Naya tengah menunggu giliran di depan ruang sidang. Ia duduk sembari menunduk dan memainkan jemarinya. Jelas dia gugup.
Dari kejauhan Arya memperhatikan, karena khawatir ia pun memutuskan segera menghampiri Naya.
"Nay..... Yang tenang, biar lancar." Ujar Arya pelan sembari berdiri tepat di hadapan Naya. Naya mengangkat kepalanya dengan seulas senyum tipis. Arya mengelus kepala Naya sekilas.
"So sweet ya, Pak Arya." Seloroh Retno yang diangguki Fani. Gina hanya menatap lurus ke depan, fokus pada pemandangan di depan yang baginya terasa berlebihan jika sebatas kakak dan adik ipar.
"Awas ya kecantol." Seloroh Fani.
"Iya, bener."
"Bentar." Cetus Gina hendak beranjak, yang langsung dicegah Retno juga Fani.
"Ehh, mau ke mana? Kita kan dilarang berkeliaran di kampus. Kita ke sini gara-gara harus ngumpulin tugas yang ketinggalan aja ke ruang dosen, bukan ke area sana. Yuk daripada dapat masalah." Fani dibantu Retno menarik Gina menjauh dan keluar dari gedung kampus. Ya di UnSu, saat sidang skripsi berlangsung perkuliahan tingkat bawah secara otomatis diliburkan.
Naya gemetar. Setelah mahasiswa yang di dalam, tiba gilirannya. Arya merangkul sembari membisikkan kata-kata semangat saat Dea kembali dari toilet. Dahi Dea berkerut.
"Saya tunggu di sini." Bisik Arya saat Naya hendak masuk ruang sidang. Naya mengangguk lemah.
"Semangat, Nay." Seru Dea yang memang sudah mendapat giliran pagi tadi. Naya balas melempar senyum tipisnya.
Selama Naya di dalam ruang sidang, Dea memperhatikan Arya secara diam-diam. Mereka??? Masa sih? Tapi iya kok, beda. Intim banget kalau sekedar iparan. Tapi kok bisa? Geli nggak sih bekas kakak? Dea berusaha keras menyembunyikan kegelian yang membuat seulas senyum memaksa untuk tampil.
Setelah beberapa lama akhirnya Naya cepat-cepat keluar ruangan saat sidangnya berakhir. Arya segera bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Naya.
"Udah?" Tanya Arya. Naya mengangguk, Arya pun merentangkan tangan mengundang Naya yang terlihat kehilangan kata-kata itu dalam pelukannya. Naya mendekat, hampir masuk dalam pelukan saat sadar Dea sedang menatapnya tanpa berkedip.
"Pak Arya?" Tatapan Ani dan Heru, rekan dosen yang baru saja menguji Naya di ruang sidang mengernyitkan kening saat melihat Naya dan Arya bersikap tidak biasa.
"Pak, Bu." Arya mengangguk santun. "Istri saya pasti lulus kan?" Sontak pertanyaan Arya itu membuat Ani dan Heru saling tatap dengan bola mata membulat. Bukan hanya Ani dan Heru. Dea malah hampir pingsan mendengar itu.
"Pak Arya sama Naya.....?!" Kalimat Ani menggantung.
"Iya, sekarang Naya istri saya. Belum go public sih biar dia fokus sama skripsi dulu. Baru mau buka-bukaan nanti sekalian wisuda."
"Waaah selamat, Pak." Ucap Ani dan Heru bersamaan.
"Terima kasih."
"Naya diam-diam....." Goda Ani, Naya tersipu. Ani dan Heru pun pamit, beranjak meninggalkan Naya, Arya dan juga Dea.
"Paaaaak...." Seru Naya. Arya mengulas senyum lebarnya.
"Kenapa?" Tanya Arya enteng. "Ehh saya ke ruang dosen sebentar ya abis itu kita pulang. Anesh pengen diajak makan di luar sekalian merayakan selesainya kamu sidang skripsi katanya." Pamit Arya sembari melempar senyum juga pada Dea. Naya mengangguk.
"Nay...... Aslian?" Tanya Dea sesegera mungkin, saat Arya mulai berjarak dengan posisi mereka.
"Apa?"
"Kamu sama Pak Arya....?!"
"Iya."
"Hah?!" Dea berlagak mundur beberapa langkah sembari memegang dada kirinya.
"Apa sih, lebay banget."
"Sejak kapan?"
"Udah lumayan lama, dari Kak Indri masih ada."
"Serius?"
"Kak Indri yang maksa." Naya menghela nafas sembari duduk diikuti Dea. "Jadi kayaknya Kak Indri udah feeling waktunya nggak lama lagi. Kak Indri kepikiran aku, kepikiran Ibu juga Anesh makanya opsi itu dipilihnya."
"Ya ampun....." Dea geleng-geleng kepala. "Terus?"
"Jadi awalnya aku sama Kak Arya tuh kayak pengen nenangin Kak Indri aja yang rewel. Kita nikah tapi punya semacam wedding agreement gitu. Intinya pernikahan kita cuma buat setahun."
"Edan.... Tapi akad nikah biasa itu teh?"
"Iya, Kak Arya ijab kabul, malah Amang yang jadi wali nikah aku. Kalau nggak gitu Kak Indri curiga dong."
"Malam pertamanya gimana?" Tanya Dea pelan.
"Kebenaran pas kita nikah itu pas aku lagi ulang tahun, ngeles deh aku minta kado Kak Indri mau dijagain Kak Arya."
"Terus?"
"Keburu cabut ke Cianjur buat magang."
"Terus?"
"Kak Indri pergi, magang beres mulai deh Kak Arya nunjukin sikap-sikap nggak biasa akhirnya surat kesepakatan kita waktu itu disobeknya. Dan dia minta aku buat putusin Reyhan."
"Tapi kalian akhirnya udah sah jadi suami istri pada umumnya kan? Maksud aku....ya gitulah, kamu ngerti kan?" Tanya Dea penasaran, Naya mengangguk. Dea segera membelalakkan mata dengan senyuman sangat lebar.
"Geli nggak sih biasanya kakak ehh tiba-tiba jadi suami." Dea terbahak. "Bentar...bentar jangan-jangan pas aku ngira kamu abis ena-ena sama Kak Reyhan sebenarnya kamu malah abis ena-ena sama Pak Arya." Tebak Dea yang diangguki Naya. "OMG." Dea menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Reyhan tahu?"
"Awalnya nggak, tahu belum lama ini. Kak Arya yang ngomong."
"Wuiiih laki banget." Puji Dea. "Terus Reyhan gimana?"
"Kayaknya dia marah banget. Terakhir ketemu, sikapnya dingin."
"Pasti sih. Aku juga kalau jadi Kak Reyhan pasti ngamuk." Ujar Dea yang diangguki Naya. "Terus siapa aja yang tahu kalian udah nikah? Si Gina tahu?"
"Belum kayaknya."
"Seru kayaknya kalau dia tahu. Bikin pers conference mau nggak?"
"Ogah."
"Tapi seru, Nay."
"Nggak liat tadi tatapan Bu Ani sama Pak Heru gimana pas tahu aku sama Kak Arya udah nikah. Udah ahh, yuk pulang."
"Ehh pak suami suruh nunggu lho, masa mau bantah suami." Ledek Dea, Naya langsung mencebik. Di kejauhan tampak Arya tengah berjalan kembali menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iparku
RomanceAwalnya mereka hanya kakak dan adik ipar tapi bagaimana cerita jika mereka dituntut lebih dari sekedar ipar. Note : Sedikit tips untuk yang membaca cerita ini, diharapkan baca sampai selesai ya. Minimal sampai Reyhan minta Naya berpisah dari Arya. D...