IK - 20

8.3K 407 7
                                    

"A...?!" Naya cukup terkejut Reyhan kini berada di rumahnya. "Kok?!" Naya menunjuk ke arah Reyhan.

"Kenapa?"

"Aa yang kenapa bisa ada di sini?"

"Kangen kamu." Ceplos Reyhan tanpa beban. Arya yang baru saja akan pergi ke kampus pun sempat mendengar ucapan Reyhan. Arya melirik Naya sekilas memastikan reaksi Naya seperti apa. Naya menunduk, karena ia tahu akan ditatap Arya. "Kang..." Sapa Reyhan santun. Arya mencoba tersenyum walau sulit.

"Udah enakan, Rey?"

"Udah, Kang. Jauh lebih baik." Sahut Reyhan. "Berkat dia." Ucap Reyhan penuh cinta sembari menatap Naya. Arya mengatupkan rahangnya diam-diam.

"Nay, saya berangkat ke kampus dulu ya?!" Naya mengangguk lemah.

Seharian Arya tidak mampu berkonsentrasi. Pikirannya kalut, suasana hatinya kacau. Beruntung hari ini, dirinya bisa pulang lebih awal.

"Kami harap kamu mau menerima lamaran Reyhan ini." Ujar Mila penuh harap.

"Tapi...."

"Nay, kita udah lama lho kenal. Udah lama dekat juga. Aku pengen kita bukan cuma kenal dan dekat tapi juga saling mengisi, saling memiliki."

"A, kita kan...."

"Nay....." Reyhan meraih jemari tangan Naya dan memasangkan cincin pengikat di jari manis Naya begitu saja. Naya membulatkan mata.

"Assalamu'alaikum..."

"Waa'alaikumsalam." Jantung Naya berdebar hebat melihat siapa yang datang. Ditariknya jemari yang sedang digenggam Reyhan itu.

"Ada tamu." Arya mengangguk. "Permisi, saya ke dalam dulu." Arya segera berlalu diikuti tatapan Ela.

Saat melewati kamar Anesh, terdengar isakan tangis dari dalam kamar. Tapi Arya tidak berniat masuk meski hanya sekedar untuk menenangkan hati putrinya itu, karena dirinya pun merasa tidak sedang baik-baik saja.

Arya segera masuk kamar. Ditatapnya seluruh penjuru kamar. Hanya foto ukuran postcard itu saja bukti otentik pernikahannya dengan Naya. Tidak ada yang lain. Arya meraih foto itu, Nay....

Arya memijat ujung hidungnya, berharap dengan begitu pandangannya kembali jelas. Karena sebelumnya terasa dikabuti sesuatu.

Bisa saja dia bersuara, membuka statusnya dengan Naya di hadapan orangtua Reyhan. Tapi entah mengapa semua terasa sulit. Bibirnya terasa kelu tak mampu ucapkan apa-apa.

"Sepertinya tanggal ini yang cocok." Ujar Mila.

"Iya, bagus itu. Berarti 100 hari lagi ya?"

"Nggak bisa dipercepat?" Tanya Reyhan.

"Udah cepet itu, Rey."

"Lama, Ma."

"Sebentar."

"Terus apa yang harus Reyhan kerjakan?" Tanya Reyhan antusias.

"Ehh inget kata dokter. Kamu nggak boleh dulu terlalu capek, terlalu stress. Harus enjoy, biar cepat pulih." Mila mengingatkan.

"Oke."

Arya menelan saliva. Seratus hari....

Lama Arya berdiam diri di dalam kamar, sampai akhirnya dia memutuskan menghampiri Anesh di kamarnya. Dan saat melewati ruang tamu, ia melihat Reyhan sedang berusaha mencumbu Naya. Tangan Arya mengepal.

"Nay..." Seru Arya datar.

"Iya?!" Naya gelagapan.

"Ehh masih ada kamu, Rey?!" Ujar Arya pura-pura tidak tahu.

"Iya, ini baru mau pulang."

"Ohh iya, hati-hati di jalan."

"Iya."

Arya sedang mengendalikan diri di kamar Anesh sembari menemani Anesh mengerjakan tugas sekolahnya. Naya diam-diam masuk ke dalam kamar Anesh.

"Nesh."

"Iya."

"Lagi apa?"

"Ngerjain tugas."

"Mau dibantuin?"

"Udah selesai kok." Tolak Anesh.

"Pa, tidur?" Entah pertanyaan, entah ajakan. Arya menoleh.

"Kamu duluan aja."

"Ok."

Dan sampai dua jam kemudian Arya belum juga menyusul Naya. Naya pun kembali ke kamar Anesh. Arya tampak sedang termenung sembari menatapi putri semata wayangnya.

"Pa, tidur yuk?!" Naya menarik Arya untuk beranjak. Arya patuh. Diikutinya langkah Naya tanpa penolakan.

Sesampainya di dalam kamar Arya segera bersiap istirahat. Naya yang menyadari Arya ikut berbaring segera berbalik menghadap Arya lalu hendak memeluk Arya. Belum pelukan itu sampai, Arya sudah menahannya. Naya mengernyitkan kening.

"Nay..."

"Pa?!"

"Nggak usah ya, biar saya juga terbiasa tidur tanpa pelukan kamu nanti." Naya menatap tanpa berkedip. "Kita sama-sama tahu, semua akan berakhir. Tiga bulan ke depan kamu bakal jadi milik Reyhan bukan saya lagi. Udah waktunya membiasakan diri tanpa bersama." Hanya itu yang terucap karena Arya sangat sulit mengatakan kata lain terutama kata berpisah, cerai juga talak bahkan termasuk kalimat saya sayang kamu. Arya beranjak, kembali keluar kamar.

Hati Arya pedih, terlebih hari ini. Pernikahan Naya dan Reyhan dipercepat. Rumah didekorasi sedemikian rupa. Naya sedang dimake up bersiap menyambut mempelai pria datang.

Samar terdengar Reyhan ucapkan ijab kabul atas Naya. Setetes airmata tak kuasa Arya bendung. Naya dan Reyhan duduk di pelaminan menyambut para tamu undangan yang hadir.

Reyhan menarik Naya ke dalam kamar. Arya memalingkan wajah, hatinya tercabik-cabik. Terlebih tidak lama terdengar desahan yang terasa merobek gendang telinganya.

"Nayaaaa....." Arya terbangun dengan peluh juga nafas tersengal-sengal. Naya yang baru saja masuk ke dalam kamar, mengernyitkan kening.

"Pa?!"

"Nay, kamu?"

"Aku pulang telat ya?!" Tanya Naya sembari melirik jam tangannya. Arya meraih ponsel dari bawah bantal. Pukul 17.55 wib, itulah yang terpampang di layar ponselnya. "Maaf, soalnya tadi pas mau pulang...."

"Kamu dari rumah sakit?!" Tanya Arya memastikan, berharap pertanyaannya benar. Naya mengangguk, bingung. "Gimana Reyhan?"

"Alhamdulillah udah sadar."

"Alhamdulillah." Ucap Arya lega. "Tapi dia baik-baik aja kan? Nggak kenapa-napa?"

"Baik, cuma ya gitu masih lemah."

"Ingatannya baik?"

"Maksudnya?"

"Dia nggak amnesia?"

"Amnesia?" Naya balik bertanya, Arya mengangguk. "Nggak."

"Syukurlah berarti cuma mimpi." Terlebih saat melihat jemari tangan Naya polos tanpa cincin apapun kecuali cincin nikah mereka.

"Makanya jangan suka tidur sore-sore, Pamali. Kata orang tua mah sareupna. Pantesan pas aku masuk diteriakin, Nayaaa...." Naya memperagakan. Arya tersenyum simpul. Arya memang terlelap begitu saja sepulang dari rumah sakit, tadinya ia memejamkan mata agar bisa sedikit menenangkan dirinya tapi ternyata kegundahannya terbawa ke alam bawah sadar. "Aku kan jadi kaget." Arya segera menarik Naya dalam pelukannya. Memeluk Naya erat.

"Saya sayang kamu, Nay. Sayang banget. Jangan pergi ya." Bisik Arya. Naya mengernyitkan kening sesaat, tapi di saat lain dibalasnya pelukan Arya. Arya sangat bersyukur tadi hanya sebuah mimpi dan ia bertekad tidak akan berdiam diri seperti dalam mimpi yang ia alami tadi. "Love you." Bisiknya kemudian.

Tok...tok...tok...

"Masuk." Seru Naya sembari melepaskan diri dari pelukan Arya. "Kenapa, Nesh?" Tanya Naya saat melihat Anesh muncul di balik pintu.

"Ada tamu mau ketemu MamNay." Sahut Anesh. Naya mengernyitkan kening sedang Arya, ia refleks menggenggam tangan Naya erat.

IparkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang