berada di dekat Naya.
Naya benar-benar mulai sibuk. Ia tengah mempersiapkan diri menghadapi sidang skripsi. Tak jarang dia mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari.
"Nay....."
"Iya, Kak."
"Tuh kan masih aja manggil, Kak."
"Apa atuh?"
"Sayang kek, Papa kek, apalah gitu yang...."
"Kan kak nya juga spesial dari hati ini mah."
"Ngeles aja." Protes Arya kesal. Naya terkekeh. "Nggak tidur?"
"Mau bentar lagi. Beresin revisian dikiiiiit lagi. Kak Arya duluan aja." Arya menampakkan wajah datarnya saat mendengar jawaban Naya. Naya yang menyadari itu segera mengecup pipi kiri Arya. "Met bobo Pak suami."
"Yaaa gagal dapat jatah dong ya?!"
"Gagal total." Naya tergelak. "Karena aku lagi haid." Naya tampak puas mengucapkan kata haid. Arya meringis.
"Nay."
"Kenapa? Mau dibantuin dulu?" Mendengar pertanyaan nakal Naya, perlahan senyum Arya terpampang di wajahnya.
"Boleh nanya?"
"Tanya apa?"
"Boleh dulu nggak?"
"Boleh tapi jangan banyak-banyak, satu pertanyaan aja."
"Oke." Arya tampak terdiam sejenak. Naya melirik dengan kerutan di keningnya. "Tanggapan kamu sama yang lagi rame di kalangan anak muda zaman sekarang, gimana?"
"Masalah mahasiswa dan mahasiswi yang harus sun tangan ke dosen?"
"Bukan itu?"
"Terus apa?"
"Itu lho, yang lagi marak dibahas di media sosial."
"Yang mana?"
"Jatah mantan, tanggapan kamu?"
"Ohh yang itu?!" Naya mengangguk-angguk. "Miris ya yang pasti. Nggak habis pikir aja, speechless aku tuh. Masa iya gituan sama mantan, terus besoknya sama pasangan sah." Arya tampak mengamati Naya. Sungguh semenjak ramai diperbincangkan di jagat maya, Arya merasa takut Naya akan ikut trend itu, terlebih ia tahu dalamnya hubungan Naya dan Reyhan. Bahkan Arya pernah memergoki mereka tengah berciuman.
"Jangan ikut-ikutan ya?" Pinta Arya.
"Apa sih?!" Naya yang membaca kegundahan segera mengakhiri aktivitasnya. Dilogout laptopnya lalu berbaring dan segera memeluk Arya dari samping. "Nuduh?"
"Bukan, saya cuma takut."
"Takut aku lakuin?" Tanya Naya, Arya mengangguk, jujur. "Lakuin sama siapa? Si mantan udah nggak pernah nongol."
"Masih suka kontak?" Naya menatap Arya lekat lalu menggeleng. "Kamu boleh kok tetap jalin komunikasi, tapi jangan main sembunyi-sembunyi ya." Ujar Arya, cari aman. Setidaknya dia memberi Naya kebebasan sekaligus kepercayaan. Naya mengangguk dan kembali membenamkan diri dalam pelukannya.
Jaga dia, Tuhan.... Bisik Arya dalam hati. Sesaat sebelum dirinya mengecup puncak kepala Naya penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iparku
RomanceAwalnya mereka hanya kakak dan adik ipar tapi bagaimana cerita jika mereka dituntut lebih dari sekedar ipar. Note : Sedikit tips untuk yang membaca cerita ini, diharapkan baca sampai selesai ya. Minimal sampai Reyhan minta Naya berpisah dari Arya. D...