21 || Zanita:[The Queen of Phoenix]

870 65 3
                                    

Happy reading 💜












Malam masih panjang dan Zanita malah terbangun dari tidurnya. Jarum pendek menunjuk angka 2 saat itu. Zanita menurunkan kaki dari ranjang sambil menyugar rambut panjangnya yang terurai. Bibirnya menguap lebar. Zanita meraih gelas air yang sayangnya kosong.

"Ke dapur kali ya?" Monolog gadis itu. Zanita akhirnya berdiri kemudian melangkah keluar kamar.

Berjalan sambil mengusap sudut matanya yang berair, Zanita memasuki dapur dan membuka pintu kulkas mencari air dingin. Jika Reza melihatnya, pasti dia sudah akan dimarahi. Mungkin Zanita tak waras karena meminum air dingin di awal bulan Desember. Lebih-lebih di jam dua dini hari.

Zanita melupakan gelas yang ia bawa karena langsung meminum air dari botol kemasan yang ia temukan di kulkas. Dalam posisi berdiri gadis itu menghabiskan setengah botol. Zanita bernafas lega. Mendorong sikunya untuk menutup pintu kulkas.

Saat berjalan kembali ke kamar, Zanita melewati kamar Reza yang ternyata pintunya terbuka. Guratan bingung hadir di wajah gadis berpiama abu itu. Kosong. Ruangan itu tak menunjukkan tanda-tanda keberadaan Reza.

Seiring detak jantungnya yang mendadak terpacu, Zanita berlari ke kamarnya dan masuk ke dalam selimut. Menutup matanya erat-erat, sementara kedua tangannya rusuh merapatkan selimut.

Jadi selama ia tertidur Reza tak berada di rumah? Zanita ketakutan. Menyesal kenapa ia harus terbangun dan mengetahui fakta ia ditinggal sendirian.

Zanita benci. Saat dia harus sendirian. Reza tahu, tapi mengapa malah nekat meninggalkannya?

"Jangan fokus pada rasa sakit dan cemas yang kamu rasa. Cobalah untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Ingatlah bahwa masa lalu ada untuk dimaknai bukan disesali. Kamu bisa, Rula. Belajar menerima yang telah terjadi akan jadi pengalaman positif. Yang perlu kamu tahu, kamu tak pernah sendiri."

Untaian kata-kata yang diucapkan oleh psikiater yang rutin ia kunjungi terngiang di kepala Zanita. Gadis itu masih memejamkan mata. Namun kali ini bibirnya tampak bergumam.

"Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang."

Coba pikirkan lagi. Bisa saja Reza berada di kamar mandi kan? Kamar Reza tak seperti miliknya yang mempunyai kamar mandi tersendiri. Lagi pula Reza selalu bertindak sambil memikirkan dirinya. Karena di negara ini mereka hanya punya satu sama lain.

Zanita menunggu sebentar. Di menit kesepuluh ia memutuskan meraih ponselnya yang berada di kepala ranjang. Zanita menekan angka satu. Menanti jawaban di seberang sana.

Apabila memang Reza berada di luar, yang perlu Zanita lakukan hanya meminta lelaki itu untuk pulang segera.

Ceklek...

Zanita mendongak. Nafas lega terhembus dari bibirnya. Reza di sana menatapnya bergantian dengan ponsel yang ia genggam.

"Kebangun?"

"Hm."

Reza masuk dan menempati pinggiran kasur Zanita. Membenarkan selimut yang semula menutupi hampir seluruh wajah Zanita. Gadis itu bisa-bisa sesak nafas.

"Aku lihat kamar kakak kosong waktu ambil minum."

Reza mengangguk paham. "Gue habis dari kamar mandi."

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang