52|| Zanita:[The Queen of Phoenix)

572 34 12
                                    

Happy reading 💜




"Jadi?"

"Hm."

"Artinya apa, bangsat?!"

Kalau mereka sedang tidak berada di tempat umum, mungkin Reza tak akan ragu ragu untuk mengajak Enzi berduel. Kepala lelaki berbalut jas merah gelap yang membuat ia tampil mempesona itu rasanya ingin ia lempar dengan kursi. Posisinya yang berjalan di belakang Enzi pasti mendatangkan peluang besar. Asal Enzi tak sadar, dan asal Haidar yang berjalan di sisinya tak ikut campur, Reza yakin ia langsung bisa melumpuhkan Raja Zenrafos itu.

Sayangnya, siasat licik yang tengah ia susun itu harus berakhir saat pelayan yang mengantar mereka ke sebuah ruangan terlihat membuka sebuah pintu. Enzi lebih dulu masuk ke ruangan yang mereka tuju diikuti Reza dan Haidar. Terlihat, sosok lain telah lebih dulu mengisi ruangan tersebut sambil menikmati hidangan.

Mereka berada di sebuah restoran bintang lima untuk memenuhi pertemuan di jam makan siang kantor. Enzi melepas luaran jas yang ia kenakan kemudian menyerahkannya pada pelayan yang berjaga. Reza memasang wajah datar sambil melakukan hal yang sama. Sementara Haidar tetap berdiri di sisi sang tuan.

Sosok yang lebih dulu mengisi ruangan itu adalah wanita. Dengan perawakan dewasa dan pakaian sosialita. Sejak Enzi masuk netranya belum berhenti menyorot penampilan dan wajah Enzi. Tatapannya seolah terpaku, mencerminkan perasaan yang tak terdefinisi kan.

"Saya harap Anda tidak keberatan dengan keterlambatan kami." Suara tenang namun tegas milik Enzi perlahan mengalun membuat sang wanita menyunggingkan senyum tipis.

Jemari lentiknya melepas pisau daging. Mengakhiri sesi makan siang yang ia lakukan sendiri sebelum Enzi datang. Ia mengabaikan tatapan Reza yang terlihat terang-terangan menatapnya penuh permusuhan. Sebaliknya, ia dengan tenang memandang kedua pemuda tampan di hadapannya.

"Tidak masalah. Saya harap kamu juga tidak keberatan karena saya sudah memesan makan siang lebih dulu."

Sejenak pembicaraan mereka yang baru dimulai itu terjeda oleh kedatangan para pelayan dan koki yang membawa hidangan makan siang. Perlu waktu lima menit sebelum ruangan itu kembali hening. Haidar pun juga pamit undur diri setelah Enzi memberi kode. Akhirnya hanya tersisa tiga orang yang duduk dengan jarak pendek di meja makan berbentuk bundar itu.

"Bagaimana perjalanan kalian ke sini? Oh, maaf. Tidak masalah kan jika perbincangan kita dilakukan sambil makan siang? Wanita tua ini tidak bisa menunda makan lebih lama."

Reza mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum palsu."Tidak masalah, Nyonya," ucapnya dengan nada bicara dibuat ramah. Sangat berbanding terbalik dengan tatapan yang jelas-jelas menghakimi.

Enzi tak kelihatan ingin angkat suara karena sedang menikmati segelas anggur di gelasnya. Pemuda berwajah adonis itu mengeluarkan aura misterius yang mengundang tanda tanya.

Tampaknya pertemuan mereka tak akan berjalan mulus.

"Saya cukup terkejut saat mendapatkan undangan pertemuan ini. Padahal saya sudah bersedia jika seandainya kediaman saya diserang sekelompok orang bersenjata." Bola mata sang wanita kelihatan berkilau.

"Saya mengakui kehebatan Anda. Tidak semua orang cukup bodoh untuk melakukan persiapan sebelum menghadapi akhir hidupnya," lagi lagi Reza membalas dengan nada ramah, padahal untaian kata-kata yang ia lontarkan terdengar kurang ajar.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang