IK - 34

5.1K 338 7
                                    

"Pagi, Sayang."

"Pagi, Papa." Arya mengecup puncak kepala Anesh. "MamNay mana?"

"Masih tidur."

"Tumben."

"Biarin, biar istirahat." Sahut Arya sembari ikut duduk dan sarapan pagi ini.

"Naya sakit?" Tanya Ela.

"Nggak, Bu. Cuma kayaknya kelelahan aja." Jawab Arya dengan aura bahagia, Ela pun mengulas senyum penuh arti.

"Ohh ya udah kalau gitu kita sarapan duluan aja."

"Iya, Bu."

Naya menggeliat. Cahaya matahari mulai mengusik, Naya membuka mata perlahan.

"Udah bangun ternyata." Seloroh Arya sekembalinya dari ruang makan. "Saya izin futsal dulu ya." Ujar Arya. Naya mengarahkan pandangannya pada Arya. "Boleh?" Tanya Arya, Naya mengangguk sembari menarik selimut kembali. Arya lalu benar-benar menghampiri dan duduk di pinggiran tempat tidur. Ia memijat ringan kaki Naya.

Tok..tok..tok..

"Kenapa, Nesh?" Tanya Arya saat melihat Anesh mengintip di balik pintu.

"Aneeeesh...." Seru Naya sembari kembali menggeliat.

"Pagi, Mam."

"Pagi, Sayang." Sahut Naya sembari melambaikan tangan, meminta Anesh mendekat.

"Pa, Mam nanti siang aku boleh izin pergi nonton nggak sama temen?"

"Sama siapa?" Tanya Arya.

"Sama temen-temen sekelas."

"Hmmm Anesh....." Goda Naya.

"Apa, Mam?"

"Ada Fadly nggak, Nesh?" Tanya Naya.

"Aaaaaaaaa..... MamNay." Anesh berhambur ke arah Naya.

"Siapa tuh Fadly?" Arya menatap Anesh penuh selidik.

"Bukan siapa-siapa, Pa." Jawab Anesh cepat. Naya tergelak bersembunyi di balik selimut.

"Mamnay....." Seru Anesh yang kemudian ikut ke balik selimut dan menggelitiki Naya yang menyebut nama gebetannya di depan Arya.

"Ampuuuun." Naya meronta karena serangan Anesh. Arya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. "Pa, ayo sana katanya mau futsal."

"Iya, Papa berangkat dulu ya. Ingat kalian berdua hutang cerita sama Papa tentang Fadly." Naya tergelak sedang Anesh kembali menyerang Naya.

"Oke, Pa." Naya mengacungkan ibu jarinya.

"Ihh apa sih, nggak ada yang harus diceritakan kok, Pa." Sewot Anesh. Naya masih saja terkekeh.

"Kamu juga, jangan lupa sarapan." Arya mengelus puncak kepala Naya.

"Oke."

"Mam...." Panggil Anesh sepeninggalnya Arya.

"Apa?"

"Jangan bocor ke Papa."

"Kenapa?"

"Ntar aku dimarahin."

"Kok dimarahin, suka sama orang terlebih di seusia kamu itu lumrah. Yang nggak boleh itu, karena suka sama orang semangat belajar kamu menurun, nilai kamu jadi jeblok, nggak punya target ke depan. Nah itu nggak boleh." Anesh nyengir dan mulai bergelayut manja.

"Mamnay ikut yuk?"

"Ke mana?"

"Ke bioskopnya."

"Ngapain?"

"Ya nonton."

"Nggak malu bawa MamNay?'

"Nggak, temen-temen aku malah nyaman sama MamNay."

"Dikenalin nggak ke Fadly?" Tanya Naya menggoda sembari tergelak.

"Dikenalin kalau dia jadi ikut."

"Hmmmmmm.." kalimat Naya menggantung karena teleponnya berdering. Teh Hani. Naya menarik nafas panjang. "Nesh, angkatin. kalau Mah Ua tanya MamNay ke mana, bilang aja masih tidur." Pinta Naya. Anesh mengernyitkan kening tapi diterimanya ponsel Naya tersebut. "Kalau tanya Papa, jangan bilang Papa futsal bilanga aja lagi keluar sama temen-temennya."

"Oke." Anesh segera menggeser layar ponsel Naya. "Mah Ua."

"Lho ini mah Anesh ya?"

"Iya, Mah Ua."

"Mama mana?"

"MamNay masih tidur, Mah Ua. Ini hp nya lagi aku pake nonton drakor."

"Jam segini masih tidur?!"

"Iya."

"Kalau Papa ada?"

"Papa keluar, barusan banget sama temen-temennya."

"Ke mana?"

"Nggak tau, Mah Ua."

"Ohh ya udah nanti bilang ke Mama atau Papa kamu, Mah Ua telepon ya?!

"Iya, Mah Ua."

"Istri macam apa jam segini masih tidur." Ujar Hani dengan volume cukup keras selepas memutus sambungan telepon, sengaja agar Yuda yang tengah bersantai di teras samping mendengar.

"Siapa, Ma?"

"Mama barunya Anesh. Masa jam segini masih tidur."

Yuda yang jelas mendengar hanya menggeleng sekilas, ia kembali fokus ke surat kabar yang tengah ia baca.

"Ma, kalau Om Arya nggak biayai kita lagi dan sekarang full dari kakek. Besar yang kita terima sama nggak sih?"

"Nggak tau."

"Semoga sama ya?"

"Aamiin."

"Kenapa sih Om Arya nggak biayain lagi kita?"

"Dilarang istrinya kali. Tahu sendiri istrinya masih ABG gitu, labil."

"Ihh kok gitu sih. Padahal apa yang Om Arya kasih itu punya Om Arya bukan punya dia. Sok larang-larang."

"Cemburu kali sama Mama."

"Bisa jadi, Ma." Seru Tia.

***

Arya mengamati, ada yang tidak biasa beberapa malam ini. Arya terus mengamati. Tapi karena penasaran, malam ini akhirnya sebuah pertanyaan ia lontarkan pada Naya sesaat sebelum beristirahat.

"Mam, lupa sesuatu nggak?" Tanya Arya. "Atau emang sengaja?" Tambahnya. "Tapi nggak apa-apa sih kalau lupa atau sengaja juga."

"Lupa apa?"

"Iya lupa. Siapa tau lupa atau memang sengaja lupa."

"Apa sih nggak jelas."

"Semoga memang sengaja." Ucap Arya.

"Apaan?" Tanya Naya yang memang tidak mengerti arah pembicaraan Arya.

"Itu.... Pil KB nggak diminum?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Pa Arya nggak mau kasih adik buat Anesh?" Mata Arya membulat. Sesegera mungkin ditariknya Naya dalam pelukan.

"Maulah." Jawab Arya sembari mulai mencumbu Naya.

"Mau ngapain?" Tanya Naya saat Arya melepas kancing atas piyamanya.

"Bikin dede bayi." Bisik Arya.

IparkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang