41 || Zanita [The Queen of Phoenix]

982 79 34
                                    

Happy reading 💜



Zanita duduk tanpa malu-malu di atas kursi kebesaran Enzi. Di hadapannya terpampang nyata meja kerja milik pria itu. Nama panjang dan jabatan Enzi terdapat di sana.

Mewah, luas, dan nyaman. Tiga kata yang menggambarkan kondisi ruang kerja Enzi. Sayangnya, Zanita merasakan kekosongan yang kental. Bukan tentang perabotannya yang dominan berwarna monokrom, namun suasananya yang seolah mewakili sang pemilik.

Enzi masuk tanpa melirik Zanita sedikit pun. Ia melepas luaran jasnya dan menggantungnya di tempat tersedia. Pria itu meraih i-pad di atas meja tamu dan duduk di sofa tunggal sambil mengerjakan sesuatu yang entah apa dalam benda tersebut.

Zanita mengembangkan pipi. Gerakan jarinya yang mengetuk permukaan meja menjadi satu-satunya suara yang terdengar di sana.

Netra hazel milik gadis itu menyipit saat menangkap pemandangan aneh.

Perban yang membungkus punggung tangan Enzi memerah dengan keadaan memprihatinkan. Luka akibat tusukan garpu yang tak lain ulahnya sendiri di tangan Enzi itu telah terbuka. Zanita bangkit sambil memekik keras.

"Enzi!"

Enzi mengerutkan kening merasa terganggu. Namun tak ayal tetap menoleh ke arah samping tempat sang gadis berada.

"Tangan kamu!"

Enzi melirik tangannya tak minat. Bahkan ia tak sadar bahwa lukanya kembali terbuka. Luka yang harusnya mulai membaik setelah diberi penanganan dokter semalam. Ia tersentak saat sebuah tangan yang lebih kecil dari miliknya kini meraih tangannya dengan gerakan lembut.

Zanita lebih dulu menjauhkan I-pad yang Enzi pegang. Sambil matanya tak henti memeriksa keadaan tangan Enzi.

"Kotak obatnya mana?"

Enzi enggan membuka mulut. Bola matanya sibuk memperhatikan wajah Zanita yang jelas terlihat khawatir meski menampilkan gurat kekesalan.

Zanita geram. Ia bangkit dan melangkah keluar dari ruangan itu.

Sedangkan Enzi sendiri masih setia di tempat. Memandang ke arah tetesan darah di tangannya yang terluka.

Tatapan bola mata sehitam arang itu tak dapat dijabarkan. Hanya kekosongan yang nampak. Ia mencoba menggerakkan tangannya.

Aneh. Kenapa tak ada rasa sakit? Padahal ia terluka.

Enzi berkedip saat Zanita telah kembali. Kemudian dibuat tercengang saat gadis itu tiba-tiba duduk di atas pangkuannya tanpa basa-basi. Ia bahkan menahan nafas. Tak pernah melihat Zanita yang seberani ini.

Sebenarnya, Zanita melakukan hal itu demi mengobati Enzi secepatnya. Salahkan Enzi yang duduk di sofa tunggal hingga ia tak kebagian tempat. Menyuruh Enzi pindah hanya akan membuang waktu. Ia tak mau ambil pusing, karena mengobati luka Enzi yang masih mengucurkan darah lebih penting.

Zanita yang duduk menyamping itu meletakan kotak obat di atas meja tamu. Kemudian mengambil kapas dan alkohol untuk membersihkan luka Enzi.

Ia melakukannya dengan sepelan mungkin. Mengabaikan sepasang mata yang mengawasinya tanpa bosan. Zanita meraih kasa. Mulai membalutkannya di atas luka Enzi dengan serapih mungkin. Kemudian, setelah pekerjaannya usai, ia berniat bangkit. Namun, tangan seseorang entah sejak kapan memeluk perutnya.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang