44 || Zanita:[The Queen of Phoenix]

803 55 3
                                    

Happy reading 💜






"

Racun?"

"Benar, tuan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat racun di dalam tubuhnya. Racun tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh secara bertahap. Jadi, ini bukan jenis racun yang akan langsung membunuh."

Enzi mendengar penjelasan Haidar dengan seksama. Bersama inti Phoenix lainnya yang kini berada dalam ruang rapat.

Insiden pingsannya pelayan pada saat sarapan tadi cukup mengejutkan seisi villa. Secepatnya penyelidikan dilakukan untuk mengetahui penyebab insiden itu. Untungnya, makanan yang tersedia saat sarapan yang telah dikonsumsi Valencia tidak mengandung racun. Begitupun makanan lainnya yang disajikan untuk mereka.

Para pelayan memiliki rumah sendiri yang disediakan terpisah dari villa, tepatnya di belakang villa. Di sanalah seluruh keperluan pribadi pelayan tersedia. Termasuk makanan. Begitu tak menemukan hal janggal di rumah utama, akhirnya penyelidikan difokuskan pada rumah belakang.

"Jadi, dia udah ngonsumsi racun itu lebih dari sekali?" Tanya Sadewa.

Haidar mengangguk. Kemudian mengeluarkan berkas lainnya yang ia bawa. Ditambah sebuah botol kecil berwarna putih. Inti Phoenix memandang benda itu penasaran.

"Kami menggeledah seluruh rumah belakang. Dan menemukan obat herbal di kamar pelayan itu. Racun tersebut berasal dari obat yang ia konsumsi secara rutin. Menurut kesaksian pelayan lain, ia meminum obat itu sekali dalam sehari selama sebulan penuh."

"Siapa nama pelayan itu?" Tanya Abima.

"Sophie."

"Siapa yang kasih kesaksian soal obatnya?"

"Dia pelayan yang dekat dengan Sophie. Namanya Caroline."

Abima menjentikkan jarinya kemudian menepuk paha Reza kuat. Reza memekik sambil menghempaskan tangan Abima dari pahanya.

"Kira-kira yang kasih dia obat itu siapa?" Tanya Raldo penasaran.

"Tidak ada yang tahu."

"Jadi kita gak punya pilihan selain nanya langsung sama si korban?" Timpal Aron. Dibalas anggukan oleh Haidar.

"Berapa sisa waktunya?" Enzi angkat suara yang membuat seisi ruangan sedikit berjingit kaget. Pasalnya lelaki itu sedari tadi terus diam. Apalagi sekarang mereka tak tahu jelas pertanyaan tentang apa yang Enzi lontarkan.

"Pelayan bernama Sophie itu tidak akan bertahan lebih dari sebulan, tuan."

Raldo diam-diam ber-oh ria. Mewakili ini Phoenix yang kompak mendengus jengah. Memang hanya Haidar yang paham segala bentuk kosa kata Enzi yang sangat minim.

"Hm. Sadewa, pimpin penyelidikan. Agha, bawa obat ini dan periksa, lebih baik Lo nemuin penawarannya. Raldo dan Aron kalian harus pulang ke Indo. Urus para Phoenix dalam daftar yang udah Abima temuin."

Enzi menopang kedua tangannya di atas lutut, dengan pandangan yang teramat halus. Bak riak air di permukaan danau, terlihat tenang namun tak tahu seberapa dalam dan berbahaya di sana. Nyatanya, tak ada yang mampu memperkirakan apa yang penguasa tahta kerajaan Zenrafos itu sembunyikan di balik ketenangannya. Seseorang bisa dibuatnya tenggelam hingga tak menemukan dasar. Mengerikan.

"Suruh Rafa memalsukan kepergian gue ke Belanda," ujar pria bernetra onyx itu, menatap satu persatu rekan sejawatnya,  "Ada pion gak berguna yang harus kita hancurkan."

Perkataan Enzi itu tentu diangguki oleh para lelaki di sana.

•••

"

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang