Happy reading 💜
Cocktail dress yang ia gunakan membuatnya tampak menawan. Tidak terbuka untuk menampakkan kulit mulusnya, namun tampak sangat menarik menunjukkan ke-anggunan dari tubuh semampai si empunya. Surai coklatnya yang berkilau ditata ke atas menyisakan sejumput rambut yang membingkai wajah ayu. Dengan riasan wajah natural yang membuat orang-orang tertarik untuk melirik lebih dari sekali.
Harusnya Enzi sudah tak kaget melihat kecantikan gadis yang menggandeng lengannya. Zanita yang tak berhenti tersenyum sejak memasuki restoran adalah daya tarik yang membuat Enzi terus meneguk ludah. Sayangnya, pemandangan indah itu tak bisa ia nikmati sendiri seperti biasa, Enzi melirik tajam pada beberapa mata kurang ajar yang memandang gadisnya terpana.
Sudah terlambat untuk menyesal. Mana mungkin ia tega menghilangkan senyum cerah Zanita yang sudah lama ia tak lihat? Setidaknya kekompakan mereka yang mengenakan pakaian dengan warna sama, merah gelap, membuat insan lain tahu bahwa mereka adalah pasangan.
Enzi melepas kasar satu kancing teratas kemeja putihnya, sebelum melirik Haidar yang berjalan di belakangnya dengan jarak selangkah.
"Lantai atas sudah dikosongkan, Tuan," Ujar Haidar. Sangat paham dengan arti lirikan tajam serta aura gelap yang mengelilingi Tuannya.
Enzi marah sebab ia tak menyewa satu gedung restoran. Yang sebenarnya ia sendiri tahu, bahwa Haidar melakukannya bukan sebab tak bisa melainkan untuk tak menarik banyak perhatian. Hanya saja beberapa pasang mata yang menatap sang Ratu membuat Raja Zenrafos muak. Haidar merasa makin ke sini, pekerjaannya semakin berat. Gina yang juga berjalan di sebelahnya turut merasakan apa yang ia rasakan.
Untungnya, pemilik restoran bintang lima bernama De blue itu telah datang dengan beberapa pengikutnya. Senyum lebar pria paruh baya berperawakan besar itu menyambut Enzi dengan ramah. Ia hampir akan menyambut Enzi sejak dari pintu restoran jika para pengawal yang tersebar di beberapa titik penting gedung tidak melarang. Demi keamanan sang tuan dan demi tak menarik perhatian.
Sejatinya beberapa orang yang melirik telah tahu identitas pria dengan wajah adonis itu. Aura bangsawan yang menguar membuktikan keberadaan Enzi yang tak terbantah. Pemilik bisnis raksasa Arkananta tak mungkin tak dikenali bagi kaum pebisnis. Beberapa acara penting yang Enzi hadiri sejak berada di Paris semakin melebarkan pengaruh pria itu. Parahnya, tidak sedikit kaum konglomerat telah menawarkan putri mereka untuk Enzi. Berharap pria rupawan itu tertarik untuk menikahi salah satunya kemudian mereka akan terciprat kekayaan luar biasa.
Sayangnya keberadaan gadis cantik yang Enzi gandeng memupuskan harapan mereka. Tanpa perlu angkat suara, sikap Enzi pada gadis itu, yang luar biasa lembut dan tertata sudah sangat cukup menjadi bukti bahwa Zanita itu penting.
"Selamat malam, Mr. Arkananta. Apakah perjalanan kalian menyenangkan?"
Mr. Luca, pemilik De blue menyapa dengan senyum lebar yang tak pernah luntur.
Sebagai salah satu dari sedikitnya orang-orang yang mengenal Enzi tak hanya sebagai pebisnis hebat, Mr. Luca telah menjadikan bisnisnya tempat pertemuan rahasia bagi Enzi sang raja Zenrafos.
Namun tak seperti biasa, kali ini Enzi tak datang sendiri.
"Tentu. Terimakasih." Ucap Zanita yang tahu tabiat Enzi. Enzi tak mungkin berbasa-basi apalagi dengan orang lain. Meski berulang kali diingatkan oleh Zanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zanita : [The Queen of Phoenix]
RandomJika ada yang bertanya pada Zanita, apa hal yang paling ia sesali dalam hidupnya, maka Zanita akan menjawab, bahwa meninggalkan cintanya adalah penyesalan terbesar yang ia punya. Takdir seolah mempermainkan. Bagi gadis penuh luka sepertinya, Enzi ad...