Perlahan fajar menyingsing. Siap sambut hari baru. Ela sedang mengetik pesan pada Deden untuk membantunya bicara pada Naya saat Naya dan Arya keluar dari kamar.
"Bu, Anesh belum bangun?"
"Belum, Nay."
"Naya coba bangunin deh. Sebentar." Pamitnya pada Ela dan Arya. Arya mengangguk dengan seulas senyum. Ela terus memperhatikan mereka.
"Nak, kalian?!" Tanyanya pada Arya.
"Kenapa, Bu?"
"Kalian baik-baik saja kan? Anesh cerita...."
"Insyaallah kami baik-baik saja. Kemarin cuma salah paham aja." Potong Arya.
"Syukurlah. Ibu khawatir, sampai mau minta bantuan nih sama Amang." Adu Ela. Senyum Arya melebar.
"Anesh.... bangun, Sayang." Naya mengelus anak rambut Anesh penuh kasih sayang. Anesh membuka mata perlahan. "Anak MamNay, ayo bangun." Mendengar kata MamNay, Anesh langsung membuka mata lebar-lebar. Tampak Naya sedang tersenyum manis. "Mau bareng nggak berangkatnya? MamNay mau ke kampus juga soalnya."
"Mau, Mam." Anesh segera bangun. "Mam...." Anesh berhambur memeluk Naya. "Aku sayang MamNay."
"MamNay juga sayang Anesh. Yuk bangun. Siap-siap."
"Oke, Mam."
***
Arya dan Naya sampai di kampus. Hari ini akan diumumkan siapa saja yang lulus sidang skripsi. Naya mulai tegang.
"Tenang, saya yakin kamu pasti lulus."
"Aamiin... Aamiin..." Ucap Naya. Mereka terus berjalan berdampingan, semua mata tertuju pada mereka. "Mereka pada kenapa?"
"Kenapa memangnya?"
"Kok liatin kita gitu?"
"Baguslah, berarti kita itu pusat perhatian."
"Caper."
"Enak aja. Saya nggak perlu caper. Orang saya udah punya kamu."
"Gombal."
"Gombalin istri mah kewajiban. Biar jatah lancar."
"Jatah makan?"
"Jatah malam." Bisik Arya hampir tidak bersuara. Naya membulatkan mata. Melihat ekspresi Naya, Arya langsung terkekeh.
"Nay...." Baik Naya maupun Arya menoleh.
"Saya ke ruang dosen duluan ya." Pamit Arya. Naya menggeleng. Cepat-cepat dia menggenggam pergelangan tangan Arya. Sontak hal itu membuat beberapa mahasiswi melongo. Jadi benar mereka udah nikah? Batin mereka.
Reyhan berjalan mendekat. Jantung Naya mulai berdebar kencang.
"Sepertinya kalian butuh bicara." Bisik Arya pada Naya.
"Pa...." Naya menggeleng lemah.
"Biar selesai." Arya menatap Naya lekat.
"Kang?!" Sapa Reyhan.
"Rey..." Sahut Arya. "Kalau gitu saya duluan." Pamit Arya sembari melepaskan genggaman Naya. Reyhan yang melihat betapa erat genggaman Naya segera menatap Naya tidak percaya.
"Nay..." Lirih Reyhan. Naya menunduk. Kini hanya tinggal dirinya dan Reyhan. "Ke kantin yuk?" Naya tidak menolak juga tidak mengiyakan tapi langkah kakinya mengisyaratkan dirinya setuju. "Kok malam diputus gitu aja?" Tanya Reyhan lembut. "Kalian masih satu kamar?" Tanyanya lagi. "Kok aku liat dia masih masuk ke kamar kamu malam-malam." Reyhan mulai mencerca Naya dengan banyak pertanyaan karena Naya semenjak tadi tidak merespon apa pun. Reyhan menarik nafas.
Sesampainya di kantin Reyhan segera mengajak Naya duduk di sebuah meja yang masih kosong dan bersih. Tampak kantin kampus baru saja buka. Reyhan duduk setelah memastikan Naya sudah lebih dulu duduk.
"A...." Ucap Naya dengan kepala tertunduk. Naya bingung harus memulai dari mana. "Aku minta maaf." Lirihnya. "Aku udah khianatin hubungan kita."
"Nggak apa-apa, Nay." Hampir tangan itu meraih tangan Naya. Karena Naya segera merubah posisi tangannya dari atas meja.
"Maaf kalau akhirnya tidak sebaik yang diharapkan."
"Nay...."
"Aku doain A Rey dapat pengganti aku, yang jauh lebih baik daripada aku." Reyhan menatap tajam Naya.
"Nay..."
"Maaf, A. Aku nggak cerita dari awal. Malah A Rey tahu dari Kak Arya bukan dari aku langsung."
"Nay, sadar Nay. Nggak boleh itu. Nggak boleh dilanjutin. Kalian sama aja zina. Udah ya?! Udahan."
"Kak Arya ucapkan ijab kabul ulang setelah meninggalnya Kak Indri. Amang yang jadi wali aku saat itu."
Deg, Reyhan membatu.
"Nay...." Reyhan terlihat mengatur nafas.
"A Rey, makasih ya untuk hari-hari selama kita barengan. Indah banget, maaf juga kalau aku sering repotin A Rey." Reyhan mulai menunduk.
"Nay, apa posisi aku sepenuhnya udah digantikan dia?" Tanya Reyhan hampir tanpa suara. Naya diam mematung.
Ami berjalan, melewati Arya yang tampak sedang memperhatikan sesuatu dari posisinya saat ini.
"Pak?!" Sapa Ami sembari menengok titik pusat perhatian Arya. Ami mengernyitkan kening. Tampak Naya yang digadang-gadang sudah menikah dengan dosen kesayangan mahasiswi UnSu itu tengah duduk berdua di kantin bersama Reyhan. Senior populer yang notabene kekasih dari Naya sebelum dikabarkan menikah dengan Arya.
"Ehh, Mi. Baru datang?"
"Iya, Pak." Angguk Ami. "Pak? Baik-baik aja kan, Pak?"
"Baik."
"Saya yakin Kak Naya lebih pilih Bapak kok." Arya terkekeh.
"Ahh kamu bisa aja."
"Kalau gitu saya ke kelas duluan ya, Pak. "
"Iya."
Arya terus memandang lurus ke depan. Naya dan Reyhan tampak diam tanpa bicara tapi jelas, bola mata merekalah yang sedang berbicara.
"A...." Reyhan tidak menyahut. Tapi tatapannya tetap lekat pada sosok yang masih ada di hadapannya itu. "Aku....."
"Semoga kamu bahagia, Nay." Lirih Reyhan. Reyhan mengulurkan tangannya, mengajak tangan Naya untuk bertemu.
"Makasih banyak, A." Ucap Naya, Reyhan mengangguk pelan.
Arya mengatupkan rahang saat melihat tangan itu saling berjabat cukup lama.
"Aku duluan ya." Pamit Naya sembari melepaskan jabatannya. Reyhan kembali mengangguk.
Reyhan menunduk, pandangannya terasa berkabut. Sedang Naya, ia berjalan perlahan menuju tempat diumumkannya kelulusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iparku
RomanceAwalnya mereka hanya kakak dan adik ipar tapi bagaimana cerita jika mereka dituntut lebih dari sekedar ipar. Note : Sedikit tips untuk yang membaca cerita ini, diharapkan baca sampai selesai ya. Minimal sampai Reyhan minta Naya berpisah dari Arya. D...