59 || Zanita [The Queen of Phoenix]

527 48 4
                                    

Happy reading 💜



Banyak hal di dunia yang menjadi rahasia. Beberapa rahasia bisa membahagiakan. Beberapa nya lagi justru bisa menghancurkan.

Sayangnya, Zanita tak tahu jelas. Kisah lama yang baru ia dengarkan ini akan masuk dalam kategori mana.

Namun satu yang dapat Zanita rasakan. Jika ia di posisi Enzi, Zanita akan sangat membenci diri sendiri.

"S-saya... Seumur hidup, saya berharap Tuan Enzi akan meraih kebahagiaan. Saya berutang banyak, Nona. Jika bisa memutar waktu, jiwa pun akan saya berikan. Saya benar-benar menyesal."

Zanita tak sadar bahwa pipinya telah basah. Gadis itu cepat-cepat memegang bahu rapuh Butler Cheng yang hampir meluruh. Kehilangan tenaga setelah menumpahkan keluh kesah yang ia tahan bertahun-tahun.

Pria tua itu terisak-isak. Menumpahkan air mata yang tak terbendung lagi. Penyesalan tak dapat dihapuskan. Rasa itu telah mengakar kuat. Sekeras apapun usaha, seberat apapun rasa putus asa, mustahil membalikkan waktu dan memperbaiki segalanya. Pasalnya semua terlanjur hancur. Bak gelas kaca yang jatuh dan pecah berkeping-keping. Memaksa untuk menyatukannya lagi adalah kesia-siaan.

Zanita menghapus sisa air mata di pipi, "paman, berhentilah menyalahkan diri."

"Bagaimana saya bisa, Nona?" Sekujur tubuh Butler Cheng bergetar. Suaranya yang tersendat oleh Isak tangis tampak amat menyedihkan.

"Kalau... Kalau saja putera saya tidak meracuni Mrs. Tessa, m-mereka tak akan berakhir terpisahkan hingga akhir hayat. Tuan Enzi tumbuh dalam lingkungan terkejam dengan berpikir dirinya tak diinginkan. Demi Tuhan... Saya saksi seberapa bahagia ayah dan ibunya saat tahu ia ada."

Sialan, Zanita. Selama bertahun-tahun lamanya Enzi selalu nampak bak gunung kokoh yang tak akan runtuh di matanya. Enzi terlalu kuat hingga sulit ditembus. Zanita sebodoh apa hingga tak tahu bahwa Enzi ternyata rapuh?

Sekalipun, bahkan dulu saat mereka bersama, Zanita tak tergugah sekedar bertanya akan latar belakang Enzi. Zanita sekarang sadar ketimpangan mereka.

Enzi selalu menjadi orang nomor satu yang mengetahui seluk beluk kehidupannya. Sementara Zanita kalah jauh dan tak tahu sama sekali akan kisahnya.

Pantas saja Enzi tumbuh menjadi sosok tangguh yang tak tersentuh. Dengan didikan sekejam Arthur, ia bertahan mati-matian. Kehilangan orang tua yang seharusnya menjadi rumah, membuat Enzi tersesat. Enzi terlalu muda untuk merasakan apa itu kehilangan. Bahkan sebelum ia mengerti segalanya.

Kini, saat semuanya terkuak, anak mana yang tak akan hancur? Zanita tahu, dibandingkan menyalahkan Arthur, Enzi lebih membenci dirinya sendiri.

Zanita kelu. Dirinya tak bisa berkata-kata seolah kehilangan suara.

Tangannya digenggam erat. Zanita menatap mata Butler Cheng yang penuh awan mendung. Gemetar samar dan kuatnya sang Butler melingkupi tangannya membuat Zanita membatu.

"Saya tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan semuanya padanya. Maka dari itu, dengan adanya Nona. Orang yang paling berharga bagi Tuan Enzi, saya berharap Anda dapat mewakili saya untuk menyadarkan Tuan Enzi dari keterpurukannya, Nona."

Apakah Zanita mampu?

•••

Sang Surya telah kembali menyapa, sepanjang malam Zanita terbelenggu perasaan gamang memikirkan bagaimana menghadapi Enzi. Dirinya berakhir kembali ke kamar meski tak melanjutkan tidur setelah memastikan keberadaan Enzi di rooftop.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang