8 || Zanita:[The Queen of Phoenix]

845 58 5
                                    

Happy reading 💜








"Saya rasa kerjasama di bidang itu tidak akan terlalu menguntungkan."

"Benar. Selain modal yang besar, peminatnya juga sedikit."

"Bagaimana dengan masalah hukum?"

"Kami menjalin hubungan erat dengan Firma hukum Hanasta."

Terus mengoceh dan mengoceh. Membahas masalah yang satu dan yang lain. Terus berulang-ulang menampilkan pola membosankan.

Pada akhirnya uang adalah faktor utama. Mengapa orang-orang ini tak berhenti mengomong kosong padanya.

"Bagaimana kelangsungan hubungan Nona Evelyn dengan Tuan Enzi?"

Pertanyaan itu membuat pandangannya teralih. Seseorang yang mengalungkan tangan di lengkungan lengannya tersenyum manis seolah tanpa beban.

"Yah, sebagaimana yang terlihat."

"Nona Evelyn tak perlu malu. Setelah enam tahun bertunangan, pasti ada keinginan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius kan?"

Evelyn masih tak melunturkan senyum. Malah gadis itu melirik malu-malu pada pria yang berdiri di sampingnya.

"Ah, kami masih butuh restu keluarga."

"Kalau Tuan Arthur, pasti akan merestui. Saya dengar Tuan Arthur cukup dekat dengan ayah Anda, Ghani Asangkara. Semua hanya tinggal masalah waktu."

Orang-orang itu tertawa. Enzi melirik ke arah kakeknya yang berdiri tak jauh darinya. Tampak sibuk dengan para kolega bisnis. Namun Enzi tahu, bahwa Arthur tak pernah melepas fokus padanya.

Semua, terasa memuakan.

Tatapan Enzi terlihat berbahaya. Bahkan orang-orang yang semula tertawa kini terdiam membisu. Merasa aura gelap seolah melingkupi.

"Permisi." Kata itu meluncur dari bibir Enzi. Tanpa menanti jawaban, pria itu berlalu. Meninggalkan Evelyn yang kikuk mencoba menjelaskan sikap Enzi.

Enzi yang berjalan seorang diri diam-diam menjadi pusat perhatian. Namun ekspresi kaku di wajah pria itu lebih dulu memutus niatan orang-orang untuk sekedar menyapa.

Balkon hotel menjadi tempat Enzi berdiam. Tanpa di duga, seseorang lebih dulu mengisinya.

Agha menoleh dengan sebatang tembakau yang terselip di bibir. Memandang datar pada Enzi yang berniat berbalik.

"Lo tampak semakin menyedihkan."

Ucapan Agha membuat langkah Enzi terhenti. Namun, tak ada tanda bagi Enzi ingin membalas.

Kepulan asap tercipta di sekitar Agha saat pria itu menghembuskan nafasnya.

"Gue bertanya-tanya alasan kenapa Lo mau nyiksa diri seperti ini. Well, gak mudah menanggung beban sebagai Raja Kegelapan. Tapi apa gunanya kami di sini?"

Agha setia memunggungi Enzi dengan tangan yang bertumpu pada pembatas balkon. Angin malam ini terasa sangat dingin. Langit tampak kosong tanpa bintang. Cahaya redup bulan menjadi fokus pandangan Agha.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang