23 || Zanita:[The Queen of Phoenix]

1.1K 101 20
                                    

Happy reading 💜











Zanita memaksa dirinya untuk tersadar. Tanpa menghiraukan Enzi yang memandangnya intens, gadis itu berdiri dengan gerakan tergesa. Memutus kontak mata mereka.

"Minggir."

Enzi mengepalkan tangan. Kata pertama yang dilontarkan Zanita bermakna pengusiran dengan nada kebencian. Organ pemompa darahnya nyaris meledak, entah Enzi dapat mengartikan perasaannya atau tidak. Tetapi diperlakukan seperti ini oleh Zanita membawa luka mengerikan.

"Zanita." Panggilannya mencoba menahan diri. Namun tak ada respon berarti dari gadis yang ia panggil.

Gadis itu bergeming. Merasa ucapannya tak akan dituruti, Zanita dengan sendirinya bergeser meski bahunya dan Enzi bertabrakan.

Zanita tak peduli dan mengambil langkah selebar mungkin untuk menjauh dari sana.

"Zanita."

Tidak. Tolong menjauh darinya.

"Queen!"

Jangan berbalik, Zanita. Jika tak ingin melukai diri sendiri lagi, tolong jangan pernah berbalik sedikitpun.

"Berhenti di sana, Zanita."

Ia tak mampu menahan Isak tangis. Rasanya terlalu sesak. Seolah hatinya ditimpa beban berat.

"ZANITA!"

Grepp!

Zanita menahan nafas. Merasa tangannya dicekal. Kekuatannya tak sebanding tenaga Enzi yang menyentak dirinya hingga berbalik ke arah pria itu.

Jemari Enzi memegang dagu Zanita, memaksa wajah gadis itu terangkat hingga mata mereka saling bersiborok. Pemberontakan Zanita yang menatapnya nyalang tak membuat Enzi bergeser seincipun.

Enzi menemukan berjuta emosi yang terpancar dari iris mata coklat yang setiap malam menghantui mimpinya. Kecewa, marah, bingung. Bahkan Rindu. Enzi menghela nafas lega.

"Finally, I can see you again." Bisik Enzi lembut.

Tangannya terulur, menarik tangan Zanita hingga memangkas jarak yang tercipta di antara mereka.

Enzi memeluk tubuh Zanita erat dengan mata terpejam. Kening mereka menyatu. Sementara Isak tangis Zanita masih belum berhenti.

"Don't cry. Aku udah di sini."

Zanita menggigit bibir. Kedua tangannya tak henti mencoba mendorong dada Enzi agar pria itu menjauh.

"Lepas, brengsek. Lepasin saya!"

Tidak seharusnya mereka seperti ini. Enzi lah yang mengabaikan keberadaannya sejak mata mereka bertemu pertama kali. Kini saat Zanita telah mati-matian mencoba menata hati, mengapa Enzi dengan seenaknya datang dan bersikap seperti ini padanya?

"Anda tuli, hah?! Saya bilang lepas!"

"Gak akan."

Kedua tangan Zanita telah berada dalam cengkraman Enzi. Mendengar penolakan lelaki itu membuat Zanita menyorot mata Enzi senyalang mungkin.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang