20 || Zanita:[The Queen of Phoenix]

1K 80 83
                                    

Happy reading 💜










•••









W

aktu makan siang dihabiskan Zanita untuk mengobrol via video dengan Valencia. Sambil menyantap sandwich lezat buatan Reza untuknya, Zanita terus mendengarkan dengan serius setiap ucapan Valencia.

"Aku sempat murung saat dia sibuk menelponmu. Kupikir 'sungguh? Apa kau tak bisa fokus pada kencan kita, Gavin sayang?' ck... Andai aku bisa mengungkapkannya! Tidak, maksudku, argrhhh... Dia benar-benar dingin!"

Valencia gadis yang energik. Zanita menyukainya. Mereka tak pernah mati topik. Bisa dibilang, mereka se–server.

Melihat bagaimana mimik gerak dan ekspresi Valencia saat bercerita mengenai kencan yang ia habiskan dengan Gavin, membuat Zanita terhibur.

"Aku jadi merasa bersalah. Apa aku perlu memberinya pelajaran?" Ucapnya dengan nada bersalah.

Terlihat di seberang sana Valencia membulatkan matanya.

"Tidak. Tentu saja tidak perlu. Bila memang harus memberinya pelajaran, maka akulah yang harus memberikannya!"

"Aku mendukungmu."

"Kau memang terbaik, adik ipar!"

Zanita tertawa lebar. Melupakan sandwich–nya yang tersisa setengah. Bahkan ia memegangi perutnya.

"Jadi, kakak ipar. Setelah itu apa yang kalian lakukan?"

"Ekhem, Gavin cukup peka. Dia bertanya apa Minggu ini aku senggang. Dia mengajakku untuk menonton."

"Kau menyetujuinya?"

"Kau gila?! Tentu saja, Rula!"

Menggelengkan kepalanya tak habis fikir, Zanita mengigit potongan sandwich. Gadis itu membenarkan letak ponsel yang ia sandarkan di kotak tisu.

"Oke, aku harus menyelesaikan makan siangku. Jika terus tertawa karena ceritamu aku bisa sakit perut. Lanjutkan makanmu, Valen."

Valencia tersenyum cengengesan. Gadis yang berada dalam ruang kerjanya itu lanjut menyendok saladnya.

"Ngomong-ngomong, Rula. Bahasa Prancismu sangat bagus. Berapa lama kau belajar?" Tanya Valencia.

Zanita menelan makanan lebih dulu sebelum menjawab.

"Aku belajar dari orang tuaku sejak kecil. Aku mulai belajar dengan serius saat kami memutuskan untuk pindah."

"Sungguh? Sebenarnya kenapa kalian pindah ke sini?"

Zanita terdiam sejenak. Segaris senyum hadir di bibir ranumnya. Zanita mengangkat bahunya santai.

"Saat orang tua kami meninggal, kami memutuskan pindah karena ingin berada di dekat mereka. Orang tua kami berdarah Prancis dan dimakamkan di sini. Begitulah."

Gantian Valencia yang terdiam. Namun wajah gadis itu tetap santai. Sambil menyiapkan salad ke mulutnya, Valencia tersenyum cerah pada Zanita.

"Kau tipe orang yang cepat belajar ya?"

"Tidak juga. Itu karena aku terbiasa. Waktu dan teman belajar adalah yang kau butuhkan."

Zanita berharap tak ada tatapan sendu di matanya yang dapat Valencia baca. Ia dalam hati memaki seberapa menyedihkan dirinya.

Zanita : [The Queen of Phoenix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang